Pramuka Sore Itu
Yuhda Wahyu Pradana 20 Desember 2016“Pak Yuhda, katong seng ada seragam Pramuka,” ucap Marko Tarekar, salah seorang muridku.
“Seng apa-apa, ose masih punya seragam olahraga to. Pakai sudah,” jawabku.
“Katong juga seng ada tongkat Pramuka par latihan, Pak,” jawab Marko dengan muka yang masih gelisah.
“Sekarang to, pi hutan belakang desa dulu, cari kayu-kayu yang lurus itu la kupas dulu. Itu bisa jadi tongkat to. Su tahu tingginya harus berapa?” tanyaku menyergap mereka.
“Tahu Pak. 1,5 meter to. Oke katong pi!” Jawab mereka lega sambil bergegas mencari tongkat untuk pramuka di hutan.
Kegelisahan Marko adalah buah dari akan diadakannya latihan gabungan Pramuka serta pembentukan Gugus Depan dari tiga sekolah di Pulau Sermata. Ketiga sekolah itu adalah SD Kristen Elo-Gerwali, SD Negeri Romkuda dan SMP N 3 Mdona Hyera.
Pramuka memang hal baru buat anak-anak di pulau Sermata sini karena memang ekstrakurikuler Pramuka baru sekitar satu tahun ini saja diadakan, terutama di SD Kristen Elo-Gerwali, tempat saya mengajar.
Inisiatif untuk mengadakan ekstrakurikuler Pramuka memang sudah sering diupayakan oleh guru-guru disini meski dengan sumber daya seadanya, termasuk perlengkapan Pramuka yang belum ada. Setiap latihan Pramuka, anak-anak biasanya menggunakan seragam olahraga, kecuali untuk beberapa anak yang sudah punya seragam Pramuka.
Angin segar kembali berhembus ketika ada kabar dari UPTD bahwa akan ada latihan gabungan sekaligus pembentukan gugus depan Pramuka di kecamatan Mdona Hyera. Ikhtiar ini merupakan salah satu dari hasil keputusan Rakercam (Rapat Kerja Guru Kecamatan) Mdona Hyera.
Hari itu pun datang. Sedari pagi, anak-anak sudah siap dengan tongkat yang mereka buat sendiri sebelumnya. Antusiasme jelas terpancar dari muka-muka mungil mereka.
Latihan gabungan ini berlangsung selama 3 hari. Motor utama dari latihan ini adalah Bapak Sam Hayer. Dengan pengalaman bertahun-tahun di Pramuka dan Paskibraka, beliau tak segan-segan turun langsung ke sekolah di desa-desa di Kabupaten Maluku Barat Daya untuk melatih pramuka. Sebuah kerja yang luar biasa dari lelaki yang sudah tak lagi muda dan sering lupa ini.
Beliau adalah lelaki penuh dedikasi. Tak salah saya sebut hal ini. Bagaimana tidak, sebelum sampai di desa saya, beliau baru saja marathon melatih pramuka di pulau Luang, pulau sebelah kami selama empat hari. Dan setelah itu, masih ada beberapa desa di kecamatan kami yang masih harus beliau kunjungi. Itu masih di kecamatan kami. Sebuah dedikasi dengan energi tak kunjung habis dari lelaki ini.
Di malam terakhir latihan, saya dan beliau duduk-duduk santai di muka rumah.
“Pramuka itu dunia saya. Saya besar dan belajar di Pramuka. Cara saya berterima kasih kepada Pramuka adalah dengan melatih Pramuka untuk anak-anak di desa-desa,” ungkap beliau sambil menyeruput teh yang sudah tak lagi panas.
“Mungkin saya akan berhenti jika suara saya sudah tak kuat lagi,” tambah beliau sambil memandang langit-langit malam.
Dan malam itu berakhir dengan satu pembelajaran hidup baru. Kami pun masuk ke rumah sebelum dingin malam menyergap.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda