Hormat Grak!

Yuri Alfa Centauri 3 Desember 2011

“Saya mau mencari ikan dulu ya!”, ucap seorang guru kepada saya seusai sekolah. Bukan mencari ikan dipasar dan kemudian dibelinya, tetapi dia pergi ke pantai berbatu setiap siang sampai sore hari, “mengail” ikan, hal ini dilakukanya untuk memenuhi kebutuhan lauk pauk sehari-hari, untuk makanan di pagi, siang dan malam. Untuk apa bersusah payah mencari ikan?

Guru muda ini sudah memiliki keluarga, yakni istri dan seorang anak yang tinggal jauh darinya, dipulau dan kabupaten yang berbeda, penghasilannya dihemat, agar uang yang didapatnya dapat dikirim kepada istrinya dirumah, dan sebagian disisihkan untuk ditabung guna bersekolah anaknya kelak, dia sukarela bersusah payah di siang hari dibawah terik matahari mencari seekor ikan di pesisir pulau Matutuang dan dipagi hari mengajar di sekolah.

Lain lagi dengan ibu guru berumur 60 tahun yang dengan ikhlas menjadi pengajar sukarelawan, tetap ingin mengabdi walaupun telah pensiun, karena beliau mengerti bagaimana kondisi sekolah yang kekurangan pendidik. Tempat tinggal beliau sebenarnya ada dipulau yang jauhnya 5 sampai 6 jam menggunakan pumpboat, di Pulau Tinakareng, daerah yang lebih dekat dengan kota kabupaten, tetapi rela tinggal di pulau yang lebih terpencil, padahal beliau sudah dapat hidup tentram didaerah asalnya bersama keluarga. Bahkan ada sekolah swasta di tempat asalnya yang menawarinya untuk mengajar disana dan dijanjikan dengan kompensasi yang bagus, tetapi ibu tidak mau dan rela tinggal di pulau Matutuang.

Siapa bilang bahwa tidak ada guru yang luar biasa di daerah, mereka membuktikan bahwa pengorbanan menjadi pengajar di pulau yang kekurangan guru merupakan sebuah perjuangan untuk memajukan generasi penerus bangsa, tidak perduli asal muasal, agama, dan ekonomi anak didiknya seperti apa, tanpa perduli berapa besar yang didapatkan, yang terpenting bagi mereka adalah menjadi pendidik bagi mereka yang membutuhkan, untuk tempat-tempat yang kekurangan pengajar.

Keinginan tersebut terpatri  dalam hati mereka kuat-kuat, “PADAMU NEGERI!” sang ibu selalu bilang, apapun resikonya dia tempuh demi pulau kecil dan anak-anaknya yang polos dan damai ini. Ternyata banyak pahlawan “tak bernama” yang mau berkorban demi nusa bangsa. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik bagi mereka.

“Hormaaat Graaak!”, untukmu para Guru.

Yuri Alfa Centauri, Pulau Matutuang, 6 November 2011


Cerita Lainnya

Lihat Semua