info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Langkah Pertama untuk Setahun Berikutnya

17 September 2012

Ada 52 wajah baru yang bertandang ke kantor Indonesia Mengajar Senin pagi, 10 September lalu. Mereka tidak berlama-lama singgah, hanya sekedar melakukan registrasi awal kemudian berangkat ke sebuah wisma di Cilandak. Barang bawaan mereka cukup berbobot, umumnya tiap orang membawa satu koper besar atau ransel tipe carrier ukuran 80 liter. Jika ada yang melihat, mungkin akan menebak mereka adalah musafir yang hendak lama berkelana. Tebakan itu nyaris tepat. Ke-52 wajah tadi adalah calon Pengajar Muda angkatan V yang memulai perjalanannya pada hari itu. 

Sore harinya, Pelatihan Intensif Calon Pengajar Muda V yang akan berlangsung selama tujuh pekan resmi dibuka oleh Anies Baswedan. Dengan ini, mereka resmi menjadi Keluarga Besar Indonesia Mengajar. Dalam pembukaannya, Anies menekankan bahwa misi Indonesia Mengajar ada dua: mengisi kekurangan guru dan sekolah kepemimpinan. Sehingga di masa depan, Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin yang paham betul mengenai bangsanya karena pernah tinggal dan merasakan hidup selama setahun di sudut lain Indonesia untuk menjalin tenun kebangsaan.

Di pekan pertama Pelatihan Intensif ini, para calon Pengajar Muda menjalani materi pengelolaan diri, baik fisik maupun mental. Untuk materi ini, Indonesia Mengajar bekerja sama dengan Perhimpunan Penempuh Rimba dan Gunung, Wanadri. Pelatihan dilakukan selama 5 hari 4 malam di Taman Nasional (TN) Kareumbi, Sumedang. Banyak hal baru yang dipetik para calon Pengajar Muda V dari materi ini, terutama melatih kedisiplinan, meresapi nilai-nilai kebangsaan, kerja sama tim, adaptasi dan kerendahan hati.

Di hari pertama, para calon Pengajar Muda berangkat menuju Bandung dalam tujuh regu. Mereka diturunkan di empat titik di tengah kota Bandung. Tiap regu diberi sebuah alamat rumah yang berlokasi di dusun sekitar TN Kareumbi. Mereka diperbolehkan menempuh jalur apa pun untuk menuju ke sana. Malam pertama, CPM menginap di rumah warga Dusun Cigumentong. Dusun ini merupakan dusun kecil dengan jumlah warga kurang dari 25 Kepala Keluarga (KK). Tidak semua rumah memiliki toilet, dan toilet umum hanya berupa bedeng di pinggir kolam ikan. 

Peraturan yang unik dan berjiwa kebangsaan khas Wanadri mulai diterapkan misalnya setiap kali calon Pengajar Muda berjalan lebih dari 3 langkah mereka harus berlari dan meneriakan kata “Indonesia” secara terus menerus sampai di tempat tujuan. Setiap pukul 6:00 dan 18:00, ada perwakilan calon Pengajar Muda yang melakukan penaikan dan penurunan bendera. Calon Pengajar Muda lainnya harus ikut melakukan penghormatan kepada bendera dalam kondisi apa pun. Setelah itu mereka meneriakkan kata “Indonesia” sebanyak 3 kali.

Hari berikutnya, calon Pengajar Muda berpindah ke tengah hutan Kareumbi. Sesampainya di sana, mereka dibagi ke dalam regu-regu baru. Total, selama 4 malam 5 hari di Kareumbi calon Pengajar Muda mengalami perubahan pengelompokan regu sebanyak 4 kali. Hal ini membuat calon Pengajar Muda lebih cepat mengenal satu sama lain. Tidak hanya itu, pola ini membentuk Pengajar Muda menjadi lebih mudah menerima situasi yang ia hadapi. Mereka menyadari, hal ini membuat mereka lebih menyatu dalam kelompok besar. 

Hal itu diamini Yustika Noor Arifa. Yustika yang sebelumnya berprofesi sebagai penyiar radio di Yogyakarta berpendapat bahwa dia bisa memahami bahwa kerja sama tim adalah denyut nadi Indonesia Mengajar. Karena bagaimanapun, Pengajar Muda tidak bisa memilih di mana dia ditempatkan atau bersama siapa dia bekerja sama. Pengajar Muda harus siap dengan semua kemungkinan. “Networking penting kalau mau maju. Sebagai public speaker, saya melakukan teknik networking dengan logika. Tetapi sekarang dengan hati,” ucapnya.

Sedangkan Kuat Indra Prasetyo mengatakan, perjalanannya di pekan pertama Pelatihan Intensif ini menyentil niatnya sebagai Pengajar Muda. Dia tersadarkan bahwa menjadi Pengajar Muda bukanlah tentang mengambil manfaat bagi dirinya sendiri namun justru memberikan sebanyak mungkin manfaat bagi orang lain. “Pak Anies bilang it’s not about us, it’s about them. Dan itu benar, kita sebagai orang terdidik punya kewajiban untuk melakukan sesuatu,” kata lulusan Universitas Gajah Mada yang sebelumnya tak terpikir untuk menjadi Pengajar Muda ini.

Sepertujuh persiapan mereka sebelum berangkat ke daerah penempatan sudah berlalu. Waktu beringsut menuju waktu keberangkatan mereka ke petualangan baru.


Kabar Lainnya

Lihat Semua