small things that lead to happiness
Yunita Fransisca 9 Agustus 2011
Ini adalah kali pertama saya menjalankan bulan Ramadhan di daerah rantau. Hmm,,, di desa tempat saya bertugas, keramaian Ramadhan tidak terlalu terasa dibandingkan di Bogor, Jakarta, dan Depok, tiga kota tempat saya menghabiskan keseharian saya sebelumnya. Jika biasanya di bulan Ramadhan saya sering mendengar lantunan ayat-ayat al Quran dari masjid (walaupun dari suara kaset), di sini berbeda. Suara orang mengaji hanya terdengar setengah jam menjelang adzan maghrib dan satu jam setelah sholat tarawih. Di mushola dekat rumah pun masih lega di kala waktu sholat isya dan tarawih, padahal Ramadhan belum beranjak di hari ke 10. Mmm.. mungkin karena di desa ini banyak mushola dan beberapa orang memilih sholat di mushola yang lebih dekat dari rumahnya. Suasana yang membuat saya merasa 'ini bulan puasa' adalah bunyi mercon yang meriah dan kembang api. Suara orang yang membangunkan sahur dan mengingatkan imsak juga. Lainnya? Biasa saja.
Walaupun suasana Ramadhan tidak sehidup biasanya yang saya rasakan, tapi Alhamdulillah berkahnya tetap terasa. Berkah yang mungkin terlihat sederhana, tapi rasanya benar-benar luar biasa.
1# Saya tidak pernah bosan mengatakan bahwa langit di sini indaaaah sekali. Mungkin karena saya terbiasa melihat langit di kota besar yang membuat saya bingung mengapa ada orang yang bisa menyukai awan dan melihat bintang. Tapi di sini, pertanyaan saya terjawab. Subhanallah. Tuhan memang hebat. Siang hari yang biasanya panas matahari menyengat, selama bulan puasa ini hampir selalu sejuk. Matahari tidak segarang biasanya. Angin bertiup ramah, langit biru luas memamerkan awan-awan besar putih (myeh, jadi puitis gini hehhe). Saat malam datang, maka saya akan melihat pemandangan yang tidak kalah menakjubkan. Bintangnya banyaaaakkk. Bulannya terang. Terang secara harafiah. Bayangkan. Tadi malam, desa saya sempat mati lampu. Tapi dalam perjalanan menuju mushola, saya masih bisa melihat sekeliling saya karena benda-benda langit yang cerah. Luar biasa. Subhanallah :)
2# Sehari-hari di sini, saya buka puasa di rumah bersama ibu, adik, dan terkadang bapak asuh saya jika tidak sedang giliran shift siang. Biasanya, ketika adzan maghrib, saya dan adik saya buka puasa di meja makan. Ibu di depan tv, bapak di mushola. Setelah sholat maghrib, saya dan adik saya makan, ibu saya kadang belum ingin makan, bapak masih di mushola. Berbeda sekali dengan buka puasa saya di rumah bersama oma, adik, mbak, dan tante saya. Hanya berempat, tapi ramainya luar biasa. Semua berkumpul, makan, dan beribadah bersama. Jujur, saya jadi kangen buka puasa di rumah... Suatu hari, tandem maut saya yang bertugas di desa sebelah bilang ingin merasakan sholat tarawih di desa saya. Akhirnya, saya mengajaknya berbuka puasa di rumah Mbok De, kakak ibu. Mungkin saja di sana lebih ramai. Kebetulan Mbok De beberapa kali sudah mengajak saya buka puasa di rumahnya. Akhirnya, menjelang maghrib, kami pun berangkat ke rumah Mbok De. Tandem maut membawa sari kelapa, saya membawa jelli yang hampir gagal karena terlalu banyak air (bahkan membuat jelli instan saja, hampir gagal. Untung rasanya masih enak. hiks....). Tak lupa sirup dan es batu sudah siap. Entah mau dibuat apa. Sampai di rumah Mbok De, sudah ada Pak De, Irna, dan si kecil Irpan. Tak lama datang Mas Irwan dan Mbak Diah, istrinya. Lengkaplah keluarga Mbok De. Mbok De masak sayur asem, ikan asin, bakwan jagung, tempe goreng, kue belimbing, daaaan pastinya sambal bawang nyam.. nyam.. sari kelapa, sirup mangga, dan jelli pun dijadikan minuman dingin. Tak lupa semangka juga dihidangkan. Adzan berkumandang. Semua berkumpul. Makan bersama. Serasa berbuka puasa bersama keluarga. Hati riang, perut kenyang. Alhamdulillah :)
3# seusai buka puasa di rumah Mbok De, kami sholat tarawih di masjid dekat rumah Mbok De. Oia, rumah Mbok De kebetulan dekat sekolah tempat saya bertugas. Sudah bisa ditebak, di masjid saya bertemu murid-murid dan orangtuanya, hingga imamnya pun salah satu rekan guru. "Bu nyunyun!" sapa murid-murid saya sambil tersenyum malu-malu. "Bu.." sapa beberapa orang tua murid sambil menganggukkan kepala dan tersenyum kepada saya. Rasanya bagaimaaannaaa gitu. Malu, senang. Jujur, seumur-umur baru kali ini saya berada di tengah masyarakat dimana mereka mengenal saya karena apa yang saya lakukan, bukan karena saya adalah anak/cucu orangtua dan nenek saya. Maklum, saya jarang keluar rumah kalau di rumah. Di saat jeda sebelum sholat tarawih dimulai, tirai pemisah shaf laki-laki dan perempuan disibakkan dan mulai terdengar ribut-ribut. Rupanya murid-murid laki-laki saya mengintip dan berbisik-bisik heboh "Ada Bu Nyunyun hihihi". :D Anak-anak ribut hingga ditegur ibu-ibu. Jadi merasa tidak enak dan merasa jadi artis sehari hahaha Benar-benar pengalaman yang takkan terlupakan.
4# Minggu ini adalah minggu ketiga saya mengadakan les membaca bagi beberapa orang siswa yang belum lancar membaca padahal sudah duduk di kelas 3-6. Dari 5 orang yang harusnya kuajar, hanya 2 murid paling rajin alias selalu hadir: Jammi dan Arnold. Jammi adalah siswa kelas 3, sedangkan Arnold sudah kelas 5. Kemarin, sebelum mengajar les di sore hari, saya dan tandem maut saya menjadi tutor pelatihan komputer bagi guru dan kepala sekolah yang masih awam menggunakan komputer. Setelah selesai, saya mengantar motor kantor karena akan dipakai rekan saya ke desa yang jarak tempuhnya 45 menit dari desa saya dengan jalanan yang 'metal'. Intinya, kegiatan sebelum les membaca sudah cukup menguras energi dan cadangan makanan saya ketika sahur :D Bisa dipastikan bahwa saya agak lelah untuk berangkat les. Tapi saya tetap berangkat. Sampai di sekolah, Jammi menyambut saya dari pohon. Ya, Jammi biasanya menunggu waktu les di atas pohon dekat gerbang sekolah. Tak lama Arnold datang. Hari itu, Arnold dan Jammi akhirnya mencapai dua halaman terakhir buku cerita anak-anak yang mereka baca dari dua minggu lalu dan menyelesaikannya. Yang membuat saya terharu dan merasa lelah saya seketika hilang adalah perkembangan kemampuan baca mereka! Arnold, yang sekarang harusnya duduk di 1 SMP, kemampuan bacanya masih rendah. Di awal pertemuan, Arnold hampir selalu mengeja setiap kata yang ia baca. Namun kemarin, dari 10 kata dalam 1 kalimat, Armold hanya mengeja 1 kata! Luar biasa. Alhamdulillah :) Ketika saya meminta mereka menceritakan kembali buku yang mereka baca (masing-masing dengan judul berbeda), mereka dapat melakukannya dengan baik. Memang masih harus dibantu dengan pertanyaan agar lebih terstruktur, tapi mereka masih ingat dengan cerita dan pesan dari buku yang mereka baca. Artinya, mereka memahami apa yang mereka baca. Alhamdulillah :)
How simple things might lead to happiness :)
*or maybe it would be wiser if I call them big things? ;)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda