info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Tentang teladan dan tanggung jawab itu....

Yunita Ekasari 10 Maret 2011
Keterbatasan adalah sebuah kesempatan emas. Sebuah kesempatan emas membentuk karakter diri yang jauh lebih baik. Kesempatan emas yang kelak membuat pribadi lebih matang dan mandiri, lebih bersyukur, lebih rajin (eheemmmm), lebih dewasa (eheeemmmm lagi) dan lebih memanfaatkan waktu sebaik-baiknya (kedubrak.... hampir tidak percaya saya menulis kalimat ini).

Karena disekolah hanya ada bu marem, bu mur, bu wiwid dan saya, kebersihan sekolah juga turut menjadi tanggung jawab bersama. Tidak ada bujang ataukah petugas khusus yang bertugas untuk membersihkan ruang-ruang kelas. Jadi saya disini?? Ya, selain jadi guru saya juga terkadang menyulap diri jadi tukang bersih-bersih sekolah, atau kata sebagian anak-anak murid, saya adalah kepala sekolah mereka (mengutip pertanyaan ferry dan kawan-kawan di sekolah pagi tadi “bu, ibu kan kepala sekolah disini kan bu?” hehehe.....). Biarlah saya menjadi

Biasanya saya dan bu mur yang datang paling awal (pamerrr banget gak sih =>) lalu kemudian bu wiwid dan kemudian bu marem.

Pagi itu sama seperti biasanya, guru yang ada di sekolah baru bu mur dan saya. Bu wiwid dan bu marem belum juga nampak, padahal jam menunjukkan hampir pukul delapan pagi, mungkin mereka harus mengerjakan sesuatu pikirku. Saya masuk ke kelas tiga dan empat mengisi kekosongan sesaat, paling tidak hingga bu wiwid dan bu marem datang. Tak lama berselang kemudian bu wiwid datang disusul bu marem (saya juga heran mereka sering datang dalam waktu yang hampir bersamaan padahal arah rumah mereka berbeda..lalu apa hubungannya??).

Demi menghormati dan menjaga wibawa mereka di depan murid-murid, saya pun keluar kelas. Nah, tiba-tiba saya bingung mau kemana dan bikin apa. Waktu mengajar saya akan dimulai nanti pukul sembilan lebih 30 menit, karena saya memang adalah guru yang bertugas untuk mengajar murid-murid kelas 2. Mau ke ruang guru, what?? ruang guru?? Sekolah kami tidak memiliki itu.

Biasanya saya mengajak kelas 2 untuk bermain, tapi hari itu saya berpikir saya mau mengajak mereka untuk membersihkan debu-debu di teras kelas yang luasnya tidak seberapa, memarkir rapi sepeda-sepeda mereka (tempat parkir sepeda mereka kini sedang digunakan untuk membangun ruang kelas baru). Tapi mengajak?? Bagaimana caranya, saya tidak ingin ajakan saya terkesan “menyuruh” mereka, walaupun sebenarnya sah-sah saja apabila guru meminta tolong kepada muridnya apalagi jika hal tersebut demi kebaikan murid-murid. Tapi yang saya tahu, guru adalah seorang teladan. Apakah saya seorang teladan?? mungkin tidak, mungkin juga iya (kalo ini sumpah Ge Er).

Sesaat kemudian, saya mengambil sapu dan menyapu halaman namun menggantung tas saya di jendela disamping tas anak-anak lainnya terlebih dahulu. Daripada saya bingung dan akhirnya hanya bengong, mungkin lebih efektif kalau saya menyapu saja. Ini bukan masalah saya yang menyapu, hehehehehe. Ada maksud lain (eng ing eng).

Beberapa saat kemudian..

Nurul dan anis, murid kelas dua, mengambil sapu juga dan memarkir rapi sepeda disamping kelas. “Saya bantuin ibu ya”, kata mereka.

Tak lama kemudian, tiba saatnya kelas satu harus pulang dan it’s time untuk kelas dua memulai pelajaran. Kelas satu keluar satu per satu dan kelas dua masuk kelas satu per satu. Saya masih memegang sapu.

“hmmmm,,kelas kita sepertinya perlu dibersihkan ya??”, tanyaku pada mereka.

Belum sempat melontarkan kata-kata, mereka, kecuali rendi dan kholis mengambil sapu masing-masing satu.

“ayo kita bersihkan kelas ini bu!!!”, ajak sane

Wahhhh.....

Mereka pun menyapu ruang kelas. Sementara rendi dan kholis masih duduk di tempat mereka.

“hehhhhh....bantuin, jangan duduk aja”, bentak ibnu kepada rendi dan kholis.

hm...begitulah mungkin cara ibnu mengajak temannya untuk ikut peduli, aku melanjutkan menyapu bersama anak-anak yang lain.

Rendi dan kholis kemudian berkata kepadaku, “bu saya bantunya mengatur kursi aja ya”..

Aku senyum kepada mereaka “ya boleh”.

Mereka membalasa senyumku, kemudian berlalu untuk mengatur kursi dan meja kelas.

Hampir selesai kegiatan sapu menyapu kami, si Sari menghampiriku...

“Bu seharusnya itu bukan ibu guru yang menyapu, tapi murid aja”

“Jadi?”, tanyaku

“Ya ibu duduk aja, biar kami aja yang menyapu kelas?”.

Si feri menambahkan

“Kan ibu kan kepala sekolah disini, jadi duduk aja!!”.

“Wah...kata siapa? Ibu kan hanya guru kelas dua”, kataku

“Bu, bohong dosa lho. Jadi kalau ibu gak mau ngaku, dosa juga lho kan bohong”, kata anis dan feri.

Aneh, entah harus bagaimana menjelaskan ke anak-anak ini kalau saya bukan kepala sekolah.

Sepulang sekolah....

“Bu, ibu jadi kepala sekolah sajalah disini bu, bagaimana eva?”

Kata feri kepada eva yang sedang berjalan di belakangku. Hari ini dia berjalan kaki lagi, mengistirahatkan sepedanya karena mengetahui sepedaku rusak dan aku harus berjalan kaki ke sekolah.

“Emang kenapa?, ibu belum bisa jadi kepala sekolah”, tanyaku

“Hmm, supaya ibu ora balik ke sulawesi (tidak balik ke sulawesi)”, kata mereka.

Pertanyaan ajakan tentang kepala sekolah itu pun terus menerus bergulir hingga saya berkata

“ibu gak akan tinggalin kalian kok”. Mereka pun senyum dan tidak bertanya lagi hingga kami harus berpisah di persimpangan jalan.

Hm, tanggung jawab memang masih sangat sulit untuk ku jelaskan ke mereka lewat kata-kata. Ku harap mereka kelak akan memahami makna tanggung jawab dari contoh-contoh kecil. Seperti hari ini, aku ingin mereka tahu bahwa tanggung jawab membersihkan sekolah bukan hanya tanggung jawab tukang bersih-bersih sekolah ataukah penjaga sekolah (itu pun kalau ada, kalau tidak?=>) tapi tanggung jawab semuanya. Tanggung jawab semua warga sekolah. Tapi aku tak ingin “menceramahi” mereka dengan kata-kata yang mungkin belum mereka pahami tentang makna tanggung jawab itu. Semoga kelak, mereka jadi pemimpin yang memberikan teladan bagi orang-orang disekitar mereka.

Aku sendiri, aku belajar banyak hal dari mereka. Ini benar-benar kesempatanku membuang kebiasaan-kebiasaan buruk yang masih menggerogoti selama ini. Semoga saya dan juga teman-teman guru di pelosok negeri menjadi pribadi yang lebih baik nantinya.

Nanti ketika kembali ke “kota” lagi.

=).




Cerita Lainnya

Lihat Semua