Peringkat Pertama Kabupaten

Dika Setiagraha 23 Mei 2017

Banyak kejadian mengejutkan di Olimpiade Olahraga dan Seni Nasional (O2SN) tahun 2017 ini khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.  Di mulai saat terbitnya surat edaran tingkat nasional tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis kegiatannya. Saat melihat informasi tersebut kami para guru tak melihat lomba cabang Catur, padahal kami sangat berharap cabang lomba tersebut dapat dilaksanakan sampai tingkat nasional. Beruntungnya meski tidak ada lomba di cabang tersebut pihak UPTD kecamatan tetap mengadakan seleksi, dengan mempertemukan setiap perwakilan dari 16 Sekolah Dasar di kecamatan Loksado. Pertandingan yang di laksanakan selama satu hari tersebut mendapatkan 2 anak laki-laki bernama Aris dan Hendi yang tidak lain dan tidak bukan perwakilan dari SDN Haratai 3. 

Esok harinya setelah pertandingan mereka masuk ke sekolah kembali belajar seperti biasa di kelas. Saat di kelas aku pun menanyakan SD mana yang menang mewakili kecamatan Loksado mereka diam saja. Sampai akhirnya aku tanya berkali-kali dengan sedikit nada merajuk barulah Aris menyebutkan bahwa Hendi yang peringkat pertama. Hendi langsung merespon dengan menyangkal bahwa bukan dia lalu dia juga menunjuk Aris yang peringkat kedua. Setelah mendapatkan info tersebut aku cari tau kembali ke guru PenJasKes kami yang di hari sebelumnya menemani mereka, ternyata memang benar info tersebut mereka berdua mewakili kecamatan.

Setelah hari itu kami selalu menunggu pengumuman pertandingan di tingkat kabupaten, sempat ada beberapa penundaan waktu. Akhirnya kami mendapatkan waktu dan tempat pertandingan yang pasti setelah beberapa hari menunggu. Hari yang selama ini kami nanti akhirnya tiba yaitu pelaksanaan O2SN tingkat kabupaten cabang olahraga Catur. Ada 2 orang guru kami yang menemani Aris dan Hendi untuk berangkat bersama-sama ke kantor Dinas Pendidikan yang terletak di kota kabupaten. Jarak yang harus ditempuh meraka adalah sekitar 45 KM dari desa yang letak geografisnya di kelilingi pegunungan.

Aris dan Hendi sempat bercerita bahwa sebelum bertanding ada orang yang mendekatinya dan berkata bahwa dia akan memberi uang Rp200.000 secara langsung di tempat jika ia mau pulang saja tidak ikut bertanding. Aris pun menyatakan bahwa tidak mau mundur sebelum bertanding ia lebih senang untuk memilih bertanding karena alasan keseruan bertandingnya bukan uang ataupun hadiah yang akan diberikan. Mendengar kabar tersebut aku sempat kecewa dan bercampur jengkel dengan perilaku tersebut, namun setelah saya telusuri kebenarannya dengan bertanya ke guru pendamping. Ternyata ucapan tersebut itu hanya sanda gurau sesama guru saja. Ia menjelaskan bahwa karena mereka sudah sering bertemu di pertandingan catur dan dari SD kami sering menang.

Di setiap pertandingan Aris selalu tenang dalam setiap memikirkan langkah demi langkah pion-pion caturnya. Aris memang pandai dalam menyusun strategi dari awal bermain ia menjebak musuhnya ke dalam perangkap sehingga tak sampai 5 menit ia selalu dinyatakan menang telak. Berbeda dengan Aris ternyata Hendi mengalami Jet Lag, kondisi tersebut membuat Hendi selalu tegang dalam setiap pertandingan. Hendi tampak gelisah, hal ini ia tunjukkan dengan menggerakkan beberapa bagian tubuhnya terus menerus saat bertanding, kata guru PenJasKes kami yang juga memantaunya dari jauh saat pertandingan berlangsung. Setelah beberapa lama terlihat gelisah, ada pemandangan aneh di celana sekolah berwarna merah milik Hendi.  Pemandangan aneh tersebut setelah dilihat dari dekat ternyata celana Hendi di bagian depan antara kedua kakinya terlihat basah. Ada kemungkinan Hendi merasa tegang dan tidak berani untuk izin sebentar ke toilet untuk membuang air kecil. Kejadian tersebut membuat ia bertambah malu sampai pulang ke desa. Hampir selama setahun ini aku mengenal Hendi adalah anak yang pemalu saat berada di luar desa, ia pantang meminta maupun menerima sesuatu dari orang lain sekalipun dari orang yang sudah ia kenal.

Di babak penghitungan nilai akhir ternyata nama Aris menduduki posisi pertama dan diikuti peserta dari SD di kecamatan lainnya di kabupaten Hulu Sungai Selatan. Sore hari setelah sampai di salah satu desa di kecamatan aku menanyakan kepada mereka apa hadiahnya, mereka menjawab belum ada. Aku pun bertanya dengan tujuan menguji motivasi mereka bermain catur dengan bentuk pertanyaan Bagaimana jika tidak ada hadiahnya dan kenapa mereka mau bermain tanpa hadiah. Mereka menjawab “kada napa napa pak ai (tidak apa-apa pak)” dan dilanjutkan dengan pernyataan “umpat beramean haja (ikut berseru-seruan saja)”.  Yang sangat di sayangkan adalah di tahun ini cabang olahraga Catur tidak diadakan sampai di tingkat Provinsi.

Oleh karena itu sampai saat ini kami guru-guru di SDN Haratai 3 masih penasaran apakah Aris dan Hendi juga bisa maju ke tingkat Provinsi, nasional, atau bahkan mereka adalah bibit atlet Catur yang akan mewakili Indonesia ke tingkat dunia.


Cerita Lainnya

Lihat Semua