info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Hari Guru

Yuriza Primantara 22 Januari 2011
Peringatan hari guru di kecamatan Gunung Agung kali ini dimeriahkan dalam waktu dua hari. H-1 ada acara jalan sehat dan hari H-nya upacara peringatan, keduanya sama-sama dilakukan di kecamatan yang letaknya di SP 1, sekitar 7 kilo dari my village. Untuk acara jalan sehat, pasukan guru dari Jayamurni diberikan kaos training yang seragam dari kepala sekolah, saya juga (alhamdulillah) kebagian, ya walaupun jatah untuk komite sekolah harus berkurang satu. Saya dan Don Marno pagi-pagi buta  sudah siap-siap untuk pergi ke kecamatan karena kata pak kepsek, jam setengah 7 sudah mulai acaranya. Walaupun menurut Pak Marno hal itu mustahil karena ia yakin para guru akan memakai jam karet tetapi walaupun begitu ,toh ia tetap mengajak saya untuk pergi pagi mengejar waktu yang ditentukan. Acara jalan pagi juga saya gunakan untuk kumpul dengan teman-teman sektor GA, si Rusday, Asti buebek, Nila, dan pangeran Hasan. Motor pak Marno digeber dengan kecepatan 180 km/jam (maksudnya dengan kencang) dan melewati trek off road yang aduhai, saya yang dibonceng merasakan disko darurat di bagian bokong, ya lumayan untuk senam bokong. Saat kami sampai di TKP, kami hanya melihat pemandangan rerumputan yang kosong, tidak ada itu yang namanya guru pake baju training mau olahraga. Saya dan Pak Marno berpikir mungkin bukan ini tempatnya, tapi kemarin Pak kepsek bilang kalau start jalan sehatnya memang di kecamatan. Akhirnya kami coba menunggu di warung Mbah Jono. Setelah satu dasawarsa lewat barulah datang gerombolan guru-guru dari berbagai sekolah yang ada di Gunung Agung. Teman-teman PM saya juga pada datang, dan kami saling mengenalkan rekan guru masing-masing. Yak, akhirnya pistol ditembak oleh Pak Camat (sebenarnya cuma bendera yang diangkat) pertanda jalan sehat dimulai. Jalan sehat yang tidak sehat ini dimulai pukul setengah 11 siang dengan rute sepanjang 2 kilo melewati jalan-jalan yang sudah berdebu, seharusnya judul acara ini sudah digugat. Padahal saya melihat justru anak-anak sekolah yang juga jadi peserta jalan sehat malah datang lebih dulu dibanding orang-orang yang harusnya jadi role model ini. Entah mereka menganggap acara ini tidak penting atau ada alasan lainnya, yang jelas guru-guru yang telat sudah mengurangi esensi dari acara ini. Saya tidak ingin menyalahi mereka sepenuhnya, kebutuhan rumah tangga mereka tentunya harus juga dipenuhi. Untuk menambah pendapatan, para guru juga banyak yang memiliki pekerjaan selain mengajar. Menderes, ya itulah kegiatan mayoritas penduduk di sini tak terkecuali guru sebagai konsekuensi pemandangan Tulang Bawang Barat yang dihiasi oleh hutan karet.  Kegiatan menderes, nama populer setempat dari menyadap karet, dilakukan guru-guru biasanya saat pagi buta. Jika guru-guru di kota masih nyaman dengan selimutnya dan asyik bermimpi kenaikan gaji, guru-guru di sini sudah meninggalkan tempat tidurnya mengambil arit dan meluncur ke kebon karet. Pulang dari kebon karet, matahari sudah genit mengintip di langit, makanya di sekolah saya bahkan 15 menit sebelum jam masuk guru-guru baru beberapa yang nongol. Ini juga yang hampir mirip dengan bapak angkatku alami. Pak Marno memiliki kegiatan sampingan mengurus sawah dan ladang. Namun, Pak Marno tidak pergi ke sawah pagi-pagi buta, ia mengurus sawah saat siang hari jadi ia tidak kesiangan untuk mengajar di pagi hari. Namun tidak saat hari guru kemarin, Pak Marno memilih berkeringat untuk pergi mengunjungi anaknya dan kemudian nyawah. Hari guru mungkin hanya kegiatan upacara rutin yang tidak memberikan perbedaan apa-apa buatnya dan mungkin buat guru lainnya. Sementara Pak Marno pergi, saya di rumah menunggu Pak Ngadiran untuk pergi ke upacara hari guru di kecamatan. Ditunggu lama bapak guru matematika itu belum muncul juga sampai akhirnya henpon saya berbunyi. Pak Ngadiran bilang dia masih di kebon karet dan nanti akan menjemput saya, kalau misalnya kesiangan, dia bilang ga usah upacara lebih baik langsung saja ke Way Kenanga. Kebetulan memang saya akan ke Way Kenanga memberi kejutan bareng PM lainnya untuk si penyair gila yang ulang tahun, Asril aka Aril tanpa e. Yak tepat pukul setengah 11 Pak Ngadiran pun datang, upacara hari guru sudah lewat, saya resmi tidak datang. Hari guru saya di desa lewat begitu saja dan saya tidak atau belum memberikan penghargaan untuk mereka, guru-guru Jayamurni. Saya kehilangan momen hari guru, benar-benar menyesal saya belum berbuat apa-apa. Penyesalan ini akan saya ingat, suatu hari nanti saya akan memberikan mereka penghargaan mungkin bukan di hari guru. Saya ingin membuat mereka spesial dan dihargai tidak hanya di hari guru, bagaimana caranya?hmm saya pikir dulu ya, ada ide?hehe.. Sebenarnya saya punya beberapa misi yang akan saya lakukan di sini, misi ini saya kelompokkan menjadi misi pribadi dan misi tim. Misi-misi ini saya harapkan sesuai dengan 4 dimensi yang diarahkan oleh Indonesia Mengajar, yaitu kurikuler, ekstrakurikuler, advokasi pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat. Saya mulai dari misi tim, ada beberapa misi yang ingin saya capai yang bisa dilakukan di tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten. Untuk misi tim dalam rangka pembelajaran masyarakat saya ingin mengembangkan potensi pemuda yang ada di desa dan kecamatan yang kami diami. Berdasarkan observasi dan wawancara beberapa tokoh masyarakat, pemuda di desa saya kurang terkoordinasikan dan hanya ingin enaknya saja. Beberapa rancangan program yang terpikir oleh saya adalah mengadakan pelatihan softskill kepada pemuda-pemuda tersebut dengan memanfaatkan wadah karang taruna yang sudah ada namun keadaannya seperti hidup segan mati pun tak mau. Kemudian untuk mengisi hari-hari mereka agar lebih produktif, mereka diberi kegiatan menjadi panitia saat diadakan acara di tingkat desa atau kecamatan. Selain pemuda, saya ingin berkontribusi juga pada pembangunan desa, yaitu memberikan penyuluhan melakukan musyawarah pembangunan desa yang baik dan efektif. Dalam sistem pembangunan nasional saat ini dengan mengacu pada salah satunya prinsip bottom-up, maka masyarakat pun berhak untuk memberikan aspirasinya terkait pembangunan. Wadah aspirasinya adalah musyawarah, oleh karena itu agar proses aspirasi berjalan baik dan aspirasi yang dikeluarkan berkualitas maka perlu diadakan penyuluhan. Dan masih mengenai pembangunan, saya juga ingin memanfaatkan keberadaan PNPM sebagai ajang menggairahkan kembali budaya gotong royong yang saat ini meredup di desa. Misi tim untuk advokasi pendidikan juga berdasarkan skala desa, kecamatan, dan kabupaten. Untuk tingkat desa, saya ingin mengadakan sharing dan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan, dan yang menjadi targetnya adalah orang tua yang masih memiliki anak yang bersekolah. Fenomena putus sekolah di desa saya dan di Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah karena rendahnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan. Sejak booming pohon karet, pendapatan per kapita penduduk pun bisa dikatakan meningkat, tetapi tidak diiringi dengan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Karena hidup sudah cukup nyaman, orang tua lebih banyak menyuruh anaknya untuk menderes di kebon karet. Pandangan mereka hanya terbatas untuk saat ini saja, belum melihat secara jangka panjang, mereka belum menyadari bahwa pendidikan sangat penting untuk membuat anak mereka survive ke depannya. Mungkin saat ini mereka tertolong dengan adanya kebon karet tetapi masa depan adalah misteri, siapa tahu kebon karet yang luas ini bisa saja hilang dalam sekejap, jika anak-anak ini dibekali dengan pendidikan maka pasti mereka akan menggunakan pemikiran kritisnya agar tetap survive dan mungkin menemukan sumber usaha yang baru menggantikan usaha kebon karet. Atau malah dengan pendidikan, akan lahir inovasi-inovasi dalam produksi karet, ya siapa tahu.. . Di tingkat kecamatan dan kabupaten saya ingin berbagi inspirasi dengan anak-anak SMA untuk tetap melanjutkan kuliah dan membuka mata mereka tentang luasnya kesempatan untuk meraih pendidikan tinggi. Misi pribadi saya yaitu seputar sekolah dan kehidupan sehari-hari saya sebagai individu. Untuk sekolah saya ingin menciptakan sekolah dengan anak-anak yang semangat. Caranya adalah dengan menggiatkan kegiatan ekstrakurikuler seperti sains club, olahraga, pramuka, perpustakaan, dan tim mading. Aspek kurikuler pun coba saya variasikan dengan memanfaatkan keunggulan alam di desa yang jarang ditemui di kota, saya akan mengajak anak-anak untuk berjalan dan mengamati alam terutama pelajaran IPA dan berdendang bersama menyanyikan lagu-lagu inspiratif. Untuk mendukung penerimaan anak-anak dalam belajar dan juga upaya untuk mendekatkan dengan mereka, saya ingin membentuk kelompok belajar di rumah yang akan saya kontrol, sekalian saya bermain ke rumah mereka dan mengenal keluarga mereka. Di akhir tahun saya ingin sudah mempunyai list nama-nama anak yang berpotensi beserta dengan jenis keunggulan mereka. Misi pribadi saya yang lain adalah ingin membuat jurnal penelitian mengenai potensi ekonomi lokal Kabupaten Tulang Bawang Barat, judul masih digodok semoga saja rampung saat saya pergi dari desa ini. Misi-misi tadi adalah yang Insya Allah akan saya lakukan selama setahun ke depan atau bisa disebut rencana satu tahun ke depan. Dan untuk rencana 5 tahun ke depan sementara ini masih harus dipikirkan secara matang dan dikomunikasikan dengan stakeholder-stakeholder. Mengapa 5 tahun?karena Indonesia Mengajar akan berada di daerah ini selama 5 tahun ke depan. Memang sampai saat ini belum ada grand desain yang ditetapkan atau malah belum ada diskusi mengenai grand desain 5 tahun ke depan selama kami training. Mungkin Indonesia Mengajar memberi kebebasan seluas-luasnya dan yang terpenting adalah melunasi janji-janji kemerdekaan. Saya nggak tahu apa yang terjadi setahun ke depan, yang jelas saya akan enjoy setiap waktunya, amiin If you want to be happy, be –Leo Tolstoy

Cerita Lainnya

Lihat Semua