Tumbuh dan Menumbuhkan: Memaknai Keberlanjutan bagi Pengajar Muda Hulu Sungai Selatan

25 Februari 2022

“Keberlanjutan kami maknai sebagai tumbuhnya para penggerak, terciptanya jejaring antar mereka, serta tumbuhnya ekosistem yang percaya (bahwa) pendidikan adalah urusan bersama, di mana tiap aktor saling mendukung dalam berbagai wujudnya.” Tulis Hikmat Hardono--Ketua Yayasan Indonesia Mengajar, dalam “Selayang Pandang” majalah persembahan Pengajar Muda Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yang juga diberi nama Indonesia Mengajar.

Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) hadir di setiap sekolah dasar dan kabupaten sasaran selama maksimal lima tahun. GIM datang untuk menghubungkan, menjalin komunikasi dan mendorong interaksi antara pemangku kepentingan, serta mengembangkan semangat mereka untuk memajukan pendidikan secara berkelanjutan.

Setelah lima tahun berjalan, maka telah saatnya GIM untuk berpamitan dan menebar kebermanfaatan di sudut-sudut Indonesia lainnya. Tak terkecuali, para Pengajar Muda angkatan 20 di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang menjadi angkatan terakhir Pengajar Muda di daerah tersebut. Kini, tiba masanya bagi mereka untuk “menggantung rompi” dan menunaikan tekad untuk seumur hidup menginspirasi.

 

Mendefinisikan kembali arti rumah dan keluarga 

“Satu kampung adalah keluargaku,” merupakan cara Fifit Cholifah, Pengajar Muda angkatan 20 penempatan Hulu Sungai Selatan (HSS), merangkum berbagai kenangan yang telah ia lalui selama satu tahun di Dusun Sindawak, Desa Hamak Utara, HSS.

Tak berlebihan, bagi Fifit, untuk mendefinisikan demikian. Sebab, kata “keluarga” memang berlaku universal, tanpa harus selalu terikat dalam hubungan darah. Selama setahun mengajar di SDN Riam Talo 2, Fifit tinggal di Dusun Sindawak, tepat di bawah kaki pegunungan Meratus, bersama mamak dan abah di tengah masyarakat Banjar.

Berusaha beradaptasi di tempat yang jauh, bersama budaya, kebiasaan, juga masyarakat yang berbeda menjadikan hari-hari Fifit terasa lebih berat di hari-hari awal penempatan. Namun, dari perbedaan ini jugalah rasa kehangatan hadir mengelilingi Fifit, yaitu sebuah keluarga yang terdiri dari Mamak, Abah, juga seluruh masyarakat Sindawak. 

Fifit diterima dengan sangat baik, diperlakukan seperti keluarga sendiri, serta sering kali mendapat tawaran untuk singgah di rumah warga Sindawak untuk sekadar berkunjung dan mampir makan. Anak-anak di dusun juga berhasil melukis warna baru di hari-hari Fifit, menyambut dengan riang gembira tiap kali bertemu dengannya. Kebahagiaan itu tersusun dari cerita-cerita sederhana, seperti ajakan untuk berenang, mencari buah hingga ikan di sungai, serta aktivitas lain bersama masyarakat Sindawak.

Jika hal-hal sederhana bersama keluarga, masyarakat, dan anak-anak di Dusun Sindawak memberi kehangatan yang membuat Fifit memaknai keberadaan mereka sebagai keluarga, Muhammad Dedi Sanjaya Putra--akrab disapa Dedi, Pengajar Muda angkatan 20 di Dusun Baru, juga memiliki cerita serupa.

Saruan, begitulah orang di desa menyebutnya, merupakan salah satu tradisi turun-temurun yang hingga kini masih berlangsung di Desa Baru. Acara apapun, jika bentuknya syukuran atau peringatan kematian, orang-orang di desa akan menyebutnya dengan “Saruan”. 

Dedi masih mengingat salah satu percakapannya dengan seorang anak ketika ia diundang untuk mengikuti acara saruan.

“Pak, pian hendak umpat kah ke acara saruan di kapal?” Seru salah satu anak.

“Saruan itu apa?”

“Itu, Pak, acara syukuran karena besok kapalnya hendak berangkat ke Banjar untuk membawa iwak,  nanti sekalian sholat maghribnya di atas kapal, Pak.”

Menurut Dedi, ada dua hal unik yang ia temukan di desa terkait saruan. Pertama, ialah kebiasaan warga untuk mengundang secara lisan. Misalnya, ketika acara pernikahan, semua warga desa dari hulu hingga hilir akan diundang untuk datang. Namun, tak selembar pun undangan dikeluarkan seperti umumnya di kota. Masyarakat hanya akan berkeliling dari rumah ke rumah dan menyampaikan maksud kedatangan mereka untuk mengundang ke acara saruan.

Kedua, adalah perayaan acara Maulid yang juga unik dan berbeda. Jika biasanya Maulid cukup dirayakan di masjid maupun mushola, masyarakat Desa Baru memiliki cara tersendiri untuk memperingati perayaan umat Muslim tersebut. Di sini, Maulid akan dirayakan sebulan penuh di masing-masing rumah warga. Sering kali, Dedi akan mendapatkan undangan untuk mampir dan bersosialisasi bersama warga Baru yang dengan senang hari memberikan rumah beserta kehangatan yang membuatnya nyaman tinggal di salah satu desa dalam kecamatan Sungai Raya tersebut.

 

Komunitas dan penggerak: tiang ekosistem gerakan pendidikan berkelanjutan bagi Hulu Sungai Selatan 

“Sendiri kita bisa melangkah lebih cepat, tetapi bersama-sama kita bisa melangkah lebih jauh.”

Ungkapan tersebut dengan persis menggambarkan misi GIM untuk memperkuat jejaring dukungan dengan membentuk para pegiat yang dapat menggerakkan masyarakat secara lebih luas. Inisiatif kerelawanan ini ada untuk melibatkan masyarakat daerah. Sebab, masalah pendidikan adalah milik masyarakat, dan solusi terbaik hadir ketika masyarakat bersama-sama menyelesaikan masalah tersebut.

GIM meyakini bahwa kunci kemajuan pendidikan terletak pada kondisi ketika masyarakat telah berdaya dan terus-menerus terlibat dalam memperjuangkan kemajuan pendidikan melalui berbagai upaya, baik di sekolah, masyarakat sekitar, hingga para pembuat/pelaku kebijakan. Dalam perjalanan GIM, peran dan aktivitas Pengajar Muda dalam menggerakkan komunitas di daerah penempatannya telah menginspirasi dan menggerakkan   kesadaran berbagai komunitas lainnya untuk turut peduli dan berkontribusi terhadap pendidikan bangsa. 

Di Hulu Sungai Selatan, tak terkecuali, komunitas-komunitas pendidikan juga tumbuh dan berkembang kian harinya.

Sahabat HSS Cerdas menjadi salah satu komunitas yang banyak membantu Indonesia Mengajar dan Pengajar Muda dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan, seperti BEKANTAN (Belajar, Berkawan, Berkegiatan), Kelas Inspirasi, dan RuBI (Ruangan Berbagai Ilmu).  Kini, Sahabat HSS Cerdas juga berkomitmen untuk terus berjalan dan melebarkan sayapnya bersama pemuda-pemudi HSS untuk terus peduli terhadap isu-isu pendidikan bangsa, khususnya di Hulu Sungai Selatan.

Selain Sahabat HSS Cerdas, ada juga Komunitas Pemuda Kreatif serta Komunitas Guru Cerdas dan Inspiratif. Kedua komunitas ini bertujuan untuk menyediakan ruang bagi masyarakat dan pemuda untuk mengembangkan keterampilan sehingga dapat menghasilkan karya yang bermanfaat bagi sesama. Komunitas Pemuda Kreatif berfokus pada wirausaha dan pemberdayaan lapangan pekerjaan bagi pemuda HSS, khususnya dalam pembuatan sasirangan (kain tradisional khas Kalimantan Selatan). Sedangkan Komunitas Guru Cerdas dan Inspiratif, seperti namanya, bergerak untuk meningkatkan kemampuan dan kesadaran tenaga pendidik untuk berlatih bersama, berbagi informasi, dan saling menyalurkan pengalaman dan ilmu yang nantinya dapat diaplikasikan langsung ke peserta didik.

Komunitas-komunitas lainnya, yang bergerak di bidang sinema hingga seni budaya juga turut hadir untuk mendukung misi GIM untuk terus mengusahakan yang terbaik bagi pendidikan bangsa, tentunya dengan keahlian dan jalan unik masing-masing. Kolaborasi ini diharapkan dapat terus berjalan dan berkelanjutan, tanpa ada titik akhir yang menghentikan perjuangan masing-masing.
 

Tumbuh dan Menumbuhkan: Memaknai Keberlanjutan bagi Pengajar Muda Hulu Sungai Selatan

Ada beragam cara untuk memaknai perjalanan yang telah kita lalui. Sebab, sekecil apapun langkah yang kita jalani, pedal yang kita kayuh, dan keputusan yang kita ambil, akan ada satu-dua hal berharga yang dapat kita petik darinya. 

Bagi para Pengajar Muda Hulu Sungai Selatan, Majalah Indonesia Mengajar menjadi rumah bagi kenangan sekaligus refleksi mereka. Dimulai dari cerita sederhana tentang semangat anak-anak, hingga kisah tentang berbagai sosok penggerak pendidikan yang dapat menjadi inspirasi bagi pembacanya, mengingatkan bahwa tidak ada satupun dari kita yang berjuang seorang diri jika itu bagi kemajuan pendidikan negeri.

Selama lima tahun lamanya, secara bergantian Pengajar Muda hadir untuk saling meneruskan perjuangan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Berbagai kegiatan diinisasi, beragam penggerak pendidikan dikumpulkan, sejumlah pemangku kepentingan dan kebijakan dihubungkan untuk bersama-sama memecahkan masalah pendidikan. Namun, perjuangan, tentunya, tidak akan berhenti di sini. 

Mereka tidak akan berhenti di sini, begitu pula kita. Garis akhir perjuangan juga belum--dan mungkin, tidak akan nampak di cakrawala pendidikan Indonesia. Sebab, selalu ada hal baik yang dapat diusahakan hari ini dan besok.

Kisah dan pelajaran yang Pengajar Muda Hulu Sungai Selatan petik dalam perjalanan mereka telah terbingkai rapi dalam Majalah Indonesia Mengajar yang dapat kita baca kapan saja melalui tautan ini. 

Pengajar Muda Hulu Sungai Selatan telah memaknai perjalanan satu tahun mengabdi di pelosok negeri, mereka tumbuh, sekaligus menumbuhkan semangat pendidikan di Hulu Sungai Selatan. Kini, giliran kita untuk menyimak cerita-cerita itu, dan bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita memaknai perjalanan? Apakah selama ini kita terlalu sibuk tumbuh, sehingga lupa menumbuhkan?

 

***
Ditulis oleh:
Redaksi Pojok Refleksi Indonesia Mengajar
 


Konten Lainnya Lainnya

Lihat Semua