info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

krasak-krusuk upacara

Yunita Ekasari 1 Mei 2011
Grasak grusuk Upacara Sekolahku memang unik. Perbedaan dan keunikannya tampak nyata dengan sekolah dasar lainnya. Ruang kelas hanya dua, tidak ada papan nama sekolah, rombongan belajarnya hanya empat, berada di antara kebun-kebun milik warga dan SATU LAGI : SEMUA SISWA BELUM PERNAH UPACARA SELAMA MEREKA SEKOLAH, seumur hidup mereka TIDAK PERNAH UPACARA. Mereka hanya mendengar dari kawan-kawannya dari sekolah lain apabila upacara bendera itu dilaksanakan setiap hari senin, ada pengibaran bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tapi disana lahir banyak keyakinan kalau mereka juga mampu untuk berMIMPI dan CITA-CITA. Semoga kehadiranku memberi sedikit warna bagi mereka. Ku latih mereka untuk melaksanakan upacara bendera secara perlahan. Petugas upacara adalah siswa-siswa kelas empat, kecuali pemimpin barisan kelas dan penyanyi harus ditambah dari siswa-siswa kelas tiga mengingat jumlah siswa kelas empat sangat terbatas (hanya ada 14 siswa di kelas empat). Upacaranya sendiri baru dilaksanakan selama dua kali. Aneh bagiku, tapi hal ini sangat baru bagi mereka. Mereka bagitu antusias, dua senin ini sebagian besar dari mereka menggunakan dasi dan topi walaupun ada juga yang masih bertelanjang kaki. Tapi itu bukanlah hal yang penting, yang penting adalah mereka juga upacara sama hal nya dengan anak-anak sekolah lainnya di negeri ini. Upacara #1 Belum saja aku turun dari sepeda, mereka sudah mengerumuniku seperti semut mnegerumuni makanan yang manis. Bu hari ini upacara ya bu Hari ini upacara ya bu Hari ini upacara ya bu... Mereka terus mengulang kalimat itu  hingga aku berkata Iya, kita upacara hari ini... Horeeeeeee......sorak mereka. Mereka bergegas keluar kelas dan berkumpul di lapangan upacara. Bu Marem dan Bu Mur menggeleng-geleng kepala melihat tingkah mereka.  Hari itu kehormatan menjadi pembina upacara diberikan kepada Bu Marem, sebagai guru yang paling berperan untuk sekolah selama ini. Adi, sebagai pemimpin upacara. Hari sabtu mereka sudah latihan, petugas upacara yang lain memulai tugas mereka dengan baik senin ini. Namun, Adi sang pemimpin upacara nampak lupa dengan aba-aba yang harus ia berikan. “Mungkin grogi”, kata bu mur. Karena Adi sering lupa dengan apa yang harus ia lakukan dan ia aba-abakan, maka aku berdiri mendampinginya. Jadi pemimpin upacara yang berdiri terkesan dua orang. Mungkin lucu, namun proses belajar tidak pernah mengenal kata salah. Sebenarnya bu Marem menahan tawa melihat kekonyolan ini. Di setiap aba-aba aku membisikkan aba-aba tersebut ke telinga Adi. Apalagi ketika setelah Ida membacakan laporan pemimpin upacara kepada pembina upacara si Adi hanya menggaruk-garuk kepala setelah kubisikkan Lapor upacara bendera hari senin siap dilaksanakan, laporan selesai. Aku pun bingung juga, ketika dia membisikku balik “apa bu...kepanjangan...bisa di ulang gak bu”... Howwaaaaaahhhhhh.....tapi tetap tenang... Aku membisiknya perlahan-lahan.. Lapor (aku bisikkan ke adi) Lapor (diikuti adi dengan suara lantang) Upacara bendera hari senin (aku bisikkan ke adi) Upacara bendera hari senin (diikuti adi dengan suara lantang) Siap dilaksanakan (aku bisikkan ke adi) Siap dilaksanakan (diikuti adi dengan suara lantang) Laporan Selesai (aku bisikkan ke adi) Laporan Selesai (diikuti adi dengan suara lantang) Laksanakan (aku bisikkan ke adi) Laksanakan (diikuti adi dengan suara lantang) Dan begitulah aku mendampinginya hingga barisan upacara dibubarkan. Tibalah saatnya pengibaran bendera. Ayu, Rio dan Eva bertugas. Ayu memberikan instruksi yang cukup tepat. Rio dan Eva pun cukup paham dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Hingga saatnya Eva yang bertugas melantangkan suara “Bendera Siap”. Lagi-lagi Adi bingung dan hanya dia, sengaja tak kubisikkan untuk melatih kepekaannya. Namun, ternyata dia juga akhirnya memberikan aba-aba untuk memberikan kehormatan terhadap sang saka merah putih. Alhamdulillah. Kelas empat dan kelas tiga pun menyanyikan lagu Indonesia Raya. Semuanya ikut hormat, yang seharusnya petugas upacara selain pemimpin upacara dan pemimpin pasukan saja tidak melakukan gerakan hormat. Dan semuanya juga ikut bernyanyi. Kubiarkan mereka terus menyanyikannya, agar nilai-nilai nasionalisme tertanam di hati hati kecil mereka. Sederhana saja. Cukup sampai ke langkah kecil itu saja dulu. Aku yakin mereka anak-anak hebat yang mampu memahami tanpa harus kuceramahi sebelumnya. Setidaknya aku masih memiliki waktu tujuh bulan berharga disini bersama mereka. Semoga bisa membawa sedikit kebaikan bagi mereka. Kem-ba-li ke U-pa-ca-ra.... Tugas berikutnya adalah hening cipta. Pembina upacara pun memeberi aba-aba untuk memulai hening cipta. Dan kejutan lagi, mereka ternyata belum menghafal lagu hening cipta. Bonus..=). Adapun yang melanjutkan nyanyian namun terdengar sendu karena ragu, takut salah. Dengan sigap ku bernyanyi disamping kelompok paduan suara. Melihat begitu serius, nampak terlihat beberapa yang sengaja menggoyang-goyangkan bibir mereka seperti mengikuti nada dan syair yang kunyanyikan. PR bagiku lagi, “mendidik mereka menyanyikan dan memaknai lagu hening cipta”. Tak apalah nak, sekarang kalian saja sudah cukup hebat. Melaksanakan sesuatu yang belum pernah kalian laksanakan sebelumnya. Pada amanat pembina upacara kali itu, Bu Marem juga terus menganjurkan agar mereka berlatih upacara dengan giat karena nilai-nilai positif yang banyak terkadung dalam kegiatan upacara. Mereka tentunya sangat senang karena selain mereka kini sudah merasakan bagaimana yang namanya upacara seperti cerita yang sering mereka dengar dari teman-teman yang bersekolah di SD lain juga karena ternyata upacara memiliki nilai-nilai positif. Upacara #2 Hari ini seharusnya mereka libur karena Ujian sekolah, namun lambatnya informasi tentang libur dari sekolahan induk, maka mereka tetap bersekolah. Aku berniat untuk menyampaikan bahwa mereka akan libur selama kakak-kakak mereka di Sekolah Induk menjalani ujian sekolah, mereka belajar di rumah. Hari itu hanya aku sendiri,tiga guru lainnya tidak datang tanpa alasan yang jelas. Aku memutuskan untuk memulai upacara bendera. Upacara bendera kali ini lebih aneh daripada upacara bendera pertama kali. Fahim, yang seharusnya menjadi pemimpin upacara senin ini, tidak datang karena sakit. Aku putuskan untuk memberikan tawaran siapa yang ingin menjadi pemimpin upacara? Mereka menutup wajah mereka dengan malu, hingga beberapa tawaran yang kulayangkan belum ada yang mau. Matahari semakin terik, aku memilih diam ingin memancing reaksi mereka. Belum lama aku diam, Rifli, salah satu murid kelas tiga mengancungkan tangannya dan menawarkan diri untuk menjadi pemimpin upacara. Kelas tiga lainnya yang ikut menjadi petugas upacara selain kelompok penyanyi kali ini Dimas sebagai pemimpin pasukan kelas tiga, Toyo sebagai pemimpin pasukan kelas dua, dan Jarno sebagai pemimpin kelas satu. Jarno yang dikenal nakal oleh teman-temannya terlihat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawabnya. Kusimak  jarno membentak anak-anak kelas satu untuk tidak ribut. Aku tersenyum tipis melihat aksinya itu. Dia bagaikan polisi yang sedang menertibkan para demonstran. Lucu juga kataku dalam hati. Sengaja kupilih jarno dan toyo sebagai pemimpin pasukan kelas rendah, selain karena mereka memang mau, yang aku tau mereka adalah anak-anak dengan kecerdasan kinestetis. Ini sepertinya tantangan sekaligus tanggung jawab bagi mereka. Si Rifli sendiri, sang pemimpin upacara ketika upacara akan dimulai masih berdiri dengan sikap siap yang tidak sempurna, tengok kanan tengok kiri kaki kiri ditekuk sambil menggaruk-garuk kepala. Ya Tuhan ini bukan lelucon. Ini hanya hiburan di pagi hari dari mereka. Jika pada waktu upacara pertama Adi masih melakukan latihan hari sebelumnya, kali ini Rifli tanpa persiapan sama sekali, bisa dibayangkan??. Selama uapacara berlangsung si Rifli hanya senyum-senyum yang aku tak tahu makna dari senyumnya itu. Teman-temannya ada yang menggerutu “pli....ojo cengar cengir to pli” Sementara petugas yang lain menjalankan tugasnya sudah cukup baik. Tiba saatnya amanat pembina upacara. Ehhhhmmmmmmmmm..... Setelah aku memberi contoh aba-aba istirahat kepada rifli, aku menyapa mereka dengan salam. Di barisan kelas satu, Jarno masih saja sibuk berusaha menertibkan rombongan kelas satu yang masih saja tidak mau diam. Lagi-lagi aku hanya senyum tipis. Pada amanat kali itu aku akan menyampaikan bahwa mereka akan libur karena kakak kelas mereka yang duduk di kelas enam sedang menjalankan ujian sekolah. Belum selesai aku menyelesaikan amanat pembina upacara, Rifli sang pemimpin upacara seketika bersorak HORREEEEE LIBURRRRR. Wah, keheboan diikuti anak-anak kelas satu yang membubarkan diri mengambil tas mereka bermaksud ingin pulang sesegera mungkin. Memaklumi?? Pastilah, proses belajar pasti selalu dibutuhkan toleransi. Aku hanya berkata dengan pelan kepada rifli, “fli...upacaranya kan belum selesai...kalian memang boleh pulang..tapi kan nanti” Rifliiii hanya cengar-cengir sambil menggaruk-garuk kepala. Jarno dan toyo ternyata mendengar ucapan saya kepada Rifli barusan,,dan mereka pun langsung teriaaaakkkkkkk “WOYYYYY BALEEEEKKKKKKKKK WOY,,,,URUNG BALIK DISE’...” (kembali, kita belum pulang) Dan...seperti disulap..mereka berbaris rapi lagi, kembali ke posisi masing-masing kali ini dengan tas masing-masing. Kemudian berusaha tertib hingga rifli memberi aba-aba untuk membubarkan barisan. Bagi anak-anak di sekolah lain, upacara bendera setiap hari senin mungkin adalah hal yang sangat lazim dilaksanakan.  Tapi upacara bagi anak-anakku adalah hal yang cukup luar biasa, karena mereka bisa menyanyikan lagu favorit mereka “Indonesia Raya”. Mereka juga sering mengira kalau upacara bendera adalah bukti kecintaan mereka terhadap Indonesia. Karena dalam upacara mereka bisa melihat sang merah putih dikibarkan, lagu Indonesia Raya disenandungkan. Happy enjoyyy your flag ceremony kidsss. Semoga nasionalisme dapat tertanam sejak dini pada mereka..

Cerita Lainnya

Lihat Semua