Lihat, Lilin Kami Mulai Menyala

ZakiyaAryana Pramestri 7 Desember 2015

“Ker mana Kak, pelatihannya?”

“Seru Ibu, banyak tepuk-tepuk, permainannya,kemarin yang tentang calistung itu juga hal baru”

“Nah, itu bawa kertas apa, Kak?”

“Ini kertas nanti tempel supaya anak-anak semangat Ibu!”

Berikut perbincangan saya di atas motor dengan Kak Santi, pemudi dari desa penempatan saya yang menjadi peserta Lokakarya Inspirasional Rote Ndao, RUBI Taman Baca.

***

Saya mengenal sosok Kak Santi belum lama. Ia kembali ke desa, setelah Idul Fitri, sekitar satu bulan setelah saya ditempatkan. Sebelumnya ia sempat mengadu nasib di Kupang, menjadi petani rumput laut di sana. Kembali ke desa kami di Oeseli pantai, Kak Santi membantu keluarganya bertani rumput laut, mengail ikan, atau bersama bapak-bapak nelayan lain memasang jaring ikan. Sore-sore kalau tidak ada kegiatan lain, ia tak kalah bersemangat dengan anak-anak di desa bermain ke teras rumah saya, membaca buku dan majalah. Malamnya, kalau kami sedang belajar bersama, Kak Santi ikut datang, ikut mengerjakan soal matematika, ikut mengajarkan ke anak-anak. “Dia itu pintar, Ibu. Tapi sayang, dulu son sempat lulus SD itu kayaknya,” kata Mama piara saya ketika saya tanya tentang Kak Santi.

 

Sore itu, seminggu sebelum Lokarote, Kak Santi bermain-main di rumah saya, membaca-baca buku sambil menemani adiknya yang sedang membaca juga. Saya iseng bertanya, 

“Kak, beta ajak ikut pelatihan ya Kak? Supaya nanti bisa bantu beta urus buku-buku di masjid supaya anak-anak bisa baca lebih banyak lagi”

“Boleh Ibu”

“Nah, nanti di Ba’a (kota kabupaten). Tapi dua hari kak. Jadi nanti menginap di Ba’a son apa-apa ko?”

“Iya ibu. Aman”

“Nanti pulang tapi masih Minggu atau Senin dulu, karena beta masih harus urus kegiatan dulu. Jadinya 4 malam di Ba’a”

“Iya ibu, son apa-apa”

 

Saya sempat khawatir Kak Santi kurang percaya diri di antara peserta yang lain. Beberapa dari mereka sudah punya taman baca, atau paling tidak, sudah punya wadah untuk bermain dengan anak-anak seperti guru sekolah minggu, pembina pramuka, guru SD, dsb. Namun, nampaknya kekhawatiran saya tidak terbukti dengan menyaksikannya tertawa lepas dengan peserta lain selama berjalannya pelatihan. Kekhawatiran saya juga tidak terbukti, setelah mendengar tanggapannya seusai pelatihan, di atas motor sore itu.

Dua hari kemudian, seusai majelis taklim dengan Mama-mama di desa, Kak Santi menghampiri saya. “Ibu, mulai besok katong kasih belajar anak-anak mengaji su Ibu. Nanti saya juga mengajar!”, ujar Kak Santi sore itu, dengan penuh semangat dan percaya diri.

Semburat senja hari itu sangat jingga, menyaksikan Kak Santi yang dengan suaranya yang lantang mengumumkan pada anak-anak di desa bahwa esok hari kami akan mulai belajar mengaji.


Cerita Lainnya

Lihat Semua