Cerita tentang liburanku

Yunita Ekasari 17 Juli 2011

Entah sudah berapa tahun rasanya aku tidak mengalami yang namanya LIBURAN (rasa-rasanya kalimat ini terdengar “aneh” dan tidak baku ya pemirsa...=D). Akhir semester kali ini memang sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Waktu sekolah ataupun kuliah saya tidak pernah merancanakan akan menghabiskan waktu liburan dimana. Waktu sekolah saya biasanya hanya di rumah ataukah di rumah saudara, itupun biasanya dadakan bukan karena liburan. Waktu kuliah, libur akhir semester seperti ini, saya kebanyakan di kampus, karena urusan organisasi. Malah biasanya waktu saya di kampus lebih lama dibandingkan waktu kuliah reguler dalam satu harinya. Saya masih ingat ketika aku pulang ke rumah agak larut karena usai mengerjakan tugas menjadi panitia pemilu raya ketua lembaga himpunan jurusanku. Waktu menunjukkan pukul 00.00 WITA, saya masih berada di atas motor diantar teman angkatan menuju perjalanan pulang. Dag-dig-dug juga jantung ini. Bayangan hal-hal aneh pun mewarnai pikiran saya selama perjalanan, bayangan ibu yang cemas dan khawatir menunggu saya di rumah lah, bayangan penjahat yang tiba-tiba mencegat kami di jalan lah, sampai-sampai bayangan tentang.......(silahkan lanjut sendiri). Sesampainya di rumah, pintu dibukakan oleh ibu dan saya langsung masuk ke kamar tanpa merasa bersalah. Ibu juga hanya diam, rasa kantuk juga ikut andil menambah rasa tidak bersalah. Setelah tertidur beberapa saat, ibu masuk ke kamar dan berkata kepadaku “anak gadis kok pulangnya jam segini, ini kan libur, jangan beralasan kamu ngerjain tugas jadi pulangnya harus jam segini”. Saya mencoba menanggapinya dengan tenang, “maaf ma, tadi ngurusin pemilu raya”. Tiba-tiba satu kalimat mengejutkan terlontar “Kalau mau organisasi ya gak usah kuliah, atau kalau mau kuliah berhenti aja organisasinya” -lha?? Pikiran pun melayang-layang...lalalalalalalala-. “kuliah...kuliah aja, tidak usah organisasi”..-nah ini, gimana urusannya kuliah tanpa organisasi??-. Kalau tidak salah kejadian itu lima tahun yang lalu, Juni-agustus  2006. Kala itu, teman-teman angkatan kebanyakan “pulang kampung” karena LIBURAN. Jadinya jumlah panitia yang bekerja secara efektif tidak banyak alias terbatas. Dan ujung-ujungnya saya dan beberapa kawan lainn harus bekerja ekstra, menjelma menjadi beberapa bagian (tapi kali ini berbeda berkembang biak secara pembelahan).  Liburan setelahnya hampir sama saja. Tujuan liburan setiap tahunnya adalah ke kampus, entah untuk urusan organisasi ataukah hanya sekedar tebar pesona bersama putri-putri teknik lainnya yang jumlahnya hanya seuprit =P. Nah kok malah bernostalgia tentang liburan masa lalu ya ;p... Tahun ini, saya adalah seorang guru SD di sebuah desa di tepi lintas timur sumatera. Karena kebiasaan tidak merencanakan liburan. Jadi yah, kemana kaki melangkah di situlah waktu liburan kuhabiskan. Sebenarnya teman-teman telah mengagendakan untuk backpack ke beberapa tempat di sumatera. Namun, beberapa hari sebelum liburan tiba, bapak angkat yang dulu pertama kali menolongku karena kebingungan mencari tempat tinggal di desa berkata “ yun, ibumu itu diajarin komputer lah kalau liburan nanti”. Itulah kalimat singkat, padat dan berisi dari bapak angkat ketika aku berkunjung ke rumahnya. Saya hanya senyum dan diam, rasanya sangat takut berjanji. Takut tak bisa menepati janji itu nantinya. Dalam hati saya akan mengusahakannya, mengingat indahnya berbagi ilmu dan senangnya apabila ilmu itu ternyata bermanfaat bagi orang lain. Sabtu, 18 Juni 2011 Hari ini saya berkenalan dengan hampir semua orang tua murid. Penerimaan raport kali ini memang diciptakan sedikit berbeda oleh kami, para guru di sekolah lokal jauh. Kami sepakat bahwa sebelum penerimaan raport  di setiap kelas, akan di umumkan juara-juara tiap kelas dilanjutkan pemberian piagam dan sedikit hadiah. Prosesi itu dilaksanakan di lapangan sekolah kami. Hari itu juga saya bertemu kembali dengan para orang tua murid kelas dua. And, yeah it’s my opportunity to tell them about their kids’s dream. Lewat secarik kertas, saya meneceritakannya kepada orang tua mereka. Merekalah yang paling berhak mengetahuinya, not just me as their teacher. Semoga para orang tua menyadari bahwa betapa anak-anak mereka adalah anak-anak yang cerdas dan ingin memiliki masa depan. Karena jumlah murid yang hanya 99,maka prosesi penerimaan raport tidak memerlukan waktu yang lama. Dan it’s time to say to them SELAMAT BERLIBUR.... Sumatera, June 21th untill June 30th Perjalanan ini sungguh luar biasa #sedikitlebbay# bagi saya. Perjalanan ini membuat saya semakin mengagumi Indonesia. Indonesia is a rich country. Membuat saya semakin menyadari what a wonderful Indonesia. Ada tanjung karang dengan keindahan bukit dan pantainya. Palembang dengan sungai musinya dan jejak peninggalan kerajaan sriwijayanya. Pulau Bangka dengan keindahan pantai dan masih tentang peninggalan sejarah baik tentang kerajaan maupun tentang sejarah Indonesia,masih ingat gak dengan pelajaran SD kalau di Pulau bangka ini tempat pengasingan beberapa pahlawan Indonesia, bahkan Presiden Soekarno memiliki rumah pengasingan khusus di sebuah bukit yang bernama penumbing. The next, Belitung....siapa yang meragukan keindahan pantai di daerah ini dengan batu-batu besar seperti di film laskar pelangi. Sungguh pemandangan yang sangat eksotis dan memanjakan mata. What a extraordinary vacation...

BUT

i must back to the village Tanggal 30 Juni ternyata pengumuman SNMPTN 2011, entah mengapa saya merasa harus kembali ke desa saat itu. Ternyata adik angkat saya belum berhasil diterima di PTN tahun ini, tak ada namanya di koran itu. Saya mengerti betul akan keinginannya yang kuat untuk kuliah. Saya mengerti betul tentang mimpinya. Namun, terkadang Tuhan ingin menunjuukkan sesuatu kepada kita. Mungkin saja doa dan usaha masih belum maksimal. Ataukah memang ada jalan lain, tanpa berpikir panjang aku berangkat menemani adik angkat untuk ikut jalur lain. Yang penting, dia harus benar-benar melanjutkan kuliah. Yeah, everything happen is because a reason. Ternyata feeling ingini back to village saya terjawab oleh alam. Ketika itu, dalam waktu yang bersamaan dengan pendaftaran jalur lain adik angkat secara tidak sengaja aku memperoleh informasi tentang jalur penerimaan melalui perluasan akses pendidikan. Alhamdulillah ada sedikit pencerahan, dan tidak ada salahnya agar jalan ini juga dicoba. Ini semacam beasiswa, formulirnya gratis, boleh difotokopi lagi, namun ada beberapa berkas yang harus dilengkapi. Lets go ahead. Semua bisa selama kita mau mengusahakannya. Bertemu dengan orang-orang inspiratif. Menurut saya, orang-orang yang inspiratif bukan hanya orang-orang yang kita anggap hebat, sukses ataukah memiliki nama yang cukup terkenal. Inspirasi itu dapat dilihat dari sudut pandang apapun, tergantung dari pribadi yang melihatnya. Liburan kali ini saya bertemu dengan sosok, keluarga yang membuat saya merasakan bertemu secara langsung dengan sosok, keluarga inspiratif itu sendiri (maklum, biasanya kebanyakan lihatnya hanya di tipi-tipi, itu pun dulu, sekarang kan gak ada listrik apalagi tipi). Great thankful....=D. Well, i will tell one by one. #1 Mister yuyu’, Bupati Belitung Timur Belitung sebagai salah satu destinasi saya dan teman-teman karena trilogi laskar pelangi dan pantai-pantainya yang memiliki batuan besar. Pemandangan eksotis sangat mudah diperoleh di tempat ini. Salah satu teman saya, Faisal, memiliki relasi yang kebetulan adalah protokol bupati. Keesokan harinya, kami pun di undang untuk makan siang dan sekedar berbagi cerita oleh Bupati. What a wonderful invitation. Makan enak dan gratis serta bertemu langsung dengan orang nomor satu yang wilayahnya ada di film laskar pelangi. Kami bertemu beliau, Bupati-red, bukan di rumah dinasnya tetapi di rumah pribadinya. Beliau dahulunya seorang dokter, masa kecilnya sebelum kuliah ia habiskan di Mantar dan sekitarnya. Satu hal yang menginspirasi saya dari beliau adalah nilai hidup yang ia miliki “Ketuhanan dan Kejujuran”. Hidup hanya untuk Tuhan, Hidup dengan kejujuran karena Tuhan mengetahuinya. Kalimat sederhana namun entah bagi saya kalimat ini memiliki makna yang cukup dalam. Selain itu sikapnya yang low profile menambah kekaguman saya pada beliau. Alhamdulillah dipertemukan dengan sosok seperti beliau. #2 Sugianto dan keluarganya Kalau sebelumnya adalah sosok bupati, kali ini kisah tentang anak bakul kelanting. Namanya sugianto, anak kedua dari tiga bersaudara. Ia kini tengah menyelesaikan skripsinya di universitas lampung. Anto, adalah salah satu pemuda yang cukup terkenal di desa Indraloka 2. Mengapa?? Kebanyakan pemuda di desa Indraloka 2 seusianya mungkin telah menikah dan menjadi penggarap karet, namun dia memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas selain itu tempatnya menimba ilmu adalah universitas negeri nomor satu di propinsi lampung. Di desa ini, saya akui hasil alam sangat menguntungkan secara finansial bagi masayarakat. Sangatlah bisa bagi mereka secara ekonomi membiayai sekolah hingga perguruan tinggi dari hasil sadapan getah putih (karet). Namun, paradigma mereka tentang pendidikan membuat mereka membangun penjara bagi mereka sendiri,pemikiran mereka “buat apa kuliah mahal-mahal, kalo toh hasil dari peladangan sudah lebih dari cukup untuk membiayai hidup”. Namun, anto dan keluarganya adalah suatu keluarga yang berusaha mengikis paradigma itu. Anto memandang pendidikan itu bukan sekedar untuk memperoleh pekerjaan setelahnya. Lebih dari itu, ia memandang kuliah sebagai ladang untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu. Saya sempat bertanya kepadanya “what is your planning after get your ST?”, dia hanya menjawab ingin kembali ke desa Indraloka 2 dan mengaplikasikan ilmu yang ia peroleh selama ini di jurusan teknik mesin. What a cooooooollll statement. Yang spesial dari keluarga ini adalah mereka bukanlah penduduk yang memiliki ladang karet berhektar-hektar sehingga anto bisa berkuliah tanpa memikirkan biaya pendidikannya. Ibunya adalah seorang pedagang kelanting (sejenis kerupuk), kalau di desa saya ibunya terkenal dengan nama bakul kelanting. Bayangkan saja apabila bakul kelinting yang didagangkan oleh sang ibu hanya seharga empat ratus rupiah sebungkusnya dan itupun harus dijual lagi entah sampai kapan lakunya tidaklah tentu (hmmm,,,,kalau ada yang berminat ikut reality show “jika aku menjadi”...boleh saja). Tapi Tuhan memang adil, DIA selalu membukakan jalan bagi orang-orang yang berusaha memperbaiki nasib baik bagi dirinya maupun bagi banyak orang. Konon, setelah bercerita kurang lebih tiga jam di rumah mereka, Anto dahulunya mengikuti tes UMPTN setelah dianjurkan oleh salah seorang gurunya di SMA. Dia tidak berharap banyak pada tes itu, namun ketika pengumuman ia berhasil diterima di jurusan mesin Unila. Keluarga sempat bingung mencarikan biaya, namun guru yang menganjurkan tadi bersedia membiayai kuliah Anto selama satu tahun pertama. Bahagia bukan main pada saat itu tuturnya. Selama satu tahun di awal itu Anto mencari beasiswa agar nantinya setelah satu tahun, setelah gurunya tidak membiayainya lagi ia masih bisa melanjutkan kuliah. Dan akhirnya ia memperoleh beberapa beasiswa. Mungkin kita berpikir “kuliah kan bukan hanya biaya semester, tapi biaya tetek bengek A sampai Z itu kan tidak sedikit”. Nah, itu lain lagi ceritanya... Selama tiga tahun dari awal kuliah, Anto tinggal di mesjid kampus. Ia ikut menjadi pengurus mesjid. Kehidupan yang ia jalani mungkin sedikit “lebih” (silahkan interpretasikan sendiri....), untuk tetap bertahan dan membiayai hidupnya di kota ia berdagang pisang coklat. Dan, dari hasil dagangan dan cari proyek sana-sininya  ia juga membiayai sekolah adiknya di salah satu SMK di bandar lampung. Speechless... Kini, Ia sedang melakukan penelitian untuk ujian akhirnya Februari tahun depan. Lagi-lagi Tuhan menunjukkan keadilannya. Bagi orang-orang yang pernah kuliah di jurusan mesin mungkin mahfum bahwa tidak sedikit dana yang harus dikeluarkan untuk menciptakan sebuah alat untuk ujian akhir. Namun, Anto mendapatkan kemudahan lagi. Ia, diminta menjadi anggota penelitian dosen, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk penelitian tugas akhirnya.Kalau kata dia “subhanallah lah mbak, Lika-liku selama saya tidaklah mudah memang tapi saya yakin Allah tidak tidur”. Sore itu hujan mengguyur desa, entah mengapa saya merasa menemukan bahagia di rumah ini. Dirumah kecil, sederhana dan berdindingkan papan. Saya bahagia melihat bapak, ibu dan Anto bercerita tentang kehidupan mereka. Tuhan akan selalu menunjukkan jalanNya, banyak hal yang bisa terjadi di luar kemampuan manusia. Berpikir positif, optimis dan biarkan alam merespon. Saya banyak belajar dari mereka hari itu. Terima Kasih Anto, bapak dan ibu. Thanks GOD.. Sore itu ketika saya pamit saya berkata pada bapak “selamat ya pak, sebentar lagi anak bapak jadi insinyur” #3 Keluarga Susi Kali ini Tuhan menunjukkan keadilanNya, entah itu kepada saya atau siapapun yang membaca tulisan ini. Dalam sebuah rumah papan yang berukuran kurang dari 10 x 10 m, hiduplah sebuah keluarga yang memiliki enam orang anak. Ayah dan ibu, tidak tamat SD. Tapi semoga kita tidak berkaca dari itu. Sungguh, Jangan. Prinsip kaderisasi ataukah regenerasi yang saya pahami hingga saat ini bahwa, keberhasilan suatu kaderisasi itu kita lihat dari generasi selanjutnya, generasi yang kita kader dalam kurun waktu tertentu. Dan cerita ini pun, saya peroleh secara tidak sengaja ketika membawa selembar kertas foto kopian formulir jalur masuk universitas melalui perluasan akses pendidikan untuk seorang perempuan yang bernama susi. Sewaktu saya ke rumahnya, kebetulan sang Ayah sedang berada di rumah karena istirahat (beliau dalam keadaan sakit kuning/hepatitis). Sang ayah begitu antusias menceritakan tentang anak-anaknya yang walaupun dalam segala keterbatasan ekonomi namun tetap memiliki prestasi. Contohnya saja anak bungsunya yang masih duduk di kelas enam SD berhasil menjadi juara catur di tingkat kabupaten dan berangkat ke Propinsi mewakili kabupaten beberapa saat lalu. Anaknya yang masih duduk di bangku SMA namun berlangganan ikut olimpiade. Ketika saya tanya apa kiat-kiat sang ayah dalam mendidik anak-anaknya, beliau hanya menjawab “saya tidak mau nasib saya terulang pada anak-anak saya”. Sebuah kalimat sederhana namun memiliki makna yang cukup dalam. Sore itu, saya memperoleh banyak cerita tentang kehidupan mereka yang terkesan “life is not easy”. Alhamdulillah saya bisa bertemu dengan mereka yang inspiratif. And we can get inspiration from anywhere and anywhen. Sekian cerita liburan dari Bumi Ruwa Jurai Selamat memasuki tahun ajaran baru para guru dan murid-murid bangsa di seantero nusantara =)


Cerita Lainnya

Lihat Semua