info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

P L A Y L I S T

Yunita Ekasari 17 Oktober 2011

 

Siang ini saya menangis lagi. Arggggghhhh......terkadang saya merasa sangat jengkel, kenapa saya diciptakan menjadi manusia yang sangat mudah mengeluarkan air mata. Dengar ibu angkat curhat nangis, lihat murid-murid di sekolah pas penerimaan rapor kemarin nangis, mau cuti kemarin nangis, ngobrol dengan orang tua murid nangis, ingat undeploy yang kurang sebulan lagi?? Apalagi =P. “Nangis” saya yang paling “enggak banget” adalah nangis  di perpisahan sekolah faisal (salah satu PM di Tulang Bawang Barat), bahkan Faisal sendiri pun santai saja (muridnya siapa yang perpisahan, yang nangis siapa =D). Yah, kali ini saya memaklumi kenapa teman-teman di sini menjuluki saya dengan predikat “miss galau”. I’ve understood you know me so well. Kali ini saya menangis karena playlist di Windows Media Player. Well, mungkin kedengaran gak penting atau bahkan gak banget yah....hehehehehehe. Playlist di WMP laptop ini tidak pernah saya ubah mulai dari pelatihan sampai sekarang. Kenapa? malas? Mungkin saja benar. Alasan lainnya saya adalah orang yang sangat susah bosan dengan lagu, sekalinya suka akan saya putar berulang-ulang sampai mungkin orang lain bisa bosan duluan =). Bagi saya lagu dan parfum adalah dua hal yang dapat membantu saya me- memoraize sebuah tempat, kejadian atau suasana tertentu. Misalnya saja ketika mendengar lagu-lagu Padi atau bahkan suaranya Fadli akan membawa saya mengingat masa-masa SMP atau mencium parfum merek “X” akan mengingatkan saya pada masa kuliah.

Lalu apa hubungannya dengan menangis kali ini?

Hehehehehee....*kok gak jelas gini =P*

Lagu-lagu dalam playlist ini membawa saya untuk mengingat kehidupan selama pelatihan, teman-teman Pengajar Muda dan kakak-kakak di Indonesia Mengajar. Karena pelatihan saya hanya dua bulan waktu itu dan saya disini hampir setahun maka ingatan yang lebih dominan saat ini adalah tentang kehidupan saya selama di tempat ini. Mungkin tulisan-tulisan saya sedikit membosankan, karena isinya sudah sangat mudah untuk ditebak. Apalagi kalau bukan cerita yang galau ataukah mendayu-dayu. Mungkin bahkan terkesan tidak memiliki ritme. Tapi inilah saya =).

Kali ini, di playlist ini lagu pertama kali yang diputar adalah lagunya monita, lagu ini saking seringnya diputar adik saya sampai hafal dan menyanyikannya tiap pagi, padahal boro-boro lagunya, dia bahkan belum tahu monita itu siapa dan judul lagu yang sering diputar itu apa. Selain monita, di playlist saya ada banyak lagu melo hmm,mungkin lagu “gaaallllauuu” tepatnya =).  Siang ini, lagu-lagu itu mengantarkan saya ke malam-malam ketika saya, ibu, dua adik angkat saya Lilis dan Bowo sangat menikmati obrolan yang sebenarnya gak penting untuk dibahas. Misalnya saja ibu angkat yang mendoakan agar saya diperistrikan oleh seorang lelaki kaya agar nanti undangan pernikahan saya bisa beserta tiket Pulang Pergi Lampung-Makassar dan biasanya ketika ibu selesai berceloteh tentang itu, dua adik angkat saya akan ikut mengaminkan dan saya hanya senyam senyum (dalam  hati tetap ikut mengaminkan..hahahahhahaaha).  Tapi terkadang pembicaraan berubah menjadi serius kalau  “temanya”  tentang kenapa penting kita harus bercita-cita, kenapa kuliah menjadi hal yang sangat penting, ataukah bertukar pengalaman tentang bagaimana caranya agar dua anak ibu bisa kuliah nantinya. Ya, maklum pohon karet bapak di ladang belum layak sadap, mungkin butuh dua atau tiga tahun lagi dan Bowo akan kuliah satu tahun lagi. Saya rindu suasana itu. Sejak Lilis, adik angkat perempuan saya kuliah di Bandar Lampung, rumahnya menjadi sepiiiiiii.

Saya pindah ke rumah ini sejak dua bulan setelah penempatan(tepatnya di Bulan Januari 2011). Itu berarti sembilan bulan lebih saya di rumah ini. Mungkin itu tergolong waktu yang cukup singkat, namun kehangatan keluarga ini membuat saya merasa memiliki dan dimiliki mereka. Saya pernah merasa kaget ketika Bapak angkat saya sedang mencari ibu angkat saya. Ia kesana – kemari (tapi tidak bawa alamat =I..*krrrikkkk...kriiikkk...kriiikkk*) tapi tidak menemukannya. Ia kemudian bertanya kepada saya “Yun, ibu-mu mana?” apa???? “ibu-ku kan lagi di Makassar” hehehehehehe. Iyalah semua orang juga tau. Lagian mana berani saya jawabnya seperti itu ke bapak angkat saya. “ibu – mu”, bahkan bapak angkat sudah menganggap saya seperti anaknya sendiri. Mungkin karena itu saya merasa sangat mengenal rumah dan keluarga ini. Bapak, walaupun mungkin pendidikannya hanya sampai SD tapi ia paham bagaimana caranya menghargai seseorang. Itu yang tidak saya dapatkan di kota. Lalu how could he know how to appreciate everyone?? Ya, itu karena sekolah bapak adalah kehidupan, ia menghargai dan mensyukuri setiap kejadian yang ada di perjalanan hidupnya. Tidak hanya menghargai tapi juga mempelajari.

Di playlist ini ada lagu laskar pelangi dan terima kasih guruku. Kalau lagu ini jelas membawa saya pada sekolah, pada anak-anak itu yang selalu berbesar hati menanggapi apapun. Bukan hanya anak-anak tapi juga para guru dan orang tua. Seharusnya guru-guru bidang studi tertentu datang untuk mengajar di sekolah ini, tapi nyatanya? Hampir tidak pernah. Para ibu guru itu tidak pernah protes, mereka tetap sabar mengampu semua mata pelajaran sekalipun itu mata  pelajaran olahraga. Awal  mulanya sekolah ini juga dibangun dari swadaya masyarakat (walaupun katanya pemerintah saat ini memberikan pendidikan gratis). Anak-anak itu, belajar dari buku pelajaran yang terbatas (biasanya satu buku digunakan oleh dua atau tiga anak), tapi mereka sangat senang karena masih bisa belajar. Memang mungkin tidak selamanya hal-hal yang terbatas itu buruk. Anak-anak ini lebih mudah berbagai. Menumbuhkembangkan kepedulian sosial pada anak-anak ini menjadi cukup mudah.

 Misalnya saja ketika pelajaran matematika “perkalian bilangan bulat”. Yeah, memang saya harus mengulang lagi tentang konsep dasar perkalian. Bukankah itu cukup lama dan mereka akan ketinggalan materi? Ya, tapi bukankah tujuan utama kurikulum pendidikan kita adalah agar yangdipelajari dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelan-pelan saya bangun pemahaman mereka. Setelah urusan konsep selesai, barulah saya tancap gas =), mengajari mereka teknik jaritmatika (ini syaratnya mereka harus mengerti dulu perkalian satu hingga lima). Urusan jaritmatika selesai dan hampir semua berkata “horeee aku wes iso bu”, “Alhamdulillah” kataku. Tapi eits, ternyata masih ada yang garuk-garuk kepala karena belum  mengerti (berarti iya hanya pura-pura mengerti ataukah ikut-ikutan temannya). Kemampuan setiap anak memang berbeda,begitu juga dengan letak kecerdasannya, tidak perlu risau dan khawatir. Salah satu cara yang cukup efektif dan efisien adalah murid yang telah paham ataupun mengerti mengajar anak-anak yang masih belum mengerti. Beberapa kali saya mencoba ini di mata pelajaran lain dan hasilnya cukup baik, semuanya bisa dan yang palin penting mereka berbagi dan menghargai. Yang bisa kemudian tidak berbangga karena lebih “bisa” dari temannya yang belum bisa. Yang tidak bisa menjadi bisa dan tidak malu mengakui kelebihan temannya.  Tapi lebih dari semua itu, karena mereka adalah anak-anak yang berjiwa dan berhati besar. Masih jelas di ingatan saya ketika ayu berkata “walaupun sekolah kita masih papan, bukan berarti kita tidak bisa pintar kan bu?” *plaaaaakkk* seperti ada tamparan di telinga saya. Sejujurnya saya malu, malu karena masih sering mengeluh dan mungkin jarang bersyukur.

Saatnya saya menutup playlist ini untuk mengembalikan pikiran saya ke masa kini =D.

Playlist ini akan terus ada di Windows Media Player, selama laptop ini milik saya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua