Terpercik Semangat Ibu Tukly

Yuhda Wahyu Pradana 22 Mei 2017

Dahulu ketika pertama kali mendaftar Indonesia Mengajar, seorang PM angkatan terdahulu, sempat berbisik, “Berada di penempatan, kau akan dibombardir oleh banyaknya cerita-cerita inspiratif pengabdian pejuang pendidikan di ujung-ujung Indonesia.”

Memasuki bulan terakhir penugasan, satu dari sekian banyak cerita-cerita inspiratif muncul membekas. Cerita ini tentang seorang ibu sederhana yang telah menghabiskan tiga belas tahun terakhirnya mengajar anak-anak di SD tempat saya bertugas, SD Kristen Elo-Gerwali di Desa Elo. Agustina A. Tukly namanya. Tiga belas tahun yang ia habiskan di sekolah ini telah membuat Ibu Tukly, begitu saya akrab menyapa, sudah merasakan pahit manis berjuang di desa pesisir ini. Baliau yang aslinya pendatang bahkan sudah dianggap sebagai warga desa Elo asli saking lamanya mengajar di desa ini.

Satu yang membuat saya bersyukur bisa mengenal Ibu dua anak ini adalah semangatnya yang tak pernah luntur dalam mengajar anak-anak di sekolah. Jangan ditanya betapa disiplinnya ia berangkat ke sekolah. Saat menjadi guru jaga, beliau sudah berdiri tegak di depan kantor sebelum pukul 07.00 pagi, menyapa dan memberikan apel pagi bagi anak-anak.

Hampir setahun saya mengajar di SD ini, kami banyak berdiskusi tentang metode belajar, tentang anak-anak, dan tentang betapa tertariknya beliau pada mata pelajaran IPA meskipun beliau adalah guru agama. Baliau adalah orang yang punya semangat belajar tinggi dalam hal apapun. Seperti akhir-akhir ini beliau yang sudah mulai sering menggunakan alat peraga dalam mengajar anak didiknya di kelas 1. Beliau juga satu dari sekian guru di SD saya yang sudah mulai memberikan les tambahan di sore hari bagi anak-anak di kelasnya.

Satu momen yang begitu menginspirasi saya adalah begitu antusiasnya beliau dalam mempersiapkan anak-anak di SD saya dalam mengikuti dua Olimpiade yaitu, Olimpiade Sains Kuark (OSK) dan Olimpiade Sains Nasional (OSN). 

Beliau adalah guru yang mendampingi dua anak di SD saya yang berhasil lolos sebagai perwakilan kecamatan dalam OSN tingkat kabupaten. Perjalanan yang jauh dengan menumpang kapal laut untuk sampai di kabupaten membuat jiwa keibuannya keluar saat mendampingi anak-anak. Tak perlu saya bercerita bagaimana beliau harus mencuci baju kedua anak ini yang kotor karena terkena muntahan saat mabuk laut, atau bagaimana beliau memastikan bahwa semua perlengkapan untuk OSN sudah terlengkapi.

Suatu sore, saat saya sedang berjalan-jalan di sekitar rumahnya, saya mendapati beliau sedang asik membolak-balik komik kuark yang saya bawa dari kabupaten. Baliau lalu berujar bahwa beliau sangat suka belajar IPA dari komik kuark ini dan meminta bantuan saya untuk memesankan semua edisi komik kuark untuk beliau.

Beta ingin mempersiapkan anak-anak beta di kelas betauntuk ikut OSK tahun depan. Dengan komik ini beta rasa anak-anak bisa belajar dengan lebih mudah dan semangat,” ujar beliau.

Setahun bertugas di penempatan lalu menggeser makna setahun mengajar seumur hidup menginspirasi menjadi setahun mengajar seumur hidup terinspirasi. Setahun ini saya lebih banyak belajar, menimba ilmu-ilmu kehidupan dari mereka yang tanpa pamrih berjuang dan mau untuk terus belajar dan berbenah.

Dahulu ketika pertama kali mendaftar Indonesia Mengajar, seorang PM angkatan terdahulu, sempat berbisik, “Berada di penempatan, kau akan dibombardir oleh banyaknya cerita-cerita inspiratif pengabdian pejuang pendidikan di ujung-ujung Indonesia.”

Memasuki bulan terakhir penugasan, satu dari sekian banyak cerita-cerita inspiratif muncul membekas. Cerita ini tentang seorang ibu sederhana yang telah menghabiskan tiga belas tahun terakhirnya mengajar anak-anak di SD tempat saya bertugas, SD Kristen Elo-Gerwali di Desa Elo. Agustina A. Tukly namanya. Tiga belas tahun yang ia habiskan di sekolah ini telah membuat Ibu Tukly, begitu saya akrab menyapa, sudah merasakan pahit manis berjuang di desa pesisir ini. Baliau yang aslinya pendatang bahkan sudah dianggap sebagai warga desa Elo asli saking lamanya mengajar di desa ini.

Satu yang membuat saya bersyukur bisa mengenal Ibu dua anak ini adalah semangatnya yang tak pernah luntur dalam mengajar anak-anak di sekolah. Jangan ditanya betapa disiplinnya ia berangkat ke sekolah. Saat menjadi guru jaga, beliau sudah berdiri tegak di depan kantor sebelum pukul 07.00 pagi, menyapa dan memberikan apel pagi bagi anak-anak.

Hampir setahun saya mengajar di SD ini, kami banyak berdiskusi tentang metode belajar, tentang anak-anak, dan tentang betapa tertariknya beliau pada mata pelajaran IPA meskipun beliau adalah guru agama. Baliau adalah orang yang punya semangat belajar tinggi dalam hal apapun. Seperti akhir-akhir ini beliau yang sudah mulai sering menggunakan alat peraga dalam mengajar anak didiknya di kelas 1. Beliau juga satu dari sekian guru di SD saya yang sudah mulai memberikan les tambahan di sore hari bagi anak-anak di kelasnya.

Satu momen yang begitu menginspirasi saya adalah begitu antusiasnya beliau dalam mempersiapkan anak-anak di SD saya dalam mengikuti dua Olimpiade yaitu, Olimpiade Sains Kuark (OSK) dan Olimpiade Sains Nasional (OSN). 

Beliau adalah guru yang mendampingi dua anak di SD saya yang berhasil lolos sebagai perwakilan kecamatan dalam OSN tingkat kabupaten. Perjalanan yang jauh dengan menumpang kapal laut untuk sampai di kabupaten membuat jiwa keibuannya keluar saat mendampingi anak-anak. Tak perlu saya bercerita bagaimana beliau harus mencuci baju kedua anak ini yang kotor karena terkena muntahan saat mabuk laut, atau bagaimana beliau memastikan bahwa semua perlengkapan untuk OSN sudah terlengkapi.

Suatu sore, saat saya sedang berjalan-jalan di sekitar rumahnya, saya mendapati beliau sedang asik membolak-balik komik kuark yang saya bawa dari kabupaten. Baliau lalu berujar bahwa beliau sangat suka belajar IPA dari komik kuark ini dan meminta bantuan saya untuk memesankan semua edisi komik kuark untuk beliau.

Beta ingin mempersiapkan anak-anak beta di kelas beta untuk ikut OSK tahun depan. Dengan komik ini beta rasa anak-anak bisa belajar dengan lebih mudah dan semangat,” ujar beliau.

Setahun bertugas di penempatan lalu menggeser makna setahun mengajar seumur hidup menginspirasi menjadi setahun mengajar seumur hidup terinspirasi. Setahun ini saya lebih banyak belajar, menimba ilmu-ilmu kehidupan dari mereka yang tanpa pamrih berjuang dan mau untuk terus belajar dan berbenah.


Cerita Lainnya

Lihat Semua