Semangat Seorang Rahel

YorinaSarah Franscoise Lantan 14 Juli 2016

Anak perempuan ini bernama Rahel. Seharusnya ia duduk di kelas 5 tahun ini, tetapi karena kekurangannya dalam membaca membuat wali kelasnya tidak memberikan tiket untuk naik kelas tahun kemarin. Sikapnya agak tomboy dan seperti kebanyakan anak – anak Dayak pada umumnya, ia juga kurang pandai mengontrol emosi dalam dirinya. Namun, dibalik semua kekurangannya Rahel adalah anak yang sangat bersemangat, haus akan ilmu pengetahuan dan pandai. Melalui beberapa sesi belajar malam saya dan anak – anak lain, di mana biasanya kami belajar matematika, terlihat jelas bahwa kekuatan Rahel ada pada mata pelajaran ini. Dengan begitu cepatnya ia mengerti penjelasan saya dalam menyelesaikan soal – soal. Bukan hanya itu, ia bahkan menemukan cara yang lebih sederhana dan dipahaminya sendiri untuk menyelesaikan soal – soal yang saya berikan. Apabila ia sudah mengerjakan tugasnya, dengan tangkas ia akan bertanya kepada saya, “Bu, boleh bantu temankah?” Dan dengan senang hati ia pun akan berubah peran menjadi tutor berbahasa dayak bagi teman – temannya.

Mengenai kemampuan literasinya? Bagi saya Rahel adalah seorang pejuang. Jarang sekali ia tidak datang sesi les sore yang saya adakan setiap hari. Kalau bukan karena ia ketiduran atau diminta mamaknya untuk menjaga adiknya, ia pasti datang les. Dalam setiap sesi les, meskipun dengan ritme yang lebih lamban dari teman – temannya, ia berusaha menulis semua catatan yang saya berikan. Ketika waktu istirahat tiba, hampir selalu saya menemukan buku ditangannya.

Ketika liburan semester genap dimulai, dengan penuh semangat dan tidak sabar, setiap hari ia bertanya kepada saya, “Bu, leskah hari ini?” Belum cukup memastikan apakah hari ini ada les atau tidak. Ketika saya keluar ke beranda rumah, ia akan bertanya, “Bu, sudah mau mulai leskah?” Ketika saya menjawab pada pukul berapa les diadakan, ia pun mengganti pertanyaannya menjadi, “Bu, sudah jam berapakah sekarang?” Kemudian karena ketidaksabarannya, ia akan berkata, “Bu, kita belajar saja sekarang di sini tidak usah di TK sebelum les.” Rahel juga bahkan membujuk saya untuk membawa buku – buku yang ada di TK ke rumah supaya dapat dibaca di rumah saat sesi belajar malam. “Ibu bawa buku ini, ini, dan ini ya. Nanti waktu belajar di rumah Riya, aku baca. Tidak aku rusak, Bu. Besok Ibu kembalikan lagi di TK.” Dengan terbata – bata dan mengeja, Rahel membaca buku – buku itu sampai selesai. Sedikit demi sedikit, ia semakin lancar membaca dan menulis. Secara progresif kemampuan literasinya meningkat. Rahel yang dulu melarang teman – temannya untuk belajar membaca, kini jatuh cinta pada buku. Tidak pernah ia merasa rendah diri meski ditinggal teman – temannya di kelas 3. Tidak pernah ia merasa minder meski belum lancar membaca. Ia terus mengeja dan berjuang untuk dirinya. Ya, Rahel adalah seorang pejuang kecil yang membuat saya merindukan dan sekaligus bosan dengan kalimat “Bu, leskah hari ini?”


Cerita Lainnya

Lihat Semua