J A N J I
Yunita Ekasari 17 Oktober 2011“Bu yuni kapan kita hiking?” tanya ayu dan ida ketika saya masuk kelas. Saya hanya diam, saya hampir lupa kalau saya menjanjikan untuk hiking setelah libur lebaran usai. Anak-anak memang paling mudah mengingat apapun yang kita janjikan kepada mereka. Sama seperti kali ini, saya menjanjikan hal ini sebelum saya cuti kemarin (padahal ini agar mereka tidak terlalu sedih dan mendapatkan kepastian kalau saya hanya sebentar di Makassar dan akan kembali bertemu mereka lagi).
Satu bulan lebih berlalu dan mereka masih mengingat dengan jelas tentang hiking yang telah saya janjikan. Sebelumnya saya dan guru-guru memang telah sepakat untuk hiking di akhir september tanpa sepengetahuan mereka ^_^ sembari mengharapkan hujan agar hikingnya agak “seru” dan ada adegan berendam dalam lumpur. Dua minggu berlalu sejak kedatangan saya, hujan tak kunjung membasahi desa ini. Tanah-tanah menjadi kering dan keras. Rencana jalur hiking pun menjadi tidak menantang karena hampir tidak ditemukan genangan air. Menurut pemahaman para guru, jalur hiking sebenarnya tidak perlu terlalu panjang (jauh) yang penting tantangan tiap posnya. Saya sempat berkecil hati karena sungai kecil yang direncanakan akan kami lalui untuk berendam, kondisinya sekarang kering bahkan terlihat seperti jalur sebuah jalan. Tapi kami (saya, guru-guru lainnya dan anak-anak) masih beruntung karena lokasi sekolah dekat dengan kebun karet dan akasia. Lokasi hiking pun tidak terlalu jauh dan panjang. Lokasi hikingnya berada di sekitar areal kebun karet dan akasia milik warga.
Hari senin, setelah upacara bendera saya mengumumkan kepada anak-anak kalau kita akan hiking pada hari sabtu. Peserta hikingnya adalah anak-anak kelas 3, 4 dan 5. Kelas satu dan dua? Tetap belajar di sekolah seperti biasanya ;P.
Hari sabtu pun tiba, anak-anak datang menggunakan seragam olahraga. Setiap orang membawa “bontot” (bekal makan dan minum).Mereka sepertinya sudah siap “tempur”.
Sebelum berangkat mereka berbaris dilapangan sesuai kelompok yang telah ditentukan satu hari seblumnya. Setelah berbaris “agak rapi =P” kami berdoa dan kemudian kelompok satu memulai perjalanan disusul kelompok dua hingga kelompok sepuluh.
Mungkin baru dua pos berlalu mereka telah merasa lelah, lapar dan haus (mungkin lebih tepatnya tidak sabar ingin membuka “bontot” yang disiapkan oleh orang tua mereka). Kami putuskan untuk duduk berkelompok di tengah kebun karet yang belum “disadap” karena selain baunya juga resikonya kalau-kalau gak sengaja kesenggol, hehehehhehee.
Setelah beristirahat sejenak, perjalanan hiking dilanjutkan ke pos berikutnya dan hingga kami menemukan rumah-rumah yang artinya hikingnya telah finish.
Mereka kembali ke sekolah sebelum pulang ke rumah masing-masing. Ada yang wajahnya menampakkan kelelahan ada juga yang tertawa-tawa kecil. Yang tertawa dan yang lelah, pastinya mereka senang #GR. Di sisi lain, saya merasa lega karena telah memenuhi janji kepada mereka.
Setelah janji hiking ditunaikan, saya masih punya satu janji. Janji itu untuk anak-anak sekolah induk. Sebenarnya saya tidak menyampaikan janji itu ke mereka, tapi ke diri saya sendiri. Kemampuan kinestetik yang dimiliki anak-anak di sekolah induk mendorong saya untuk mengusulkan pembelian satu set rebana ke bendahara BOS. Sumbernya? Dana BOS triwulan ini tentunya, alhamdulillah usul untuk membuat ekstrakurikuler rebana dan pembelian rebana disetujui oleh Kepala Sekolah dan Bendahara BOS. Tapi...dana BOS yang seharusnya cair bulan lalu, kini tak kunjung cair. Saya pun berharap-harap cemas. Sebenarnya ada keinginan untuk menggunakan dana pribadi. Tapi tentunya saya ingin menghargai dan tidak ingin membuat kepala sekolah tersinggung. Karena hal tersebut telah dimasukkan dalam RAB BOS triwulan ini dan hanya masalah waktu saja. Guru-guru honorer saja yang notabene penghasilannya berasal dari dana BOS masih bisa bersabar apalagi tentang “rebana” itu yang mungkin tidak terlalu substansial.
Seminggu kemudian dan tiba-tiba mendapatkan kabar kalau dana BOS triwulan sudah cair. Hooooreeeeeee eh alhamdulillaaaaahh. Setelah rapat dewan guru dan komite sekolah, guru-guru honorer pun “gajian” dan pembelian satu set rebana yang terdiri dari sepuluh alat dapat direalisasikan. Rencananya satu kelompok rebana akan beranggotakan sepuluh kelompok dan nanti akan tampil membawa nama sekolah pada setiap kegiatan keagamaan kampung Indraloka 2.
Kini, saya masih sementara bingung-bingung ria menentukan anak yang akan menjadi anggota kelompok rebana cilik. Kecerdasan dan ketertarikan mereka cenderung homogen “kinestetis” =D.
Kali ini saya belajar..
Don’t promise, if you can’t prove....
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda