Hujan datang... sekolah sepi
Yuriza Primantara 22 Januari 2011
Hujan deras semalaman di desa Jayamurni, esok saya akan mengajar anak-anak smp. Saya akan mengajar di SMP samping SD, ya namanya juga sekolah satu atap. Saya mendapat kesempatan itu karena kebetulan ada guru yang cuti melahirkan dan kebetulan yang kedua: saya belum punya jadwal mengajar di hari jumat. Saya diberi kehormatan mengajar bidang studi IPA, bidang studi kesukaan saya saat masih sd dan lama kelamaan berubah menjadi momok seiring dengan munculnya nama “fisika”. Entah kenapa saat ini justru saya seperti penasaran dengan fisika, sepertinya menyenangkan membuat otak saya tersiksa untuk berpikir. Semakin dewasa (atau semakin tua) saya banyak mendapat inspirasi dari buku-buku bacaan (jangan salah..saya hobi baca buku loh, ya minimal sampulnya aja) dimana menunjukkan betapa pentingnya peran para fisikawan untuk mengubah muka dunia. Sebut saja penemuan bom atom yang merupakan hasil dari penelitian mengenai reaksi fusi dan fisi atom (kalo ga salah) yang kemudian menghentikan semangat bushido negara Jepang dan juga pertanda mulainya hegemoni Amerika Serikat dan aliansinya. Ilmu pengetahuan atau yang saya maksudkan di sini adalah fisika dan sains, ternyata sangat mahal harganya. Transformasi peradaban manusia yang ditangkap oleh catatan-catatan sejarah manusia dari dahulu hingga sekarang memperlihatkan secara gamblang kepada para pembacanya bahwa pengetahuan dapat mengubah kehidupan.
Seandainya saja saya punya pengetahuan seperti yang saya miliki sekarang saat SD, pasti saya sudah menjadi einstein muda dari bantarjati...oke wake up guys! (dan kenapa harus bantarjati?). Tapi segala hal yang menyangkut fisika tadi akhirnya tidak nyambung dengan apa yang saya ajarkan besok, karena besok saya mengajar biologi (sing...).
Biologi bukanlah mata pelajaran yang favorit bagi saya dan juga bukan mata pelajaran yang saya benci. Materi yang akan saya ajarkan besok adalah tentang organisme tumbuhan, sumber ajarnya didapat dari buku smp yang direkomendasikan oleh rekan guru di smp. Hehe... semalaman saya kudu kenalan lagi dengan yang namanya jaringan palisade, spons, kambium, dan sebangsanya. Saya menyusun RPP smp yang tidak berpedoman pada panduan RPP, ya setidaknya saya tahu si murid akan saya ajarkan apa dan mereka akan mendapatkan apa saat selesai pelajaran. Dan realita esok hari saya harus mengajar IPA selama 4 jam pelajaran , menjadi pertimbangan saya untuk mengatur flow mengajar esok hari. Saya mengajar selama 4 jam pelajaran adalah akibat dari pertukaran pelajaran, jadi pelajaran IPA di hari selasa diganti dengan IPS dan dialihkan ke hari jumat.
Keesokan harinya
Pagi hari, udara dingin menyelimuti desa Jayamurni, tanah masih becek dan terlihat genangan air di jalan. Ini merupakan kali pertama hujan semalaman semenjak saya di sini. Jalan di desa Jayamurni yang murni tanah dengan permukaan tidak rata dan nyaris tidak berbentuk, dan jika terkena hujan semalaman maka bisa dibayangkan adonan seperti apa yang akan tercipta. Jalan seperti ini bisa membuat pengguna motor turun naik kendaraannya untuk melepaskan diri dari jebakan adonan jalan. Dengan keadaan seperti itu, walhasil saya memakai sepatu boot untuk berangkat ke sekolah dan juga tidak lupa membawa payung karena hujan belum reda walau hanya gerimis.
Selama saya berjalan kaki saya mengalami perasaan yang berbeda, biasanya selalu ada anak-anak SD yang lebih dulu jalan di depan saya dan bercanda tawa sepanjang jalan, kali ini sepi. Ketika saya tiba di sekolah pun saya hanya mendapatkan beberapa anak yang sudah datang ke sekolah. Suasana di kantor guru pun sepi bahkan sampai jam mulai sekolah pun hanya ada saya dan Pak Marno. Saya melihat anak-anak SD dan SMP sedikit demi sedikit berdatangan walaupun tidak banyak.
Sudah hampir jam 8 lonceng pertanda masuk kelas belum dibunyikan, sudah lewat beberapa menit dari waktu seharusnya, saya dan Pak Marno masih menunggu guru-guru untuk datang. Sebenarnya saya ingin sekali membunyikan lonceng itu tapi tampaknya terlalu cepat jika saya lakukan itu saat ini, saya baru beberapa minggu di sekolah ini. Pak Ngadiran, sang wakil kepala sekolah datang mengganjili jumlah guru menjadi tiga serangkai. “wesslah, dipulangkan saja anak-anak” kata Pak Ngadiran, kata-kata itu terdengar oleh saya dan seketika itu pun saya langsung berpikir. Saya berpikir tentang anak-anak yang sudah datang ke sekolah, yang sudah berjalan kaki melewati adonan jalan yang tak wajar, bahkan sambil kebasahan karena hujan. Saya kemudian berkata pada Pak Ngadiran “Pak, sebaiknya jangan dulu dipulangkan, kasihan anak-anak yang sudah datang, kita coba dulu saja ngajar” mendengar saya berkata seperti itu, Pak Ngadiran terdiam sejenak, dan untungnya dia setuju dengan usul saya “Alhamdulillah” dalam hati saya bersyukur.
Saya kemudian bergegas masuk ke kelas, sepersekian detik setelah lonceng masuk dibunyikan (beuh cepat amat yak). Ketika saya berjalan menuju kelas, saya meyakinkan diri bahwa hari ini saya tidak masuk kelas yang berisi anak-anak lucu berpakaian putih merah melainkan anak-anak tanggung berseragam putih biru. Maka dari itu dari kemarin malam pun saya menyiapkan diri untuk mengajar anak kelas 2 SMP ini, saya menyusun strategi mengajar yang pastinya berbeda dengan gaya saya mengajar SD. Tak mungkin saya mengajar dengan muka cengengesan seperti saya mengajar anak kelas 3 SD, bisa-bisa dengan pemikiran transisi mereka, muka cengengesan saya bisa disalahartikan. Apalagi selama saya di sekolah ini, saya sering menjadi target operasi siulan anak-anak perempuan di SMP, setiap saya datang ke sekolah atau berjalan menuju kantor cukup sering ada suara-suara menyerupai siulan dan juga menyerupai sule yaitu “Prikitiew”. Cukup menganggu apalagi status saya di sini sebagai guru mereka dan akan sangat menganggu jika suara siulan itu keluar dari mulut anak-anak yang berjakun, untungnya itu tidak terjadi (atau mungkin belum?god nooo).
Sekarang saya berada di depan pintu kelas anak-anak iseng itu, dalam hati saya mensugestikan diri, kalau saya harus bersikap tegas dan jangan sampai kalah oleh mereka! sambil mengikatkan ikat kepala (apa sih..). Saya masuk kelas, dan hanya mendapati jumlah mereka yang hadir sangat sedikit. Perkataan pertama saya untuk mereka selain mengonfirmasi pelajaran yang diajarkan, adalah pertanyaan apakah mereka masih mau belajar hari ini, mengingat teman-teman mereka yang tidak datang banyak dan belum lagi anak kelas 1 dan 3 yang bermain di luar kelas karena tidak ada gurunya. Dan mereka dengan kompak menyahut “belajar paaak!!” mendengar jawaban dari mereka, saya cukup senang melihat semangat mereka, ya..walaupun mereka semangat tapi saya masih “cukup senang” belum “senang” apalagi “sangat senang” karena saya masih kesal dengan keisengan mereka. Saya memulai pelajaran dengan mengabsen terlebih dahulu, kemudian setelah selesai mengabsen saya iseng bertanya “loh, sule ga masuk ya?” anak-anak itu terdiam sejenak kemudian berkasak kusuk kebingungan “ga ada pak yang namanya sule” kata salah satu diantara mereka “kalo begitu siapa yang sering teriak prikitiew dong?” lanjut saya. Mendengar itu mereka langsung malu, terutama anak-anak perempuan mereka tertunduk sambil tangannya saling menunjuk satu sama lain. Saya tertawa dalam hati, jangan macam-macam lo ke guee haha.
Saya memulai mengajar biologi dengan mereview sebentar dan kemudian masuk pelan-pelan ke materi yang akan diajarkan, tentunya dengan gaya yang lebih cool dan tegas. Saya memulai dengan pengenalan konsep organisme dengan menganalogikannya dengan kehidupan sehari-hari. Melihat saya mengajar sepertinya anak-anak seperti melihat sesuatu yang baru, terlihat dari mata dan reaksinya. Ketika saya memberitahu bahwa di dunia ini terdapat banyak macam tumbuhan dan bahwa manusia dan tumbuhan memiliki kesamaan, yaitu sama-sama organisme yang terdiri dari sistem organ dan sel, dan fakta-fakta unik tentang tumbuhan di dunia, mereka sesekali memperlihatkan reaksi terkejut dan terkesima. Dan untuk diketahui, momen melihat muka terkesima anak-anak yang diajar adalah priceless!!
Dengan adanya momen tadi seketika suasana hati saya berubah dan berpengaruh pada gaya mengajar saya yang kian terbuka, yang awalnya saya menganggap mereka seolah-olah musuh yang harus dikalahkan kini berganti menjadi anak-anak polos yang harus saya beri inspirasi. Mengajar 4 jam pelajaran seolah-olah tidak terasa lama, saya sendiri tidak mengerti mengapa seperti itu, saya di dalam kelas ini seolah-olah seperti melakukan permainan melempar dan menangkap bola, dan saya melakukannya dengan enjoy. Pelajaran pun usai, tidak diakhiri dengan bel karena yang lain sudah lebih dulu pulang, kelas saya bubarkan. Sesaat saya keluar kelas, tiba-tiba saya mendengar suara-suara yang memanggil nama saya. “Pak Rizaaa, ayo ulang dong paak” begitu suara yang terdengar, dan pemilik suara itu adalah anak-anak kelas 6, mereka ternyata belum pulang, mereka bahkan menunggu saya selesai mengajar SMP, mereka ingin diulang (bahasa sininya diajar) oleh saya.
Saya tersenyum, terdiam... kemudian menyahut pada mereka dengan lantang “Iya anak-anak, ayo bapak ulang! Ayo kita masuk kelas!” dan mereka pun menyambut senang “Yeees”. Saya tidak merasakan capek, walaupun belum sempat istirahat. Bagi saya saat ini adalah saya mesti menyenangkan mereka, kehadiran mereka dan semangat mereka harus mendapat balasan yang setimpal, saya harus membalasnya dengan mengajar secara on fireeee. Semangat anak-anak itu harus diganjar dengan membuat mereka senang dan terkesima oleh pelajaran yang saya berikan. Karena sekali lagi bagi saya, momen melihat muka mereka terkesima sungguh tidak ternilai, ada kepuasan batin . Seolah-olah saya berhasil memberikan inspirasi untuk mereka.
PS:
Sesuai dengan tagline Indonesia Mengajar, setahun mengajar seumur hidup menginspirasi, mungkin indikator kita bisa tahu anak-anak itu terinspirasi oleh kita atau tidak, adalah dengan melihat mereka berhasil melewati ujian dengan baik atau bisa juga mereka berhasil menjadi orang yang sukses. Namun, itu perlu waktu yang lama, dan belum tentu kita bisa melihatnya. Bagi saya ada indikator menginspirasi bisa diketahui di dalam kelas dan pada saat mengajar..yaitu muka terkesima dan antusias mereka.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda