info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

ternyata begini rasanya...

Yunita Fransisca 1 Desember 2010
Ternyata begini ya rasanya dinantikan. Ketika sedang berjalan dan bertemu dengan murid-muridmu, mereka berebut bertanya, “Ibu, kapan Ibu masuk ke kelas 6? Ibu, kelas 4 nya kapan? Ibu, kelas 3 besok kan Bu ya?”. Ternyata begini rasanya dihargai. Ketika datang ke kelas dan menyapa murid-muridmu dengan salam, semua membalas dengan penuh semangat dan bertanya, “Ibu, sekarang Ibu mengajar kah?”. Ketika dirimu mengangguk dan tersenyum, mereka pun berteriak “Yes, yes, yes!” Ternyata begini rasanya ketika orang lain antusias dengan apa yang kau sampaikan. Ketika kau bertanya, “Ayo, siapa pemberani yang mau maju ke depan untuk mencoba jawab?”. Terdengar sahutan riuh, “Bu, kalo nanti salah bagaimana Bu? Bu, kalau saya tahunya bahasa inggris kamar saja, boleh ndak Bu? Bu, saya tahu yang nomor 4, boleh maju sekarang kah Bu?”. Dengan terburu-buru dirimu pun menjawab, “Ingat kata-kata Ibu kan? Tidak boleh takut saaaaa…..(“…laaaaahhhh” jawab mereka kompak)! Boleh salah kalau belajar? (“boleeeeeehhhh….” Teriak mereka). Ayo maju saja, tidak akan Ibu hukum kalau salah. Yang penting berani. Ayo, yang sudah tahu maju saja dulu! Terserah mau nomor berapa. Ibu punya beberapa spidol di sini.” Dan kemudian kelas pun ramai dengan teriakan, “Ibu, saya mau maju! Ibu, saya yang nomor lima ya, Bu! Ibu, habis dia saya maju ya Bu! Bu, kalau yang sudah maju, boleh maju lagi kah Bu?”. Aaaahhh…. Anak-anak ini. Rasanya sesuatu yang hangat baru saja menyelimuti hati J Ternyata begini rasanya ketika kau memberi sesuatu dan orang lain menanggapinya dengan diam, entah apa yang mereka pikirkan. Ketika satu hari setelah Hari Guru, kau memberikan kartu ucapan selamat hari guru dengan sebungkus wafer kepada guru-guru di sekolahmu. “Selamat Hari Guru Pak, Bu! Maaf terlambat.” “Wah, sama-sama Bu Yuyun. Apa ini kah? Terima kasih ya.” Sambil mereka menjabat tanganmu. Lalu, mata mereka tertuju pada isi kartumu dan terdiam. Doa Untukmu, Guruku Wahai guruku Mulianya hatimu Mengajar mendidikku selalu Tanpa kenal letih dan jemu Semoga Tuhan meridhoimu Ya Allah peliharalah guruku Agar terus berada dalam rahmat-Mu Agar terhindar dari tipuan dunia Yang senantiasa menipu manusia Ampunkanlah wahai guru, kekhilafan anak muridmu Kuserahkan jiwa ragaku Agar terdidik nafsu liarku Dengan izin Allah Ya Robbi Engkaulah guru sejati Engkau pendidik yang berhati murni Semoga tuhan senantiasa merahmatimu. (Iwan Fals, 25 November 2010 Untuk  Guru di Seluruh Indonesia) “Selamat Hari Guru” Salam, Pengajar Muda Setelah itu mereka tidak berucap apa pun. Kau pun sedikit kecewa karena tidak melihat reaksi mereka. Namun, kau yakin, bahwa pasti ada setitik rasa haru pada diri pahlawan-pahlawan bangsa ini atas doa yang disyairkan Iwan Fals tadi. Ternyata begini rasanya begitu diterima di lingkungan baru tanpa dibeda-bedakan karena kau orang baru. Ketika kau masuk ke dalam kelas enam, tiba-tiba mereka semua bernyanyi: Pagiku cerahku Matahari bersinar Kugendong tas merahku di pundak Selamat pagi semua kunantikan dirimu Di depan kelasmu menantikan kami Guruku tersayang, guruku tercinta Tanpamu apa jadinya aku Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal Guruku terima kasihku Nyatanya diriku kadang buatmu marah Namun segala maaf kau berikan Belum selesai rasa terkejutmu, kau pun menoleh ke arah papan tulis. Di sana, tertera tulisan besar karya murid-muridmu:
Selamat Hari Guru, Bu Nyunyun
Ya Allah, Alhamdulillah. Terima kasih. Terima kasih. :’)

Cerita Lainnya

Lihat Semua