info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Sebuah Kabar dari Tanimbar: Teman dan Cita-cita Pendidikan dalam Forum Kemajuan Pendidikan Daerah 2016

2 Desember 2016

Tiga malam di kapal laut adalah waktu yang harus dilalui Hariyanto, seorang guru Kepulauan Yapen, Papua, untuk pergi ke Sorong. Dari kota di ujung kepala burung itu, Hariyanto kemudian menyambung perjalanan udara menuju Saumlaki, Maluku Tenggara Barat. 

Nazarudin Usman, biasa dipanggil "Pak Pon", datang ke Saumlaki menyeberangi hampir seluruh negeri ini. Dari ujung atas Pulau Sumatera, Kabupaten Aceh Utara, menuju Saumlaki, memakan perjalanan dua hari perjalanan dan empat persinggahan pesawat terbang.

Hariyanto adalah seorang guru SMP yang baru empat bulan mengenal Pengajar Muda. Pertama kali bertemu di rumah ibadah, kini ia dan para Pengajar Muda Kepulauan Yapen adalah teman diskusi. Singgah di rumahnya adalah agenda rutin Pengajar Muda ketika berkumpul di Serui, pusat Kabupaten Kepulauan Yapen.

Pak Pon mengalami empat tahun perjalanan Pengajar Muda di Kecamatan Payabakong. Melihat kebutuhan pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak, Pak Pon bersama Pengajar Muda menginisiasi Payabakong Says Hello, sebuah komunitas belajar bahasa Inggris untuk anak-anak Kecamatan Payabakong, Aceh Utara. Terus bekerja dan percaya bahwa pembangunan pendidikan harus dilandasi dengan pondasi kuat budaya lokal dan agama, Pak Pon kemudian memfasilitasi  anak-anak dan para ibu di kecamatan belajar melalui inisiasi gerakan barunya: Payabakong Peujaroe.

Mereka berdua kemudian dipertemukan. Saling  berdiskusi dan saling belajar bersama selama hampir tiga hari di Tanah Tanimbar. Tidak hanya Aceh dan Papua saja yang bertemu. Musi Banyuasin, Gresik, Banggai, Bima, Maluku Barat Daya dan Maluku Tenggara Barat juga ambil peran untuk mendengar dan didengar. 

“Ini tanah airmu, disini kita bukan turis,” mengutip kata-kata Wiji Tukul, Ketua Yayasan Gerakan  Indonesia Mengajar Hikmat Hardono menyadarkan benak saya di malam pembukaan. Kami berada di Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Sebuah gugusan pulau di tengah Laut Dalam Arafura.

Pagi pertama para penggerak dialui dengan merefleksikan bersama perubahan-perubahan pendidikan apa yang telah diperjuangkan. Muhammad Irwan bersama komunitas Dhurung Elmo memanfaatkan belasan dhurung atau lumbung untuk menjadi taman baca bagi anak-anak di belasan titik Pulau Bawean. Muhammad Irwan bersemangat untuk terus membuat perubahan sebagai relawan, “Di sesi ini, saya mendapatkan banyak potensi dalam diri saya yang sebelumnya belum saya sadari.”

“Peserta saling berbagi pelajaran berdasarkan pengalaman dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda,” Heriyanto, penggerak dari Kaki Gunung Tambora, melalui tujuh jam perjalanan darat dari pusat Kabupaten Bima menjelaskan sesi kedua hari itu.

“Di sini saya mendapatkan energi yang luar biasa,” ungkapnya. Heriyanto sepuluh tahun menjadi Guru Sukarela dengan bayaran tiga bulan sekali, bekerja serabutan di proyek desa untuk menutup kebutuhan keluarga; pernah menukar persediaan beras di rumahnya untuk membeli bensin agar bisa berangkat mengajar.

Sesi terakhir, peserta belajar bersama bagaimana melalui tantangan dengan positif melalui diskusi kelompok dengan landasan Asset-based Thinking. “Saya mendapatkan strategi atau cara menyelesaikan tantangan ke depan,” ungkap Tukirin. Berasal dari Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin,  Pengawas UPTD Pendidikan Tukirin menginisiasi Gugus Guru Inspiratif: sebuah forum profesi guru kecamatan dimana para pendidik itu saling berbagi dan belajar.

Peserta juga menyaksikan sinergi Tanimbar dalam sesi diskusi panel. Turut hadir Ketua Kelas Inspirasi Tanimbar yang merupakan pegawai kebendaharaan daerah Maluku Tenggara Barat; Perwakilan Kelompok Kerja Gerakan Tanimbar Mengajar,  Ketua persatuan guru Angkatan Pelopor, Perwakilan Ruang Berbagi Ilmu Tanimbar; dan perwakilan Student Education Program, sebuah program pertukaran pelajar wujud sister city Tanimbar-Darwin. 

Sinergi ini kami sudah rasakan pula dalam kerja kepanitiaan acara. Seorang dokter PTT di seksi transportasi menyupiri guru dari ujung-ujung negeri, sosok yang di daerahnya butuh tiga jam perjalanan. Seorang anggota LANAL (Pangkalan TNI Angkatan Laut)  yang biasanya disegani, suka dan rela mengangkat baki-baki makanan membantu sebagai relawan panitia konsumsi. Di Tanimbar, saya menyaksikan bahwa acara pendidikan adalah milik semua orang.

Seperti disampaikan Bupati Bitzael S. Temmar dalam sambutan penutup, Forum Kemajuan Pendidikan Daerah 2016 Maluku Tenggara Barat merupakan bagian dari bagaimana penggerak dari berbagai daerah bersama-sama merajut tenun kebangsaan. Aura Bhinneka Tunggal Ika sungguh tercermin. Doa pembuka dibacakan oleh pendeta sesuai dengan agama mayoritas setempat, namun doa penutup dipimpin sorang ustadz sesuai dengan mayoritas agama peserta.

Di Kabupaten Kepulauan sebelah tenggara Papua ini, saya merasakan – meminjam kata-kata milik penggerak Heriyanto – energi. Bahwa semua penggerak yang hadir bekerja tanpa kepentingan selain pendidikan. Bahwa semua penggerak dari berbagai daerah sama-sama bekerja dengan tulus untuk membangun pendidikan negeri ini dengan caranya masing-masing. Saya menyaksikan bagaimana penjuru-penjuru negeri bekerja dalam diam untuk pendidikan. Saya menyaksikan bagaimana penggerak-penggerak luar biasa itu bercita-cita, dan bagaimana mereka dipertemukan dengan teman-teman yang dapat membantu mereka meraih cita-cita.

Aghnia Mega Safira

Pensiun Pengajar Muda Juni lalu

Saat ini belajar dari daerah sebagai Area & Public Engagement Officer Indonesia Mengajar


Kabar Lainnya

Lihat Semua