info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Almost Harvest Moon

Yenni Triani 9 Februari 2015

"Ibu, ibu, coba ko liat ini dolo, ketimun su bokar O!" (ibu, ibu, coba lihat ini dulu, buah timun sudah besar). Anak-anakku heboh memanggilku datang ke kebun sayur sekolah kami.

Yes,my school has a "Vegetable Farm", the real one. Lebih tepatnya "organic farm", keren banget kan...

Kebun sayur kami tidaklah luas, hanya 2 petak saja, di atas tanah berbatu pula. Namun karena kegigihan anak-anakku, dan doa-doa mereka, akhirnya kebun itu benar-benar berbuah.

Ketika aku bilang "doa-doa", ini serius, anak-anakku selalu berdo'a untuk kesuburan tanaman mereka. Mereka berdo'a dan merawat tanaman mereka dengan penuh kasih sayang. Selesai berdoa dengan membacakan surah Al Fatihah, mereka akan mengelus tanaman mereka dan berkata; "Har e..", sebuah frase Bahasa Iha yang artinya "Kamu tumbuh ya..."

Anak-anakku sudah tahu bahwa tanaman juga makhluk hidup yang harus diberi kasih sayang dan didoakan.

Aku masih ingat, betapa kerasnya usaha mereka untuk membuat lahan perkebunan ini. Anak-anakku harus bersama-sama mencabut rumput, dan mencangkuli tanah berbatu keras itu.

"Ibu, ini katong semua pu kebun O. Anak-anak kelas 1 sampe kelas 6 pu keringat jatuh turun di tanah ini. Jadi, ini kebun kito orang punya O," Hairul berdeklarasi sambil mengayun cangkulnya.

"Iyo itu sudah toh, ini kebun bukan cuma guru-guru yang punya, tapi kito orang semua punya. Jadi ko semua jaga dia baik-baik e. Jaga sampe berbuah."

Dan, perjuangan anak-anakku dalam berkebun, tidak hanya sampai di situ saja. Karena sebelum musim hujan datang, anak-anakku harus bersusah payah mengambil air untuk menyiram tanaman mereka.

 

Tapi untungnya, anak-anakku sudah terbiasa bekerja sama. Jadi mereka bergantian mengambil air dari bak penampungan yang letaknya jauh menanjak di atas sekolah. Mereka menikmati semua proses berpeluh, penuh kerja keras ini. Sampai akhirnya musim hujan datang, dan mereka tidak perlu menyiram kebun sayur lagi.

 

Kebun sayur ini lebih dari sekedar hiburan untuk aku dan anak-anakku. Karena ini sebenarnya adalah metode yang aku pakai untuk mengajarkan pertanian, sebuah bahasan dalam mata pelajaran muatan lokal di sekolahku. Bahkan anak-anakku juga bisa belajar IPA dari kebun sayur kami.

 

Tapi seiring prosesnya berjalan, kembali akulah yang lebih banyak belajar dari anak-anakku. Aku belajar begitu banyak "Noble Values" (Nilai-nilai mulia) dari mereka. Tentang keyakinan, kerja keras, kebersamaan, kasih sayang, dan yang terutama tentang nilai mulia untuk "Tidak Mudah Kecewa dan Putus Asa". 

 

Aku ingat betapa kecewanya aku ketika setelah satu bulan lebih menunggu ternyata bibit pohon cabe dan terong kami tidak tumbuh. Tidak tumbuh sama sekali, meski sudah rajin disiram di bawah terik matahari kemarau. Waktu itu susah sekali mencari air, kemarau membuat pasokan air sangat minim. Bahkan untuk menyiram tanaman, anak-anakku harus rela berpanas-panasan. Matahari memang terasa lebih ekstrim ketika kemarau. Matahari pagi pun terasa bagai matahari siang. Hingga sore pun, matahari tetap seperti di tengah hari. Tak sampai disitu saja, totalitas anak-anakku dalam berkebun, membuat mereka juga dengan telaten memberi pupuk kandang di tanah bibit-bibit itu agar subur. Tapi ternyata, semua itu sia-sia. Aku merasa semua usaha yang aku dan anak-anakku kerjakan cuma buang-buang waktu saja. Efeknya, aku sempat tidak mau menanam lagi. I suffered a broken heart.

Tapi tidak dengan anak-anakku, mereka tidak menyerah. Anak-anakku terus memotivasiku untuk mencoba lagi. Dengan semangat yang sama, mereka masih mengajakku untuk menanam lagi. Akhirnya aku memberikan kami kesempatan kedua, kesempatan untuk kami menanam kebun sayur lagi. Dan, ternyata mereka benar, kali ini kami berhasil. Untung ada mereka. Jika tidak, mungkin sampai hari ini aku tidak pernah tahu betapa bahagianya bisa menumbuhkan sayur sendiri. Bangganya bukan main.

 

Dan, kini kami sedang menantikan "Harvest Moon", musim panen kami...

it will arrive soon, Insya Allah...

 

What a happy farming...

 

 

-Yenni Triani, Pengajar Muda Fakfak-


Cerita Lainnya

Lihat Semua