Apresiasi dan Kolaborasi Jadi Kunci Lewati Pandemi
17 Oktober 2020Siapa yang menyangka kita akan mengalami pandemi. Suatu fenomena sosial yang sebelumnya hanya kita tahu dari buku-buku sejarah dan kisah-kisah orang dulu, kini benar-benar kita rasakan. Sebuah fenomena ratusan tahun sekali, yang perlu melewati beberapa generasi, baru satu peradaban manusia bisa merasakannya.
Kehidupan di perkotaan lumpuh, ekonomi masyarakat stagnan, pegawai banyak yang mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ekonomi sektor informal lesu karena sepi permintaan. Pun juga yang bekerja, menjadi tidak terlalu efektif karena sulit berkomunikasi dan berkolaborasi secara langsung.
Begitupun di desa, meski memiliki cadangan pangan yang lebih baik dari masyarakat kota, masyarakat desa yang banyak merantau ke kota harus pulang dan kehilangan pekerjaan mereka. Ekonomi di desa memang menjadi lebih aktif, tetapi tetap saja, ekonomi desa yang sangat bergantung pada alam memang memerlukan kesabaran untuk mengolahnya.
Lain halnya di sektor lain seperti kesehatan, angka penularan Covid-19 per hari ini sudah mencapai 350.000 lebih. Ketersediaan ruangan, fasilitas rumah sakit, dan kesiapan petugas tenaga kesehatan benar-benar menjadi perhatian. Belum lagi kesehatan masyarakat yang kian hari semakin terancam karena dibenturkan dengan kebutuhan untuk mencari uang dan menjaga kesehatan diri.
Kesehatan mental masyarakat juga menjadi pertanyaan besar. Berbulan-bulan di rumah, bekerja atau bahkan tidak bekerja memang menguras pikiran. Kebiasaan yang baru dan bisa dibilang di luar naluri manusia akan kebutuhan bersosialisasi dengan sesama. Kita menjadi lebih sering berkomunikasi melalui gawai telepon, rapat menggunakan aplikasi, dan berselancar di media sosial. Meski terhubung satu sama lain, tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan untuk bertemu langsung itu menggebu-gebu dalam setiap diri kita.
Begitupun di sektor pendidikan, kegiatan pendidikan di perkotaan langsung ditiadakan. Siswa-siswi dari tingkat terendah, yaitu Sekolah Dasar (SD) hingga tingkat tertinggi, seperti perguruan tinggi, menjalankan aktivitas belajarnya secara daring. Berbagai kebijakan disusun untuk beradaptasi menghadapi fenomena sosial baru ini.
Lain hal nya di desa, di sudut-sudut daerah Indonesia, tentu memiliki tantangan yang berbeda. Mereka yang berada di pelosok yang tidak memiliki teknologi dan akses internet memadai untuk melaksanakan pelajaran daring. Sehingga guru-guru di pelosok daerah harus memutar otak agar proses belajar mengajar tetap berjalan dengan baik.
Meski Dinas Pendidikan di berbagai daerah di Indonesia sekarang mewajibkan setiap dua kelas untuk ke sekolah setiap hari, hanya untuk mengambil dan mengumpulkan tugas. Tetap saja aktivitas belajar mengajar menjadi sangat berkurang, sedangkan untuk belajar menggunakan internet tidak bisa dijalankan. Jika terus dibiarkan maka yang terjadi adalah anak-anak akan ketinggalan pelajaran. Dan jika dibiarkan lama maka tentunya akan berpengaruh pada kualitas pendidikan anak-anak.
Pengajar Muda yang ditempatkan di desa penempatan juga mengalami hal yang sama. Mereka harus beradaptasi mengikuti perubahan yang ada. Tetapi setelah cukup lama menghadapi pandemi, beberapa Pengajar Muda mulai berinisiatif untuk membentuk kelompok belajar di rumah-rumah warga atau sekadar berkeliling untuk memastikan proses belajar mengajar tetap berjalan, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.
Di Desa Latalola Besar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Pengajar Muda membuat kotak soal yang dipasang di salah satu rumah siswa, kotak itu diisi soal-soal yang nantinya diambil oleh siswa lain untuk dikerjakan, kemudian dikembalikan lagi ke kotak soal untuk diperiksa.
Kemudian di Desa Ramedue, Kabupaten Sabu Raijua, Pengajar Muda berinisiatif untuk melaksanakan pelajaran dari rumah ke rumah. Pengajar Muda di Ramedue membawa beberapa buku dan modul belajar ke setiap rumah untuk dibagikan. Pengajar Muda memahami, tanpa pendampingan, anak-anak terkadang tidak mandiri belajar, apalagi jika orang tua di rumah juga memiliki kesibukan.
Selain itu, Pengajar Muda juga mengingatkan orang tua untuk membimbing anaknya belajar di rumah. Pengajar Muda di Desa Ramedue juga mengajak penggerak bernama Kakak Indah. Penggerak dibimbing untuk membuat kelompok belajar di rumahnya yang berisi anak-anak di sekitar rumah Kak Indah.
Begitupun di Desa Sri Pengantin, Kabupaten Musi Rawas, anak-anak yang awalnya dibawa oleh orang tua menginap di kebun karena sekolah libur mulai menyadari pentingnya belajar bagi anak-anak ketika pandemi. Kesadaran itu muncul ketika Pengajar Muda melakukan kegiatan belajar keliling sembari membagikan modul belajar. Anak-anak yang dibawa ke hutan mulai kembali ke rumah, bahkan ada sebagian orang tua yang menyediakan rumahnya untuk belajar anak-anak.
Dari sekian banyak permasalahan yang terjadi akibat pandemi ini, bagaimanapun kita harus percaya bahwa kita akan melewatinya. Pandemi ini adalah tempat refleksi kita untuk kembali menyusun rencana, mengevaluasi setiap kegiatan kita, yang nanti akhirnya bisa diperbaiki menjadi rencana yang lebih baik lagi. Sebuah Refleksi untuk bangsa kita, bahwa masih sangat banyak daerah yang bahkan untuk akses internet saja sama sekali tidak ada. Untuk belajar daring seperti anak-anak Indonesia di tempat lain pun tidak bisa.
Lalu pertanyaan berikutnya apa yang harus kita lakukan? Jawabannya adalah kita harus berjuang bersama. Pandemi adalah tantangan yang amat pelik, kita harus mengakui itu, segala macam aspek kehidupan kita telah dibenturkan pada kenyataan sosial yang baru. Segala kekurangan bangsa kita telah berhasil diperlihatkan dengan nyata oleh pandemi ini. Tugas kita adalah mengubah kekurangan itu menjadi potensi yang bisa kita olah bersama.
Setiap orang adalah aset berharga bangsa ini, setiap nyawa orang yang berjuang untuk melawan pandemi adalah pahlawan. Di tengah kekacauan yang terjadi sekarang, yang kita butuhkan adalah apresiasi dan kolaborasi. Apresiasi setinggi mungkin untuk setiap mereka yang berjuang menggerakan aspek kehidupan masyarakat dari mulai ekonomi, sosial, dan pendidikan. Mereka yang mau terus berjuang meski dengan segala keterbatasan sekarang yang mereka alami.
Doa yang tulus juga tidak henti-hentinya dipanjatkan oleh mereka yang merasa terbantu oleh orang-orang yang ikut berjuang. Anak-anak dari Kabupaten Pegunungan Bintang di tempat Pengajar Muda bertugas bersama-sama memanjatkan doa untuk kebaikan kita semua. “Kami juga berjuang di sini. Bukan hanya virus, tetapi juga untuk kehidupan kita nantinya. Ko jaga sa, sa jaga ko,” sepenggal ucapan semangat dari anak-anak di Pegunungan Bintang.
Konten Lainnya Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda