Kids on My Window
Adhi Rachman Prana 6 Juli 2012Setelah hampir 1 Minggu tinggal di rumah keluarga Dimas Sandya, tanggal 21 Juni 2012 aku pun resmi tinggal di Rumah Keluarga Bapak M. Pudi di talang Tebatrawas, Desa Pagar Agung. Dari rumah Dimas di Air Guci, kami harus menempuh perjalan sekitar 45 km selama kurang lebih 1.5 jam melalui jalan tanah merah yang berkelok-kelok dengan panorama deretan pohon karet di kanan kiri jalan. Terkadang kubangan air berlumpur pun terpaksa harus dilalui roda si kuda besi. Sebagian besar rumah di talang Tebatrawas adalah rumah panggung yang terbuat dari kayu. Hanya ada 3 rumah yang sudah berbahan dasar batu batu dilapisi semen, salah satunya rumah keluarga yang kutinggali. Aku menempati satu kamar di tengah yang mempunyai satu jendela kayu menghadap ke rumah panggung tetangga. Ketika sedang beres-beres, tiba-tiba seorang anak dengan malu-malu melongok ke jendelaku. Aku pun tersenyum sembari bertanya namanya siapa.
“Namaku Angga” ujarnya sembari tersenyum lebar. Kami mengobrol singkat, karena aku masih belum ’pacak’ bahasa talang. Itulah awal perjumpaanku dengannya. Tak kusangka hari-hari ke depannya obrolanku dengan Angga menjadi rutinitas pagi hari setelah aku bangun pagi. Saat aku buka jendela, Angga sudah duduk di depan rumah panggungnya, menyapaku “Paak..” seraya berlari-lari kecil menghampiri jendelaku dan duduk disana. Tiba-tiba anak kelas 4 SD ini mengajakku berbalas pantun. Pantun-pantun yang dibuatnya semuanya tentang cinta, aku terpesona oleh kelihaian anak ini bermain kata. Banyak sekali pantun-pantunya saat itu, aku tidak ingat semuanya saking takjubnya. Ada beberapa yang kuingat, begini bunyinya :
Menulis surat di atas batu
Hati-hati takut ku salah
Kalau adek cinta padaku
Tunggu aku tamat sekolah
Kalau adek mau tebu
Ambilah di kebunku
Kalau adek rindu padaku
Angin bertiup itu salamku
Alamaak!! aku ternganga! Takjub dengan kepiawaian angga berpantun disertai gaya centilnya layaknya pria kasmaran yang sedang merayu wanita. Selama kurang lebih 10 menit keluarlah sekitar 12 pantun dari mulut kecilnya yang selalu dilantunkannya dengan nada riang.
Bukan aku tak punya mistar
Mistarku ada di laci
Bukan aku tak punya pacar
Pacarku lagi mengaji
Sudah tahu jalannya licin
Kenapa adik bersepeda
Sudah tau kakaknya miskin
Kenapa adek jatuh cinta
Kura-kura bersepatu
Kura-kura dalam perahu
Pura-pura tidak tahu
Di dalam hati bilang i love you
Buah dukuh buah rambutan
Cuma satu masak di hutan
Cintaku bukan buatan
Seperti paku lekat di papan
Kupu-kupu hinggap dilampu
Kutepak dengan sapu
Kalau adek rindu padaku
Peluk bantal itu salamku
Setelah beberapa lama, Angga mulai memaksaku untuk membalas pantunnya. Pagi-pagi bukan waktu terbaik buatku untuk berpikir. Namun, ditantang anak kecil yang akan menjadi muridku ini membuatku harus memutar otak. Dengan cepat aku melantunkan pantun yang sedikit ‘maksa’.
Memancing ikan di tepi kali
Benangnya kuikat tali pita
Heran aku sama anak-anak ini
Masih kecil sudah tahu cinta
Ia pun tertawa-tawa mendengarnya. Aku juga senang, akhirnya bisa tahu bagaimana untuk masuk ke anak-anak Talang Tebatrawas ini. Salah satu cara jitunya adalah lewat pantun. Termasuk ketika saya memperkenalkan diri di depan wali murid dan siswa pada saat pembagian rapot pun, saya buka sambutan saya dengan pantun yang disambut riuh oleh tepuk tangan warga.
Semakin lama berinteraksi dengan Angga, aku pun mulai menghapal tipe-tipe pantun-nya Angga. Dua hari berselang, anak-anak yang muncul di jendelaku semakin bertambah. Ada teddy, Sinta, Ayub, Arga, Firul dll. Aku sambut dengan ceria karena mereka selalu datang dengan pantun gombalan mereka yang kubalas terpatah-patah.
Burung pipit terbang di bukit
Sampai di bukit bertelur dua
Hati siapa tidak sakit
Melihat kakak duduk berdua
Jangan menulis diatas kaca
Menulislah diatas meja
Jangan menangis karena cinta
menangislah karena dosa.
Menulis surat di meja batu
Ada cewek di sampingku
Nempel-nempel marahi aku
Tak tahunya cinta padaku
Jalan-jalan ke Bengkulu
Jangan lupa membeli buku
Kalau ade rindu padaku
Tiup lilin itu salamku
Aaah, anak-anak melayu ini seperti layaknya lirik-lirik dalam lagu melayu. Melankolis dan romantis. Kelak, akan kupakai pantun sebagai jurusku dalam mentransfer ilmu di dalam kelas-kelas kecil mereka. Tak sabar rasanya menunggu tangggal 9 Juli 2012, hari pertama jagoan-jagoan pantun itu masuk sekolah lagi. Tungggu aku anak-anak hebat!
“Berlari-lari keluar keringat
Minum air dari dalam gelas
Jangan lupa siapkan semangat
Ada bapak guru baru nanti di kelas”
*****
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda