ternyata begini rasanya...
Yunita Fransisca 1 Desember 2010
Ternyata begini ya rasanya dinantikan. Ketika sedang berjalan dan bertemu dengan murid-muridmu, mereka berebut bertanya, “Ibu, kapan Ibu masuk ke kelas 6? Ibu, kelas 4 nya kapan? Ibu, kelas 3 besok kan Bu ya?”.
Ternyata begini rasanya dihargai. Ketika datang ke kelas dan menyapa murid-muridmu dengan salam, semua membalas dengan penuh semangat dan bertanya, “Ibu, sekarang Ibu mengajar kah?”. Ketika dirimu mengangguk dan tersenyum, mereka pun berteriak “Yes, yes, yes!”
Ternyata begini rasanya ketika orang lain antusias dengan apa yang kau sampaikan. Ketika kau bertanya, “Ayo, siapa pemberani yang mau maju ke depan untuk mencoba jawab?”. Terdengar sahutan riuh, “Bu, kalo nanti salah bagaimana Bu? Bu, kalau saya tahunya bahasa inggris kamar saja, boleh ndak Bu? Bu, saya tahu yang nomor 4, boleh maju sekarang kah Bu?”. Dengan terburu-buru dirimu pun menjawab, “Ingat kata-kata Ibu kan? Tidak boleh takut saaaaa…..(“…laaaaahhhh” jawab mereka kompak)! Boleh salah kalau belajar? (“boleeeeeehhhh….” Teriak mereka). Ayo maju saja, tidak akan Ibu hukum kalau salah. Yang penting berani. Ayo, yang sudah tahu maju saja dulu! Terserah mau nomor berapa. Ibu punya beberapa spidol di sini.” Dan kemudian kelas pun ramai dengan teriakan, “Ibu, saya mau maju! Ibu, saya yang nomor lima ya, Bu! Ibu, habis dia saya maju ya Bu! Bu, kalau yang sudah maju, boleh maju lagi kah Bu?”. Aaaahhh…. Anak-anak ini. Rasanya sesuatu yang hangat baru saja menyelimuti hati J
Ternyata begini rasanya ketika kau memberi sesuatu dan orang lain menanggapinya dengan diam, entah apa yang mereka pikirkan. Ketika satu hari setelah Hari Guru, kau memberikan kartu ucapan selamat hari guru dengan sebungkus wafer kepada guru-guru di sekolahmu. “Selamat Hari Guru Pak, Bu! Maaf terlambat.” “Wah, sama-sama Bu Yuyun. Apa ini kah? Terima kasih ya.” Sambil mereka menjabat tanganmu. Lalu, mata mereka tertuju pada isi kartumu dan terdiam.
Doa Untukmu, Guruku
Wahai guruku
Mulianya hatimu
Mengajar mendidikku selalu
Tanpa kenal letih dan jemu
Semoga Tuhan meridhoimu
Ya Allah peliharalah guruku
Agar terus berada dalam rahmat-Mu
Agar terhindar dari tipuan dunia
Yang senantiasa menipu manusia
Ampunkanlah wahai guru, kekhilafan anak muridmu
Kuserahkan jiwa ragaku
Agar terdidik nafsu liarku
Dengan izin Allah Ya Robbi
Engkaulah guru sejati
Engkau pendidik yang berhati murni
Semoga tuhan senantiasa merahmatimu.
(Iwan Fals, 25 November 2010 Untuk Guru di Seluruh Indonesia)
“Selamat Hari Guru”
Salam,
Pengajar Muda
Setelah itu mereka tidak berucap apa pun. Kau pun sedikit kecewa karena tidak melihat reaksi mereka. Namun, kau yakin, bahwa pasti ada setitik rasa haru pada diri pahlawan-pahlawan bangsa ini atas doa yang disyairkan Iwan Fals tadi.
Ternyata begini rasanya begitu diterima di lingkungan baru tanpa dibeda-bedakan karena kau orang baru. Ketika kau masuk ke dalam kelas enam, tiba-tiba mereka semua bernyanyi:
Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Kugendong tas merahku di pundak
Selamat pagi semua kunantikan dirimu
Di depan kelasmu menantikan kami
Guruku tersayang, guruku tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku
Nyatanya diriku kadang buatmu marah
Namun segala maaf kau berikan
Belum selesai rasa terkejutmu, kau pun menoleh ke arah papan tulis. Di sana, tertera tulisan besar karya murid-muridmu:
Selamat Hari Guru, Bu NyunyunYa Allah, Alhamdulillah. Terima kasih. Terima kasih. :’)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda