info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

My Favorite Class

Yuriza Primantara 22 Januari 2011
Sudah dua bulan saya menetap dan hampir dua bulan saya mengajar di Jayamurni Village. Selama itu pula saya merasakan perasaan dan emosi yang naik turun kalo tidak mau dibilang labil (nanti disangka ABG labil dong). Perasaan dan emosi yang naik turun ini memang saat awal-awal saya tinggal di sini lebih didominasi perasaan kangen rumah dan orang-orang terdekat. Namun lama kelamaan, kondisi emosi yang labil lebih dipengaruhi oleh “objek” utama  saya di sini, bocah-bocah SD. Sebagai informasi, di sini saya mengajar kelas 3, 4, 5, saya mengajar ipa dan ips di kelas 4, ppkn dan bahasa indonesia di kelas 3, dan matematika di kelas 5. Setiap harinya saya kedapatan jatah mengajar antara 2-3 jam, itu jika mengacu pada hasil kesepakatan dengan sekolah tetapi pada kenyataannya saya mengajar kelas 6 dan kelas-kelas yang kosong karena gurunya tidak datang. Saya masih ingat awal-awal mengajar di SD ini semua anak dari kelas kecil sampai kelas besar, semuanya tanpa kecuali memberikan sikap manisnya pada saya. Bahkan saat saya mengajar di kelas, banyak anak-anak kelas lain yang melihat saya dari jendela kelas, mengintip malu-malu, saya sangat senang melihat kepala anak-anak kelas 1,2, 3 yang menyembul dari jendela, mengintip malu-malu kepada saya lalu ketika saya melihat ke arah mereka, kepala-kepala yang kecil itu menghilang ke bawah diiringi suara tawa kecil mereka, ketika saya mengarahkan mata saya kembali ke anak-anak di kelas, kepala dan mata anak-anak itu mengintip kembali, lucunya anak-anak ini.... . Mungkin anak-anak di sini masih penasaran sama si badut yang datang dari Jakarta. Namun akhir-akhir ini mereka mulai menunjukkan tabiat mereka sesungguhnya (beuh serem amat) terutama kelas 4 hingga 6. Sudah beberapa kali pertemuan belajar dengan mereka, saya mesti mengeluarkan suara yang keras agar mereka semua mendengar, karena suara ribut mereka hampir seperti suara yang dihasilkan konser rock  dengan soundsystem beratus ribu watt (ya ceritanya suaranya gede). Selain keributan di kelas, hal yang bikin saya sebal dan keki setengah mati adalah ocehan mereka dan bantahan mereka, mereka senang sekali melawan dan tidak mau dengar apa yang saya perintahkan. Misalnya saat saya mengajar kelas 4, berkat andil guru yang tidak datang ke sekolah maka anak kelas 5 di sebelah tidak ada yang mengisi, dan mereka pun keluar kelas dan melakukan keributan, dan kelas di mana saya mengajarlah yang jadi korbannya. Mereka masuk-masuk ke kelas saya, membuka pintu kemudian berkumpul di pintu, melihat itu saya langsung bilang ke mereka “sudah masuk saja sini ke kelas, daripada di depan pintu dan kalian capek nanti berdiri terus” kemudian mereka membalas “nggak mau pak, di sini aja”  saya agak sebal mendengarnya,  “ya sudah tapi jangan ribut!” kata saya, mereka membalas serentak “iya paaak”. Tapi ternyata itu Cuma bualan manis saja, mereka dorong-dorong dan ribut di depan pintu, saya kesal dan kemudian menutup pintu dengan keras. Mereka berlarian dan kemudian mencari objek berikutnya selain pintu kelas saya...mereka menemukan jendela kelas sebagai objek yang enak untuk dimainkan...mereka memukul-mukul jendela kelas saya.. ARGGGGhhhh! Damn!! Padahal saya masih frustasi menangani keributan di dalam kelas ini malah dapat “gangguan kiriman” dari luar. Banyak momen yang bikin saya naik darah dan berpotensi hernia mendadak, rasanya ingin saya menerapkan usulan metode aheng (hendra aripin, salah satu pengajar muda gila) untuk mengajar, ia mengajarkan pada saya bagaimana menghadapi murid dengan mencontohkannya dengan tangannya “ Ini kepala anak kecil itu” kata aheng sambil menunjukkan tangan kirinya yang dikepal, “ ini tangan kekar gua” lanjutnya sambil mengangkat tangan kanannya, kemudian.... “Bang!!” Aheng memukul tangan kirinya dengan memakai tangan kanannya. Tentunya itu ide yang memang harus disingkirkan selain membuat tangan saya sakit bisa-bisa yang saya pukul adalah anak sesepuh desa, bisa jadi korban desa nanti, tapi benak saya yang ngelantur kadang-kadang selalu terpikir mungkin metode aheng tepat hehe... . Sungguh saya bingung menghadapi kelas yang berbeda-beda ini, karena saya mengajar di kelas yang berbeda-beda maka saya kurang fokus untuk mengenal kelas dan memecahkan masalah “kenakalan anak kecil” ini. Ada kelas yang selalu meminta untuk nyanyi  padahal saya tidak mengajar ktk, kelas ini adalah kelas 4 a, di kelas ini saya mengajar ips. Di kelas inilah saya frustasi untuk membuat mereka fokus, selain yang anak laki tidak mau diam alias ngobrol di kelas, mereka juga seperti tidak semangat untuk belajar dan tidur-tiduran, kondisi yang terakhir saya sebut ini diperlihatkan oleh anak perempuan. Belum lagi ada serangan “gangguan kiriman” dari kelas sebelah (kelas 5).  Kalau mengajar di kelas 5 lain lagi tantangannya, karena saya mengajar di jam pelajaran akhir dan mengajar matematika, mereka selalu malas dan selalu ingin cepat pulang, frustasi juga sudah teriak di depan tapi mereka tidak antusias, plus juga ada gangguan dari kelas 6 dan kelas 4 yang suka masuk ke kelas lewat pintu dan ribut di depan pintu....arghh!! saya sering mengatakan pada diri saya setiap kali mengajar di kelas-kelas bermasalah ini, bahwa saya telah gagal membuat mereka cerdas hari ini. Saya akhirnya mengkategorikan kelas menjadi dua, kelas yang bermasalah dan kelas favorit. Sebelumnya saya sudah menjelaskan kelas-kelas yang bermasalah, tapi saya juga memiliki kelas-kelas favorit. Kelas favorit saya adalah kelas 3 (3 a dan 3 b) dan kelas 4 b, mereka adalah alasan saya senang di sekolah dalam beberapa waktu terakhir. Saya senang mengajar kelas 3 karena alasannya simple: mereka sangat polos dan mungil, melihat wajah mereka seperti melihat wajah surga, walau mereka cukup hiperaktif tapi mereka masih mau menuruti perintah saya, dan mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh. Misalkan saya minta mereka berikan sinyal tepuk tangan untuk diam dan fokus kembali pada saya, mereka langsung menuruti dan wajah-wajah mungil itu kembali fokus ke saya, hihi sungguh lucu melihat mereka yang kecil-kecil itu bergegas untuk menampilkan sikap duduk sempurna...they really lovely. Begitu juga dengan kelas 4 b, mereka menunjukkan sikap yang berbeda dengan saudara mereka di kelas 4 a, selain memang saya mengajar bidang studi yang saya senangi yaitu ipa mereka juga walaupun bandel dan aktif tapi semuanya menunjukkan semangat keingintahuan dan respek. Ditambah lagi dengan suasana yang tenang tanpa gangguan, karena kelas ini letaknya strategis, agak jauh dari kelas-kelas yang suka mengganggu. Kelas 4 b ini adalah kelas favorit saya, saat saya mengajar, karena saya mengajar ipa saya sering sekali mengajak mereka keluar kelas. Seperti misalkan pelajaran organisme tumbuhan, saya mengajak mereka jalan-jalan ke kebun di luar kelas, melihat struktur daun dan nama-namanya. Mereka aktif, bebas tapi bertanggung jawab, tidak ada yang lari-larian atau malah kabur dari sekolah. Begitu juga dengan materi tentang pengenalan gaya, mereka menunjukkan antusiasnya dengan bersikap menuruti aba-aba saya walaupun saya mengadakan percobaan di lapangan dengan menggunakan bola, tetapi tidak ada yang lari-larian dan bermain bola. Memang sering sekali mereka ribut di kelas, tapi sejauh itu ribut karena membicarakan pelajaran dan kemudian menuruti sinyal saya untuk fokus dengan penjelasan saya, itu tidak masalah. Seringkali saat mereka ribut, kemudian saya menggambar sesuatu di papan tulis, mereka langsung terdiam dan penasaran gambar apa yang saya buat, ya..saya memang sering menggambar di kelas ini untuk menerangkan materi pelajaran dan itu sangat ampuh untuk membuat mereka fokus. Dan khusus untuk kelas ini saya sering membawakan mereka buku cetak IPA, kebetulan sekolah cukup banyak punya buku ini dan jumlahnya pas untuk jumlah meja di kelas ini, jadi satu meja saya berikan satu, satu buku untuk berdua, mereka saya suruh membaca dan bekerjasama dengan teman sebangkunya, dan jangan rebutan. Mereka menjawab perintah saya tidak hanya dengan omongan tapi juga dengan perbuatan, mereka tenang membaca dengan kompak, saya geli sendiri melihat mereka baca buku dengan kompak dan berbeda-beda gaya, ada yang membaca di dalam hati dan ada yang diucapkan. Sesekali saya menanyakan kepada mereka, apakah mereka suka membaca atau tidak, mereka memberikan jawaban iyaa dengan kompak. Sungguh kasian memang anak-anak ini, minat baca mereka yang besar tidak didukung oleh orang tua dan sekolah, mereka tidak mempunyai buku cetak, selama ini mereka mengandalkan buku catatan mereka. Saat istirahat saya masih menemani anak-anak ini membaca buku yang saya pinjamkan, saya bilang kepada mereka, silakan dibaca dan setelah istirahat nanti dikembalikan. Mereka tertawa-tawa melihat gambar-gambar yang ada di buku itu, gambar-gambar yang seharusnya mereka ketahui dari semester 1, saya bahagia dan sekaligus sedih melihatnya. Hati saya benar-benar telah direbut oleh anak-anak kelas ini, saya senang melihat antusiasme mereka. Saya ingin sekali mengajar lebih lama di kelas ini,mengobrol dengan mereka dan fokus untuk kelas ini. Ini adalah kelas favorit saya, saya senang dengan mereka, setiap saya keluar dari kelas, saya selalu sumringah dan berteriak I Did IT!!! (di dalam hati). Saya ingin rasanya mengusulkan kepada kepala sekolah bahwa saya ingin mengajar di kelas ini saja. Saya senang melihat muka terkesima mereka yang sering mereka perlihatkan ketika saya bercerita mengenai orang-orang Indonesia yang pintar dan berjasa seperti Pak Habibie. Seperti saya katakan sebelumnya muka terkesima anak-anak is the best damn thing in here!! Tapi dalam pertapaan saya kemudian menyadari, bahwa tidak bijak rasanya memisahkan secara kontras kelas favorit dan kelas yang bermasalah. Memang kelas favorit itu pasti ada, tetapi kalau kelas yang bermasalah?apakah sebutan itu pantas?saya berpikir beberapa faktor yang mungkin menjadikan kelas itu bermasalah di mata saya. Diantaranya mungkin metode mengajar saya kurang variatif, dan saya mesti memperdalam teknik mengajar bidang studi yang lain selain bidang studi favorit saya IPA. Saya mungkin saat ini sedang dalam kondisi jatuh, dan putus asa menghadapi kelas-kelas yang belum bisa saya kuasai. Tapi toh di sini saya belajar untuk tidak menyerah dan mencoba mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Saya bisa saja dengan egois memutuskan untuk hanya mengajar kelas-kelas yang saya favoritkan seperti kelas 3 dan kelas 4 b, itu jika saya hanya berpikir tentang kenyamanan diri  atau comfort zone. Berada di comfort zone hanya menumpulkan kemampuan dan seolah-olah bersepakat dengan diri sendiri untuk tidak menggali potensi diri.  Saya harus menerima tantangan ini dan tidak lari dari kenyataan, karena sesungguhnya dari anak-anak yang saya anggap bermasalah inilah saya diajarkan oleh mereka untuk selalu belajar menjadi pengajar yang lebih baik. Oke..i take the challenge!! Memang saat ini saya masih belum bisa menemukan resep yang tepat untuk menangani kelas-kelas  yang belum saya kuasai. Ya.. mungkin lebih tepat menyebut kelas yang belum saya kuasai dibandingkan dengan kelas bermasalah. Kegagalan-kegagalan saya menangani kelas ini, adalah karena saya kurang bisa menangkap feedback dari yang saya kerjakan dan semestinya saya sudah melakukan pembaruan metode mengajar khusus untuk kelas ini. Oleh karena itu saya mulai melakukan penelitian mengenai kelas-kelas ini. Saya mengobservasi lagi bagaimana jika guru lain mengajar di kelas-kelas ini. Ternyata saya melihat kelas yang berbeda dengan kelas yang saya lihat ketika mengajar, mereka diam dan diamnya itu adalah diam tidak bersemangat. Memang sesekali ada saja anak-anak yang mengobrol dengan teman sebangkunya tetapi kemudian dengan cepat mereka langsung terdiam, kenapa mereka langsung cepat diam?karena sang guru menempeleng anak yang menjadi sumber keributan. Mungkin saya bisa saja menguasai kelas dengan bertindak secara diktator dengan menyuruh mereka diam dan bertindak keras alias menempeleng bin menjambak jika ada yang melanggar. Namun, saya tidak memilih cara seperti itu... its simply not my style. Arti menguasai kelas bagi saya adalah saya menguasai hati mereka dan enjoy belajar dengan saya. Sounds impossible?...nope! saya yakin bisa merebut hati mereka dan menginspirasi mereka, dengan catatan saya harus berusaha terjun lebih dalam dengan dunia mereka. Mungkin saya akan sering bermain ke rumah anak-anak yang belum bisa saya kuasai agar mengetahui bagaimana latar belakangnya dan juga untuk mendekatkan diri dengan mereka. Menguasai kelas-kelas yang belum saya kuasai...yes it still on going, saya mungkin belum menemukan resep yang tepat sekarang tetapi semoga saya bisa mencapainya. I will make a good school and then...great school !! The ultimate measure of a man is not where he stands in moments of comfort, but where he stands at times of challenge and controversy –Martin Luther King Jr-

Cerita Lainnya

Lihat Semua