info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Surat Sefin

MuhammadFirdaus Ismail 15 Januari 2016

Kali ini aku akan bercerita tentang Sefin Thine atau biasa dipanggil Sefin yang merupakan siswi kelas lima di sekolahku. Sejak awal aku datang di sekolah, Ia sangat ramah padaku. Bahkan hari pertama aku ke sekolah ia sudah mengirimkan selembar kertas untukku.

“Pak Edo Pak Edo, ini untuk Pak Edo.” Kata Sefin sambil memberikan selembar kertas kecil padaku.

“Terima kasih Sefin, nanti pak buka setelah pak sudah di rumah ya.” Kata ku.

Sesampai di rumah aku pun membuka surat dari Sefin dan ada beberapa surat lain dari muridku yang lain. Ya, memang hari itu, aku mendapatkan lebih dari lima surat dari murid-muridku di hari pertama aku berkumpa dengan mereka. Surat dari Sefin paling unik karena berisi gambar pemandangan dan hanya tertulis “Dari Sefin”. Berbeda dengan surat lainnya yang isinya pemandangan dan tulisan beberapa kalimat, seperti :

“Halo Pak Edo, Salam Kenal. Perkenalkan nama saya Hofni. Pak Edo semoga betah ya mengajar kami.”

Keesokan harinya aku mengucapkan terima kasih satu per satu kepada murid-muridku yang telah memberiku surat tadi. Dan di hari itu juga, aku mendapatkan surat lagi dari muridku. Dan lagi-lagi surat dari Sefin berisi gambar pemandangan dan bertuliskan “Dari Sefin.”

Dan begitu seterusnya surat yang dikirimkan oleh Sefin padaku. Kalau pun berbeda hanya pada gambar pemandangannya. Pernah setelah lima surat yang dikirimkan Sefin ada tambahan “Surat untuk Pak Edo dari Sefin.”

Selidik demi selidik ternyata anak ini belum bisa menulis atau membaca. Ia baru bisa menuliskan namanya dan hanya beberapa kata, itu pun karene melihat apa yang dituliskan teman lainnya. Ya, saat itu Sefin baru bisa mengeja beberapa kata namun untuk menulis belum banyak yang ia bisa. Itulah yang membuat hanya kata di atas tadi isi surat yang diberikan kepadaku.

Meskipun begitu, Sefin sangat rajin berangkat sekolah. Meskipun jarak rumah ke sekolah lebih dari dua kilo meter, dan jalan yang dilewati menuju sekolah adalah persawahan dan hutan tanpa ada rumah di samping kanan kiri jalan, tak menyurutkan semangatnya ke sekolah. Ya, setiap hari Sefin beserta teman-teman lainnya dari satu dusun, Dusun Istua namanya harus berjalan kaki satu jam ke sekolah. Saat pulang sekolah, mereka bisa menghabiskan waktu dua jam perjalanan, karena terik panas matahari Rote yang sangat menyengat kulit, membuat mereka sering istirahat berteduh di bawah pohon, melanjutkan perjalanan, istirahat di bawah pohon lagi dan begitu seterusnya.

Dua bulan pertama aku mengajar, Sefin tak pernah membolos bahkan terlambat ke sekolah pun tak pernah. Ia selalu tiba di sekolah lebih awal dariku. Dua bulan pertama itu aku menjadi wali kelas lima, artinya wali kelas Sefin.

Di dua bulan aku menjadi wali kelas, setiap harinya aku memberlakukan lima belas menit membaca buku sebelum pelajaran di mulai. Semua muridku aku wajibkan meminjam buku apapun di perpustakaan sekolah dan wajib membaca sebelum aku memulai pelajaran di setiap harinya. Dan lima belas menit setiap pagi itulah, aku manfaatkan untuk mengajari Sefin dan dua muridku kelas lima lainnya (Nuel dan Jek) secara bergantian untuk belajar membaca. Ya, masih ada tiga muridku yang belum lancar membaca meskipun mereka sudah kelas lima. Dua bulan berjalan, Sefin paling cepat bisa membaca dibanding dua lainnya. Dia sudah mulai lancar membaca dan menulis, meskipun sering ditemukan tulisannya yang masih kurang tepat.

Tetapi hari itu pun tiba, selama dua hari Sefin tidak terlihat di sekolah. Itulah pertama kalinya Sefin tidak masuk sekolah selama aku mengajar di sini. Dari salah satu murid yang rumahnya berdekatan dengan Sefin, ia mengatakan kalau Sefin marah denganku dan tidak mau sekolah. Ya, terakhir aku ketemu dengannya memang dia sedang sangat marah dengan ku. Jangankan untuk bicara denganku, tersenyum denganku pun tidak, bahkan ia menghindar saat aku mendekatinya. Dia juga menitipkan surat untukku yang bertuliskan

“Saya tidak mau sekolah lagi”

Sumber dari kemarahan Sefin adalah karena aku tak akan lagi menjadi wali kelasnya.Ya, kami baru kedatangan dua guru baru yang berstatus CPNS. Sesuai aturan semua guru CPNS atau PNS harus menjadi wali kelas untuk memenuhi minimal 24 jam tiap minggunya. Dan aku sebagai guru kontrak, harus menerima kalau aku berganti tugas (aku lebih senang sih... hehe).

Sefin “ngambek” ia mengira aku tak mengajarnya lagi. Aku kira ancamannya tidak masuk sekolah kalau wali kelas ganti hanya gertak sambal. Ternyata benar. Dua hari itu, ia benar-banar tak menampakkan batang hidungnya di sekolah. Aku pun memberikan surat balasan kepadanya.

“Sefin, anak pak yang sangat rajin. Pak Edo memang tidak lagi menjadi wali kelas Sefin. Tetapi percayalah Pak Edo akan tetap bermain dan belajar bersama Sefin. Lagian, Pak kan masih mengajar Matematika di kelas Sefin. Sefin besok masuk sekolah ya.. Pak merindukan semangat dan senyuman Sefin di sekolah. Sampai ketemu besok Sefin.”

Begitulah salah satu penggalan surat yang aku berikan ke Sefin. Dan Alhamdulillah, keesokan harinya besok masuk sekolah. Meskipun tak lagi menjadi wali kelasnya, Aku masih sering bermain bersama dia, dan Dia pun masih sangat rajin memberikan surat padaku. Ya, terima kasih Sefin atas perhatian luar biasa yang kau berikan pada ku. Pasti Pak akan merindukan Sefin saat pulang ke Jawa nanti.

Dan di hari pertama semester 2 ini, Sefin langsung memberikan ku surat. Surat terpanjang (beberapa kalimat) yang pernah diberikan kepada ku. Itu menandakan kemampuan membaca dan menulisnya sudah meningkat pesat. Surat yang lagi dan lagi membuatku sangat terharu, dan membuatku seakan terbang melayang di udara. Berikut surat yang diberikan Sefin di awal semester ini (seperti pada surat aslinya, tanpa edit) :

“Selamat pagi pak Edo. Kalau pak Edo jalan ke jawa janga lupa kami kalau pak edo harus datang liat kami jangan lupa kami sayang kepada pak edo jangan lupa kami. Juga tidak lupa kepada pak edo kami juga sayang pak edo. Pak edo juga sayang kepada anak anak, pak edo juga baik baik kepada anak-anak, pak edo juga tidak marah marah kepada anak-anak. Pak Edo juga kasih belajar kepada anak-anak. Kami mau belajar terus bersama pak Edo. “


Cerita Lainnya

Lihat Semua