info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

tidak lama lagi

Yunita Ekasari 28 September 2011

Sore ini aku terbangun, aku tertidur cukup lama dan cukup pulas selama siang tadi. Di luar sana terdengar suara riuh rendah anak-anak yang ingin belajar sore. Ada yang sedang bermain bola, ada yang sedang berusaha menerbangkan layangannya dan ada pula yang sibuk memanggil-manggil namaku.

Arggghh...perasaanku agak galau...lagi..lagi dan lagi..=). Aku tak langsung beranjak seperti biasanya, padahal hari semakin sore dan aku sadar aku belum menunaikan sholat ashar. Pikiranku terganggu pada pertanyaan-pertanyaan yang sama namun dilontarkan oleh orang yang berbeda.

 Kemarin, alvin, anak kelas 6 bertanya “bu yuni bentar lagi ya masa tugasnya?? Perpanjang lagi si bu”. Kemudian tiba-tiba priya, anak kelas 2 SD menerobos masuk ke kamarku untuk mencari fotoku. Aku kaget dan kemudian bertanya “untuk apa mencari fotoku?”, dia dengan polosnya menjawab “kan buat kenang-kenangan bu, bentar lagi kan ibu gak belajar bareng kita”. Aku diam, tak mampu merespon apa yang anak-anak itu pertanyakan. Sebagai guru sebaiknya aku memberikan jawaban yang rasional bagi mereka. Namun, kali ini aku harus mengakui aku tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka kali ini.

Di desaku sedang kedatangan mahasiswa KKN dan PPL dari Universitas Lampung, mereka akan mengakhiri tugas mereka beberapa hari lagi. Menjelang penarikan mereka dari desa ini, atas izin kepala sekolah SMPN 2 Way Kenanga, aku dan mereka melaksanakan outbond siang tadi di sekitar sekolah. Hari minggu kali ini juga kelak akan sangat kurindukan. Berkumpul, bermain dan belajar bersama anak-anak SMP dan adik-adik KKN. Bercerita dan berbagi canda tawa dengan  sangat akrab dan hangat hingga keluhan tentang lelah dan lapar karena melewati lima pos pun kemudian seketika berhenti keluar dari murid-murid SMP. Ada sedikit pelajaran penting yang saya dapatkan dari sini, bahwa sekolah atau apapun institusinya kemajuannya sangat bergantung pada pemimpinnya.

Saya semakin sadar bahwa syarat mutlak pemimpin adalah harus visioner. Mungkin bisa saya ceritakan sekalian tentang Kepala SMPN 2 Way Kenanga. SMPN 2 Way Kenanga merupakan sekolah yang baru dirintis 3 tahun ini, belum memiliki gedung sendiri dan muridnya pun masih terbilang sedikit, masih sekitar 60 siswa yang dibagi dalam kelas satu dan kelas dua. Guru-gurunya semua masih berstatus honorer. Namun, sangat jarang saya mendengar bapak kepala sekolah ini menggerutu dengan keadaan yang menurut saya cukup miris, beliau terus memperjuangkan pembangunan gedung sekolah ini, bahkan kedatangan mahasiswa KKN ke sini juga karena sumbangsih beliau. Beliau berharap anak-anak didiknya sedikit di refresh oleh para mahasiswa ini. Dan itu terbukti, selama beberapa bulan mahasiswa KKN mengajar di SMP 2 Way Kenanga, saya menemukan kemajuan yang cukup signifikan, mereka kini lebih giat belajar dan lebih “sibuk” karena keranjingan PR dari kakak-kakak KKN =).  Saya pernah bertanya kepada beliau tentang pendidikan dan jawabannya sungguh luar biasa mulai tentang sistem hingga realita di lapangan tentang kebijakan pendidikan. That’s the great leader i think. Tidak memikirkan dirinya, namun memperjuangkan apa yang sedang ia pimpin. Ternyata Indonesia masih memiliki orang-orang yang optimis seperti beliau.

Kembali ke pertanyaan seputar “tidak lama lagi”....

Di perjalanan pulang dari SMP, salah satu siswa SMP kemudian bertanya “bu yuni udah mau balik katanya ya bu?, wah gak terasa yah bu yuni udah setahun di Indraloka!!!”. Lagi-lagi aku diam, tiba-tiba rasanya lidahku kaku ataukah mungkin bobotnya bertambah sehingga aku sulit untuk menggerakkannya.

Sungguh pertanyaan-pertanyaan itu bikin galau-segalaunya. Aku terbangun di sore ini, membiarkan telingaku menikmati suara riuh rendah dari halaman rumah. Kulihat kecapi yang sengaja kubawa dari Makassar ketika pulang kampung kemarin. Di bayanganku aku akan merindukan mereka berebutan setiap kali ke rumah untuk sekedar memegang alat musik tradisional ini. Mereka kemudian menyebutnya gitar makassar =). Kuingat juga, hari sabtu kemarin, setelah anak-anakku di kelas lima belajar IPA aku mengajari mereka lagu khas Makassar yang berjudul Pakarena. Aku tertawa kecil sendiri mengingat beberapa kali harus ku ulang-ulang kata demi kata, bait demi bait lagu Pakarena. Kumaklumi karena lidah mereka baru saja mengenal dialek makassar yang cukup jauh berbeda. Dan aku tak menyangka bahwa mereka akan sangat menikmati latihan siang itu. Rio, ayu dan fahim berkata “bu besok lagi yah latihannya” =,).

Arrrrgggh, mereka sungguh luar biasa memang. Ada-ada saja yang mereka lakukan untuk membuatku tersenyum.  Aku juga heran, kebahagiaan di sini datang dari hal-hal yang cukup sederhana. Misalnya saja ketika hari pertama masuk sekolah setelah libur lebaran, di lapangan yang lumayan sempit di depan gedung mungil, kami ber halal bi halal. Adik memaafkan kakak, kakak memaafkan adik. Murid meminta maaf, Guru memaafkan. Sweetest moment i ever found.

Aku masih sulit untuk beranjak dari tempat tidur, tidak lama lagi masa “liburan” ini selesai.  Tidak ada yang salah, aku bersyukur pada ruang dan waktu yang telah mempertemukan aku dan mereka, anak-anak hebat. Jujur, aku ingin lebih dari enam minggu untuk bermain layangan di tanah kosong ketika sore bersama mereka. Itulah hiburan kami, untuk sejenak melupakan bahwa desa kami sedang dilanda kekeringan. Yang membuat aku membuka mata bahwa penduduk desa ini, bahkan yang masih anak-anak senantiasa mengambil sisi positif pada apapun yang sedang terjadi. Kekeringan mungkin akan dikeluhkan banyak orang di luar sana. Harus angkat air lah, numpang mandi tetangga dan lainnya. Namun, kemarau panjang, membuat layangan anak-anak lebih mudah untuk diterbangkan. Seumur hidup aku tak pernah berhasil untuk menerbangkan layangan, namun disini aku sangat mudah melakukannya dan kami bisa tertawa secara lepas. (kali ini mungkin ceritanya sedikit nyeleneh).

Ternyata satu tahun itu sebentar, tetapi satu tahun di sini memberiku banyak hal tentang hidup yang tidak aku dapatkan selama 20 tahun lebih kehidupanku sebelumnya. Satu tahun yang membuka mata dan hati tentang negeri ini, tentang sebuah optimisme terhadap bangsa ini.

Kali ini aku mau menuliskan quote (agak ngelindur):

Nilai hidup itu ketika kehadiran kita memberi warna pada kehidupan banyak orang

Dan semoga kehadiranku disini telah memberikan warna baru bagi anak-anakku (GR dikit bolehlah =p).....

Enam minggu menjelang undeploy di rumah pak RT.


Cerita Lainnya

Lihat Semua