Membangun Manusia Berarti Membangun Bangsa

23 Oktober 2020

Menjelajahi daerah terluar Indonesia selalu memberikan dua kesan yang bertentangan pada diri siapapun yang pergi untuk melihatnya. Pertama, kesan bahwa betapa indahnya negeri ini dengan segala kekayaan alam dan budaya masyarakatnya. Kedua, kita menyadari, ternyata bangsa ini memiliki masalah yang cukup serius dari segi pemerataan pembangunan. Indonesia memiliki pegunungan tinggi sejuk dan hijau hingga pantai biru yang membentang di sepanjang pulau. Di sisi lain, akses jalan lumpur yang terjal hingga terbatasnya listrik dan internet juga masih banyak ditemui di penjuru Indonesia. Dua paradoks yang seringkali hadir di negeri ini.


Indonesia memang memerlukan pembangunan yang merata. Tetapi berbicara tentang pembangunan, tentu bukan hanya selalu tentang pembangunan fisik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi suatu konsep yang harus diperhatikan dalam proses membangun daerah. Dan salah satu cara untuk menciptakan hal itu adalah dengan mendorong pendidikan menjadi lebih baik. Dorongan itu bisa dilakukan dengan menambah kuantitas dan kualitas dari sarana dan tenaga pendidik di daerah.


Mengapa demikian? Tentu bukan rahasia umum jika pemerataan fasilitas dan tenaga pendidik bangsa kita tidak terlalu baik. Di perkotaan, guru-guru bersaing mencari pekerjaan sebagai pengajar, sedangkan di daerah terluar, sekolah kelimpungan mencari guru. Sayangnya, tidak semua orang mau mengajar di daerah terluar, meski terkadang memang memiliki keindahan alam, keterbatasan dari fasilitas yang jauh dengan perkotaan menjadi pertimbangan.


Kita berangkat jauh ke bagian Timur Indonesia, tepatnya ke Kabupaten Pegunungan Bintang. Salah satu kabupaten di Papua yang sekarang mendapat sorotan karena keindahan alamnya. Pemerintah mencoba membangun jalan di medan yang terjal di daerah tersebut, tentunya hal itu akan berdampak positif pada pembangunan daerah. Namun, seperti yang disampaikan di awal tulisan ini, pembangunan yang bersifat materil saja tentu tidak cukup, perlu pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan masyarakat yang mandiri yang bisa memanfaatkan potensi daerah mereka masing-masing.


Partisipasi menjadi suatu hal yang wajib untuk memberdayakan masyarakat agar bisa mandiri. Oleh karena itu, Pengajar Muda selalu mencari sosok yang bisa diajak kerja sama untuk membantu memaksimalkan potensi wilayahnya. Indonesia Mengajar biasa menyebutnya sebagai penggerak pendidikan. Penggerak biasanya adalah individu yang benar-benar mengenal daerah penempatan Pengajar Muda. Pengajar Muda menyadari betul bahwa penggerak adalah sosok yang sangat penting. Dengan keberadaan mereka, Pengajar Muda bisa dengan cepat beradaptasi dengan masyarakat dan bisa lebih tau dengan cepat apa saja potensi yang ada di daerah penempatan.


Cerita kali ini, datang dari Pengajar Muda bernama Siti Hartinah Munthe. Pengajar Muda yang ditempatkan di Pegunungan Bintang ini merasa beruntung dipertemukan dengan seorang sosok penggerak bernama Sostenes Uropmabin. Banyak informasi dan inspirasi yang Siti dapatkan dari penggerak yang satu ini. Pengetahuan akan daerahnya sekaligus ketulusan hati dari penggerak telah memberikan energi yang luar biasa untuk Pengajar Muda agar bisa berjuang membangun daerah penempatan.


Kak Sos--kami memanggilnya--adalah putra daerah yang berhasil menempuh pendidikan tinggi di Jawa dan akhirnya memutuskan untuk pulang membagun daerahnya. Tentu keputusan yang luar biasa mulia ketika Kak Sos sudah mendapat kesempatan untuk berkuliah di Jawa, tetapi memutuskan untuk pulang membangun daerahnya. Mungkin bagi sebagian orang yang sudah mendapat privilege tinggal di Jawa dengan pembangunan yang lebih bagus dari daerah lain akan sangat bimbang mengambil keputusan tersebut. Namun Kak Sos tidak demikian, pendidikan dan usaha kerasnya dalam belajar semua diabdikan untuk membangun daerahnya.


Menurut Kak Sos, memang sudah jadi kewajiban orang terdidik untuk memberikan pendidikan. Oleh karena itu, beliau ingin mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Pendidikan bagi Kak Sos adalah proses membuat seseorang menjadi manusia seutuhnya, manusia yang memahami potensinya sendiri dan mengadvokasi manusia lain untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Beliau juga percaya, ketika semua orang peduli dengan pendidikan, maka hasilnya akan luar biasa. Kepedulian itu bukan hanya membangun fasilitas fisik, lebih dari itu, diperlukan hati yang kuat yang tak kenal kata menyerah dan sepenuh hati untuk benar-benar memberikan yang terbaik untuk pendidikan. Itulah titik balik yang akan menciptakan keberhasilan dalam membangun manusia, ungkapnya.


Kemudian, yang menarik dari Kak Sos adalah pandangannya mengenai budaya di daerahnya. Menurut Kak Sos, budaya adalah kekayaan terbesar yang dimiliki setiap daerah, budaya sangat sakral sekaligus unik. Pendidikan yang baik tidak boleh menghilangkan kebudayaan itu sendiri. Justru sepatutnya mempertahankan budaya sebagai identitas yang perlu terus dijaga. 


“Budaya itu identitas, agama itu semua negara punya. Sedangkan budaya itu menunjukan identitas,” ungkap Kak Sos.


Harapan Kak Sos, anak-anak Pegunungan Bintang di semua tingkatan kelas sosial masyarakat bisa mendapatkan akses pendidikan yang sama. Menurutnya, potensi anak-anak Pegunungan Bintang sama seperti yang lainnya. Potensi ini bisa dikembangkan jika pemerintah daerah bisa memberikan beasiswa untuk menyekolahkan anak-anak sampai ke jenjang paling tinggi. Dan yang paling penting, jika anak-anak sekolah di luar, mereka harus diarahkan untuk mengambil pelajaran sesuai dengan konteks Pegunungan Bintang, yang kemudian bisa kembali dan membangun Pegunungan Bintang. Yap! Pendidikan yang kontekstual.


Sudah banyak wadah yang Kak Sos gunakan untuk membangun daerahnya. Kak Sos pernah bekerja di Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Okadon di Pegunungan Bintang. Kemudian beliau juga pernah bekerja di Dinas Pendidikan di daerahnya. Untuk saat ini, beliau adalah salah satu anggota komunitas Peduli Pendidikan Pegunungan Bintang (KPPPB) bagian Humas. 


“Potensi yang paling besar dari komunitas adalah manusianya, karena orang yang berada di KPPPB ini adalah orang yang bergerak dengan hati untuk pendidikan Pegunungan Bintang,” ungkap Kak Sos.


Kontribusi Kak Sos bagi pendidikan tak terhitung jumlahnya. Beliau pernah adalah membuat Festival Budaya Tarian di Pegunungan Bintang dari berbagai distrik yang menghadirkan anak-anak untuk kegiatan. Walaupun saat itu sulit sekali transportasi menuju Oksibil (ibu kota kabupaten), mereka berjalan kaki demi menghadiri festival tersebut.


Selain itu, Kak Sos juga menyukai dunia tulis menulis. Ia telah menghasilkan dua buah karya. Buku yang pertama ialah Tenakamil (Tena artinya Anak, Kamil artinya Rambut), buku ini menceritakan tentang pendidikan tradisional suku Ngalum. Buku yang kedua adalah Cerita Dongeng Pegunungan Bintang, tentang dongeng dari orang-orang sesepuh.


Kak Sos adalah salah satu penggerak daerah yang tak pernah berhenti bekerja untuk pendidikan. Pengetahuannya tentang daerahnya, kepeduliannya yang luar biasa, serta kreativitasnya dalam membangun Pegunungan Bintang memberikan refleksi yang kuat pada kita, bahwa ada orang-orang baik di negeri ini senantiasa membangun bangsa Indonesia dari sudut terluar bangsa. Tak berlebihan rasanya jika kita memberikan penghargaan kepada Kak Sos--dan orang-orang lain yang terus bekerja dalam senyap--atas jerih payahnya selama ini.


Tak terhitung rasanya permasalahan-permasalahan yang ada di pendidikan bangsa kita. Tapi, mengapa kita jarang meluangkan waktu untuk melihat potensi orang-orang yang bergerak membangun pendidikan?


Bukankah kita percaya bahwa membangun manusia berarti membangun bangsa?


Konten Lainnya Lainnya

Lihat Semua