info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

akses.

Yunita Fransisca 30 Juli 2011
Allah sedang memberi saya cobaan. Cobaan sekaligus pengingat bahwa kesehatan itu berharga. Dimulai dari dua minggu lalu, saya terkapar lemas di tempat tidur karena radang tenggorokan dan demam. Setelah sembuh, selang dua hari kemudian, saya terserang flu. Flu yang tak kunjung reda padahal sudah minum obat bebas secara teratur. Selain flu, gusi kiri bagian atas saya juga membengkak hingga nyerinya menjalar ke gigi geraham kiri atas. Sakitnya hingga terasa ke kepala. Belum reda flu dan nyeri di gigi tersebut, di hari kelima saya flu, ketika bangun pagi, telinga kiri bagian dalam saya rasanya sakit sekali. Serasa ada yang menekan dan ada yang menutup telinga kiri saya. Sakitnya luar biasa hingga saya tidak konsen mengajar. Akhirnya, saya memutuskan untuk izin ke rumah sakit. Dalam perjalanan saya menuju rumah sakit, saya pun berpikir. Luar biasa ketahanan orang-orang yang tinggal di daerah dengan fasilitas minim. Saya tidak bisa membayangkan apabila ada orang yang benar-benar butuh berobat ke rumah sakit sesegera mungkin, harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Belum lagi kalo tidak ada mobil yang bisa mengangkut, maka terpaksa naik motor.  Mengemudikan motor sendiri dengan jarak cukup jauh dan sakit yang tak tertahankan di telinga saja sudah berat. Apalagi orang lain yang penyakitnya lebih parah dari saya dan jarak ke rumah sakit lebih jauh dan keadaan jalannya rusak? Walaupun misalnya dibonceng, tetap saja… Memang sih, pemerintah menyediakan puskesmas di setiap desa. Sayangnya, belum semua puskesmas beroperasi secara optimal. Di desa saya, puskesmasnya sendiri secara fisik cukup bagus. Bangunannya memang dirancang untuk menjadi puskesmas rawat inap. Sayang, hanya nama saja yang gagah berdiri.  Dokternya sering kali tidak di tempat. Yang memeriksa hanya perawat. Itupun ala kadarnya. Dan sudah pernah ada kasus perawat salah memberi obat. Hmmm.. daripada ambil risiko, lebih baik ke rumah sakit. Walaupun jauh, setidaknya jauh lebih terjamin. Untungnya, rumah sakit umum daerah tempat saya mengajar cukup baik pelayanannya dibandingkan di puskesmas. Walaupun dokter spesialisnya tidak lengkap (tiba di rumah sakit, ternyata tidak ada dokter THT, maka saya berobat ke dokter umum), namun dokternya ampuh. Yaaa… syukurlah. Jika saya mulai tidak yakin akan dokter di daerah, maka saya selalu mengingatkan diri saya: “Dokternya sekolah kali. Lagian, masa rumah sakitnya sembarangan ngambil dokter?” Argumen saya terbukti ketika saya diperiksa dokter. Dokternya memberikan informasi cukup jelas tentang keluhan saya sehingga saya bisa tenang. Untuk jasa dokter dan obatnya, rumah sakit tidak memungut biaya. Hanya obat yang tidak tersedia di rumah sakit saja yang perlu dibeli di apotik luar rumah sakit. Dengan saya sakit, saya jadi belajar bahwa kesehatan dan akses untuk mencapai kesehatan itu berharga. Saya juga semakin menghargai orang-orang yang tinggal di daerah dengan fasilitas yang belum tersedia secara optimal. Sungguh tahan sekali orang-orang ini. Keluhan? Pasti ada. Tapi, tidak semengeluh mereka yang memiliki akses mudah hingga hal kecil pun mereka keluhkan. Saya juga jadi berpikir bahwa sebenarnya penyebaran SDM berkualitas kurang merata di Indonesia sehingga kemajuan pun terasa lamban. Bila di kota-kota besar banyak pengangguran karena jumlah SDM dan lapangan pekerjaan tidak berimbang, di daerah-daerah sebaliknya. Masih banyak tenaga berkualitas yang dibutuhkan di sini sehingga kemajuan bisa tercapai. Kalau daerah sulit merekrut orang-orang dari luar, maka lahirkan putra putri daerah yang mampu memajukan daerahnya. Salah satu caranya adalah melalui pendidikan. Saya tidak mau mengutuk. Saya hanya mau bilang bahwa menjadi lebih baik itu bukan sesuatu yang tidak mungkin. Saya yakin, apabila anak-anak daerah diberi pendidikan dengan baik dan motivasi agar memajukan daerahnya suatu hari nanti, maka pemerataan kemajuan di Indonesia bukanlah hal yang mustahil. Pada diri setiap anak lah tercermin masa depan Indonesia. Dan pada diri setiap kita lah, yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa calon tunas bangsa ini dapat mendapatkan pendidikan yang layak agar bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Indonesia, BISA!

Cerita Lainnya

Lihat Semua