info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

"Saya ingin semua orang pintar."

Adeline Susanto 29 September 2011

 

“Saya ingin semua orang pintar.” ujar Bapak setengah baya itu menanggapi pertanyaanku. Pertanyaan yang berawal dari kekagumanku akan karyanya bagi masyarakat yang tengah kutinggali ini. Pertanyaan yang berasal dari keherananku akan konsistensinya melindungi lingkungan. Satu saja kata tanya itu saya keluarkan. Kenapa.

Beliau bernama Aziil Anwar. Biasa dipanggil Papa Riri. Tentu karena anak pertamanya dipanggil Riri. Begitulah penyebutan untuk orang tua di sini. Orang tua disebutkan dengan nama anak tertuanya. Tinggi dan kurus perawakannya, namun terpancar kelembutan dari hatinya juga ketegasan dalam lakunya. Satu dua kali bertemu cukuplah untuk membuatku menganggapnya orang tua yang layak dihormati dan diteladani.

Saya mengenalnya berdasarkan rekomendasi dari Bapak seorang murid yang pernah kuasuh dalam persiapan mengikuti Olimpiade Sains Kuark. Papa Riri ternyata merupakan pendiri dari sebuah LSM yang papannya sering kulihat ketika melintasi jalan poros menuju Kota Majene. YPMMD. Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa. Bersemangat sekali saya mengetahui keberadaan sebuah LSM di lokasi yang jauh dari kebisingan kota. Saya menyempatkan mampir ketika melintasi tempat tersebut.

Di dalam ruangan kecil dengan beberapa poster dan rak buku itu terlihat sebuah pajangan. Pajangan yang agak tidak asing bagi saya. Perlambang sebuah dedikasi untuk lingkungan. Kalpataru. Rupanya Papa Riri pernah dianugrahkan Kalpataru. Tapi atas dasar apa?

Rupanya, atas kerja kerasnya menanam Mangrove di Pantai Baluno, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene. Beliau telah menanam Mangrove sejak tahun 1990. Mangrove yang unik karena berhasil hidup di atas batu karang. Mangrove yang saat ini sudah menjadi hutan seluas 80 Hektar. Saya pernah menjelajahi pulau kecil dengan pembibitan mangrove di dalamnya. Pak Rusman, Bapak baik hati yang mengantarkan saya menjelajah mengatakan bahwa ia dan masyarakat mendapatkan banyak manfaat dari keberadaan mangrove ini. Ikan dan kepiting yang berlimpah salah satunya.

Apakah sendiri Papa Riri mengerjakannya? Tidak. Ada kader-kadernya. Anak-anak dari petani dan nelayan di desa. Bagaimana anak-anak ini mau digerakkan? Strategi yang digunakan Papa Riri sangat cerdas. Ketika komputer diperkenalkan di Majene pada tahun 2000, beliau membuka pelatihan untuk komputer dan dasar-dasar Bahasa Inggris. Kebanyakan anak-anak sekolah tertarik karena mereka kesulitan mengikuti pelajaran Bahasa Inggris di sekolah. Tentu saja kesulitan ketika akses untuk belajar Bahasa Inggris sangat terbatas. Jangankan berbahasa Inggris, berbahasa Indonesia yang baik dan benar saja mungkin masih sulit saat itu.

Dengan pelatihan-pelatihan yang konsisten itu, Papa Riri mendapatkan kader-kader yang loyal untuk membantunya merehabilitasi pantai dan konservasi lingkungan. Berkat pelatihan gratis yang diberikan, banyak kadernya dipekerjakan oleh pemerintah atau swasta untuk memegang komputer. Pekerjaan yang tentunya meningkatkan taraf hidup keluarganya yang kebanyakan petani dan nelayan dengan penghasilan tidak tetap. Berangkat dari sini, banyak orang tua yang tergerak juga untuk turut berperan dalam program yang diinisiasi YPMMD, penanaman mangrove. Sampai tahun 2011, 160 ribu mangrove telah ditanam. Jika ini sebuah proyek, tentunya banyak dana yang akan harus dikeluarkan.

Mulai tahun 2005, internet mulai diperkenalkan di LSM ini. Setiap orang dapat mengakses internet ini secara gratis. Pelatihan untuk menggunakan internet seperti pembuatan e-mail, pencarian informasi atau materi pelajaran dan pengajaran pun diberikan. Dengan adanya internet, selain para kader menjadi melek akan dunia luar, para petani dan nelayan dapat mengetahui harga pasar mengenai hasil produksinya (coklat, kelapa, kopra). Dengan informasi ini, mereka tidak gampang dibodohi oleh para tengkulak yang kadang seenaknya memberi harga.

Pengabdian masyarakat yang begitu nyata. Itu adalah hal yang dengan mudah dapat saya tangkap karena melihat langsung. Papa Riri adalah PNS dari Departemen Kehutanan. Ia punya idealisme akan lingkungan hidup yang harus dijaga. Namun, beliau sadar bahwa proses jaga menjaga lingkungan bukanlah urusan pemerintah semata. Selayaknya lingkungan dijadikan sebagai mitra yang bermanfaat bagi manusia ketika terjaga keberlanjutannya, bukan sebagai objek pemuasan ketamakkan yang suatu saat akan habis. Konservasi harus dilakukan dengan adanya kesadaran bersama dalam masyarakat. Namun, seringkali para konservator terganjal masalah klise. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah. Masyarakat ini tentu akan lebih memilih menebang hutan atau membom ikan demi memberi makan keluarganya daripada peduli akan keberlanjutan alam.

Dalam hal inilah Papa Riri meninggalkan kerjanya sebagai PNS, yang merupakan pekerjaan yang diidam-idamkan oleh masyarakat desa, dan berfokus pada yayasan yang dibuatnya. Beliau memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat. Sebuah kesempatan untuk mengembangkan diri dan mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Sebuah kebanggaan akan diri sendiri yang selama ini dipandang sebelah mata karena profesi yang dianggap rendah. Dan sebuah peran yang bisa dilakukan untuk berterima kasih. Papa Riri memberikan pendidikan informal yang bermanfaat.

Tentu ada yang bertanya dari mana dana pelatihan dan segala macam tetek bengek pembibitan dan rehabilitasi. Tidak gratis memang. YPMMD membuat kerjasama dengan berbagai lembaga, pemerintah dan non-pemerintah untuk memberikan bantuan sumbangan atau hibah dalam proyek jangka pendek. Namun, tidak satupun dari rekan ini yang mengintervensi proyek YPMMD. Papa Riri bisa dibilang anti menjadi kacung dana.

Melalui kesabaran dan ketekunannya, kerendahan hatinya untuk melibatkan para pemangku adat dalam mengetahui kebutuhan masyarakat, dan pendekatan yang baik, YPMMD berhasil membuat masyarakat menjadi lebih pintar. Lebih pandai memutuskan apa yang baik baginya dan lingkungan. Secara tidak langsung, mereka turut tertulari kecintaan Papa Riri pada lingkungan. Masyarakat secara sukarela berperan dalam rehabilitasi dan konservasi alam yang digagasnya. Dan pada akhirnyapun, masyarakat menuai manfaat dari kerelaannya ini.

Masih banyak mimpi Papa Riri yang belum terwujud, membentuk tempat wisata alternatif dan sekolah alam misalnya. Tempat wisata yang melibatkan alam dan kebudayaan masyarakat. Serta sekolah untuk para pemuda putus sekolah yang ingin mengembangkan diri sesuai minat bakatnya. Semoga bisa terwujud sehingga masyarakat desa bisa membuktikan bahwa mereka tidak tertinggal hanya karena mereka tidak di kota.


Cerita Lainnya

Lihat Semua