info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Welcome to The Jungle, Welcome to The Sea! (Part 1)

Yunita Fransisca 15 November 2010

Sudah beberapa hari ini saya tiba di Paser, Kalimantan Timur. Belum sempat saya bercerita bagaimana perjalanan yang saya tempuh bersama teman-teman untuk tiba di Paser. Maklum, perjalanan darat dan laut kami cukup memakan waktu dan tenaga. Belum lagi harus berbagi waktu dengan keluarga dan tetangga baru. Baiklah, berikut laporan saya mengenai perjalanan tim Tengkorak Gaul menjelajah bumi Paser...

Rabu, 10 November 2010. Pertama kalinya saya menjejakkan kaki di tanah Borneo. Tidak pernah sekali  pun dalam bayangan saya bahwa suatu hari nanti dalam hidup, saya akan berkunjung ke pulau yang kaya akan budaya dan alamnya ini. Kedatangan kami di Balikpapan disambut oleh hujan yang lumayan deras. Saya sempat agak khawatir ketika pesawat yang saya tumpangi harus berusaha melawan deras hujan dan kencangnya angin yang sempat membuat pesawat mengalami turbulensi. Alhamdulillah kami tiba dengan selamat. Ketakutan tersebut tidak membuat saya surut memasang senyum untuk menyambut hujan. Semoga hujan ini menjadi penanda bahwa Allah memberkahi kedatangan dan perjalanan hidup kami selama satu tahun di Paser, amiiin.

Setelah sempat makan siang di suatu mall *maaf saya lupa namanya* dan singgah ke toko buku, kami meninggalkan Balikpapan bergegas menuju Tanah Grogot, ibu kota Kabupaten Paser. Dengan menggunakan bus milik Pramuka, kami menempuh perjalanan sekitar 5 jam untuk tiba di Grogot, termasuk jalur laut (kami menggunakan feri) dan darat. Jalan yang kami lalui umumnya diaspal rata dan bagus. Jauhnya perjalanan membuat kami jatuh tertidur berkali-kali serta bangun berkali-kali, tetapi tetap tidak sampai juga :D Kami akhirnya tiba di Grogot pukul 8 malam. Ya Tuhan, lapaaar sekali perut ini. Untungnya, perjalanan kami ke restoran yang telah menyediakan makan malam untuk kami, tidak jauh. Sampai di restoran, kami pun langsung melahap aneka hidangan laut dan darat. Kenyaaang :9 Setelah makan, kami pun diantar menuju pendopo Kabupaten Paser untuk istirahat. Tiba di pendopo, kelelahan kami terbayar sudah. Tempat tidur yang nyaman, AC di hampir setiap ruangan (ternyata Kalimantan benar panas hehehe), dan sofa yang nyaman. Semua pun tidur lelap malam itu.

Kamis, 11 November 2010. Saya mengintip dengan malas jam tangan yang saya kenakan. Jreeeeennggg! Sudah pukul 7 lewat. Padahal kami sudah harus sarapan pukul 7.30. Pagi itu rencananya kami akan bertemu Muspida, aparat Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Kepala Desa, dan orang tua asuh. Setelah membersihkan diri dan sarapan ekspres, kami segera ke gedung sebelah Pendopo untuk memperkenalkan diri kepada jajaran yang telah disebutkan di atas. Kedatangan kami disambut dengan ramah oleh para jajaran tersebut. Benar dikatakan moto kota ini: Paser Buen Kesong~ Paser Berhati Baik. Ketika kami semua dipanggil maju untuk memperkenalkan diri, saya (sebagai orang terakhir maju karena berhuruf depan Y) mendengar bisik-bisik para ibu yang menyebutkan bahwa semoga kami betah berada di sini dan bertemu dengan calon mertua di sini. Well, here it goes :))

Singkat cerita, kami pun dititipkan secara simbolis oleh Bu Yundri, manajer asesmen IM, kepada seluruh pihak yang kami temui. Setelah acara tersebut, kami pun mengambil dan mengantarkan koper dan tas berat kami (berkelana selama setahun ke pelosok, terbayang bagaimana bawaannya? ;)) ke rumah masing-masing. Pertama kali yang diantar adalah Diah. Ia ditempatkan di Desa Rantau Panjang. Ia akan tinggal bersama Kepala Desa. Entah kebetulan atau disengaja, Pak Kades merenovasi rumahnya dan membuat kamar untuk Diah serta memperbaiki kamar mandinya. Di kamar Diah pun telah disediakan spring bed dan lemari baru. Wah, beruntungnya Diah. Saya jadi membayangkan, seperti apa ya rumah baru saya nanti? Berhubung sedang direnovasi, Diah sementara ini tinggal di rumah kakak Kepala Desa. Rumahnya panggung, di sekitar rawa kecil. Letaknya bersebelahan dengan Kepala Desa. Sabar ya Diah, sebentar lagi dirimu akan menempati kamarmu sendiri :)

Tujuan berikutnya adalah rumah Zaki. Masih di Rantau Panjang, sekian kilometer dari rumah Diah, Zaki tinggal di rumah mungil yang terbuat dari kayu dan dihuni oleh keluarga dengan 2 orang putri. Ibu asuh Zaki adalah seorang bidan di tempat yang jaraknya lumayan jauh dari rumah dan masih kuliah. Zaki mendapatkan fasilitas berupa meja belajar baru  di kamarnya. Tampaknya keluarga ini, terutama sang Ibu, akan cocok dengan Zaki, mengingat Zaki adalah sosok cum lauder yang rajin, giat, dan bersemangat mengajar.

Berikutnya, kami mengantar Mutia. Benar seperti yang dikatakan Bu Yundri dan asisten FasKab kami, Mas Imran: Mutia harus belajar mendayung. Rumahnyaberbentuk panggung karena terletak di tepi sungai *bayangkan halaman rumah Mutia adalah Sungai Kandilo*. Untuk menyebrang, dibutuhkan perahu ting-ting * mirip-mirip yacht bentuknya*. Saya yakin Mutia akan jadi wanita yang setahun lagi saya berikan empat jempol karena bisa mengemudikan perahu sendiri :)) Ayah asuh Mutia adalah Kepala Desa, sedangkan Ibu asuhnya adalah pembuat kue basah. Ya ampun, untung bukan saya yang tinggal di sana. Kakak asuh Mutia juga pembuat kue, spesialis kue kering. Choco chip buatannya luar biasa enaaaakkk :9 Kami banyak menculik kue-kue kering di rumah Mutia hehhehe.

Rumah selanjutnya yang kami datangi adalah rumah Nissa. Rumah dengan warna-warni terang seperti rumah Barbie di sekitar perkebunan sawit. Nissa mendapat kamar sendiri. Nissa tinggal dengan seorang  guru TK yang usianya sama dengan Nissa dan telah memiliki anak. Ibunya sama seperti Nissa, sedikit tomboi. Ayah asuh Nissa melaut. Saya tidak tahu persis apa pekerjaannya. Lumayan jauh dari rumah Nissa adalah SD tempat Nissa mengajar. Wow, bangunan sekolahnya bagus sekali dibandingkan sekolah-sekolah lain yang saya temui selama di Paser. Semoga Nissa segera merasa hommy di tempat keluarga barunya.

Perjalanan selanjutnya menuju rumah saya yang berjarak ± 5km dari rumah Nissa, dimana kanan kiri jalan terdapat perkebunan sawit. Saya cukup deg-degan menanti seperti apa rumah saya nanti. Dari jalan utama, terdapat sebuah jalan bernama Jalan Semboja. Tidak jauh dari mulut jalan tersebut, mobil kami belok ke arah kiri, dan taraaaaaa..... Tebak apa yang kami temukan?  MINIMARKET yang cukup besar. Saya pun bersorak sorai. Ya Allah, terima kasih. Paling tidak saya bisa menemukan barang-barang dari peradaban di sini *berlebihan*. Teman-teman saya juga ikut bersorak. Maklum, di antara semua, saya paling suka jajan :) Tidak jauh melewati minimarket, mobil kami berhenti. Tampak sebelah kiri kami sebiah rumah mungil berwarna pink dengan banyak tanaman hias di luarnya. Alhamdulillah :) Kami disambut orang tua asuh saya. Seorang karyawan dan guru di SD tempat saya mengajar, itulah profesi ayah dan ibu asuh saya. Sebuah keluarga Jawa beranak dua, satu sekolah di Malang, satu lagi masih kelas 3 di sekolah dekat rumah baru saya. Mereka sangat welcome. Semoga saya kerasan selama satu tahun di sini dan menambah zona nyaman saya di luar P.Jawa, amiin :)

Setelah menaruh barang-barang di rumah saya, mobil pun bergegas ke rumah Nova. Di antara semua yang telah kami lalui hari itu, jalan menuju rumah Nova paling off road, gelap pula. Setelah masuk begitu dalam *bahkan jauh dari sekolah tempat Nova mengajar* tibalah kami di sebuah rumah sederhana. Dibandingkan dengan rumah-rumah sebelumnya, grafik langsung turun. Rumah Nova memiliki kamar mandi yang tidak beratap dan berpintu. Hosh. Rumahnya pun begitu kecil, saya tidak tahu Nova harus tidur dimana. Wajah Nova mulai panik. Sinyal di rumah tersebut 'zero', perlu keluar ke halaman rumah agar mendapat sinyal. Keadaan ini membuat pada akhirnya Nova dicarikan tempat tinggal baru dan sementara tinggal di hotel.

Terakhir, perjalan ke rumah Kak Jaim. Berlumpur (karena baru saja hujan), gelap, jauh dari tempat Nova dan sekolah. Lengkap sudah begitu kami tiba di rumah Kak Jaim, terlihat bahwa rumah tersebut sangat sederhana. Kamar mandinya sangat gelap. Saya serba salah berbicara dengan Kak Jaim saat itu. Walaupun keterbatasan fisik rumah, keluarga Kak Jaim sangat ramah. Ibu, ayah, dan adik-adik asuhnya terlihat menyenangkan. Sabar ya Kak Jaim, semoga keluarga ini dapat membuat kakak kerasan dan melupakan keterbatasan fisik rumah.

Perjalanan kami pun berlanjut ke pendopo. Jalan yang kami tempuh dari rumah Kak Jaim saat itu gelap dan berlumpur karena hujan. Salah satu mobil rombongan kami pun slip.saya tidak membayangkan bila harus sendirian mengemudikan mobil atau motor sendiri di malam hari melewati tempat ini ketika jalan berlumpur. Untungnya, mobil tersebut berhasil ditarik dan selamat. *SIGH*

Perjalanan dilanjutkan dalam diam (semua sibuk dengan pikiran masing-masing dan kelelahan), lalu ditutup dengan makan malam di tepi Sungai Kandilo dan sharing di pendopo.

bagaimana kisah keempat orang teman saya yang bertugas di pesisir? Nantikan kisahnya di part 2 :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua