Melalui "Tentara Mengajar" Kudekatkan Anak-Anakku Dengan Impian Mereka

Yenni Triani 15 Februari 2015

"Yenni, kau nak jadi apo besak kagek?" ( Yenni, kalau sudah besar mau jadi apa?), tanya Ebakku. Ebak adalah panggilan untuk ayah dalam bahasa Palembang kampung.

"Aku nak jadi guru, Bak." Kataku saat masih berumur 6 tahun.

"Oh, bagus itu. Yenni sekolah baek-baek yo, sampe tercapai itu cito-cito. Beken ebak samo emak bangga ye..." (Oh,bagus itu. Yenni sekolah yang baik ya, hingga tercapai cita-cita itu. Buatlah ayah dan ibu bangga ya).

Itulah kali pertama aku kenal dengan cita-cita, bahwa cita-cita itu akan menentukan akan menjadi apa aku kelak di masa depan. Ayahku lah yang memperkenalkannya pertama kali. Dan yang paling aku ingat, sejak beliau tahu bahwa aku ingin menjadi guru, ayahku sering sekali memperkenalkan aku dengan tetangga-tetangga kami yang berprofesi guru. Padahal, saat itu aku belum masuk sekolah, karena ketika aku kecil dulu, anak-anak di kampungku baru boleh masuk sekolah ketika umurnya 7 tahun. Sedangkan aku masih berumur 6 tahun.

Meskipun aku belum sekolah, tak menyurutkan semangat Ayahku untuk meyakinkan aku akan cita-citaku. Beliau tetap membawaku bertandang ke banyak rumah guru di Kampung kami. Bahkan, dari seringnya beliau mengajakku berinteraksi dengan para guru. Akhirnya beliau mendapatkan informasi tentang sekolah SD terbaik di luar kampung kami. Meski letak sekolah tersebut sebenarnya jauh di luar kampung dan berbiaya mahal untuk ukuran kantong beliau. Tapi beliau tetap ngotot menyekolahkanku di sana, beliau ingin aku keluar dari tempat pemukiman kumuh kami berdiam. Aku ingat ayahku rela melakukan apapun untuk menyekolahkan aku, termasuk meminjam uang ke tetangga, manakala tabungan hasil jerih payah beliau sebagai buruh tidak cukup. Beliau ingin aku belajar di sekolah terbaik, diajar guru terbaik, agar aku bisa mewujudkan mimpiku menjadi guru kelak, di masa depanku.

Itulah ayahku, dan mungkin ayah-ayah kita semua. Ketika mereka, ayah kita tahu apa impian anak-anaknya. Maka mereka akan melakukan apapun untuk mendekatkan anak-anaknya dengan impian mereka. Bahkan kalau bisa hingga membantu anak-anaknya mewujudkan cita-cita mereka.

Dan, seperti halnya ayahku, aku juga ingin mendekatkan anak-anakku dengan impian mereka. Aku tahu cita-cita anak-anakku. Aku tahu bagaimana anak-anakku di kampung banyak sekali yang ingin menjadi tentara. Termasuk Aldy, anak PAUD-ku yang baru berusia 4 tahun. Aldy adalah anakku yang katanya siap mengumpulkan uang dengan memecah batu demi mewujudkan impiannya menjadi tentara. Oleh karenanya, aku berjanji pada Aldy dan anak-anakku yang lain bahwa suatu hari aku akan mempertemukan mereka dengan tentara. Dan, Alhamdulillah melalui program "Tentara Mengajar" yang hadir di sekolah kampung kami, akhirnya anak-anakku benar-benar dapat bertemu tentara impian mereka. Mereka senang sekali. Bahkan Aldy mendapatkan foto ekslusif dengan digendong langsung oleh Bapak Dandim dan para petinggi TNI AD lainnya dari KODIM Fakfak.

Hari ini mereka menatap para tentara itu sebagai harapan mereka. Tetapi kelak, suatu hari nanti, tentara-tentara itu adalah mereka sendiri di masa depan. Aku berdoa semoga semua anak-anakku bisa mencapai cita-cita mereka. Dan, semoga Tuhan selalu menjaga dan mewujudkan mimpi-mimpi mereka, seperti Tuhan yang selalu menjaga dan mewujudkan mimpi-mimpiku.

Lalu, sekarang, 5 anakku yang lain yang bermimpi menjadi polisi mulai sering bertanya padaku; "Ibu, kapan katong bertemu polisi?"

Tuhan, beri aku kekuatan dan kemudahan. Semoga masih banyak para pemimpin, para pejabat yang mau bersusah payah datang ke kampung tak bersinyal dan susah listrik ini. Untuk sekedar mengajar, berbagi ilmu dan menebar inspirasi kepada anak-anakku di sini. Seperti yang telah dicontohkan oleh Bapak Dandim Fakfak beserta jajarannya. Amiin.

-Yenni Triani- Pengajar Muda Fakfak


Cerita Lainnya

Lihat Semua