info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

The Miracle of 17 #1

Wildan Mahendra 2 April 2011
Seperti biasa selain mendengarkan musik dan membaca cerpen, teman hiburan yang paling setia untuk membunuh rasa bosan adalah mengecek facebook via handphone. Meski sinyalnya kembang kempis, tapi Tuhan masih berbaik hati. Setidaknya selalu ada kesempatan satu hingga dua kali untuk membuka facebook, tanpa ada tulisan SAMBUNGAN HABIS WAKTU! atau JAWABAN TIDAK ADA! Menyebalkan. Oke, salah satu yang selalu menjadi perhatian saya adalah facebook group Angkatan 1 Indonesia Mengajar. Sebentar, sepertinya ada sesuatu yang berbeda dan istimewa rupanya. Ya status Rangga Septyadi di group itu: INGIN IKUT MENGABARKAN, ALHAMDULILLAH, 99 SISWA BENGKALIS LOLOS BABAK PENYISIHAN OLIMPIADE SAINS KUARK. MOHON DOANYA TEMAN-TEMAN SEMUA DAN TIM GALUHSEKALIAN YA, MUDAH-MUDAHAN ADA PALING NGGAK SATU DUA ANAK DIANTARA 99 INI YANG BISA LOLOS SAMPAI KE FINAL NANTI. AAMIIN...^^ Tanpa menunggu waktu lama, saya dan Agus Rachmanto yang saat itu sedang menginap di rumah saya langsung menelpon Rangga mengkonfirmasi kebenaran statusnya. Ya ternyata memang benar adanya. Saya semakin bersyukur karena ternyata sekolah saya menempati peringkat kedua tertinggi yang para muridnya lolos hingga semifinal. Jujur, ini benar-benar jauh dari apa yang sekolah kami prediksi. Sama sekali tidak membayangkan. Apalagi ternyata nama-nama yang keluar adalah anak-anak yang bukan menjadi harapan para guru dan sering mendapat predikat berkemampuan rendah. Saya benar-benarmerinding mendengarnya. Terus terang saya sudah tidak sabar menunggu esok pagi, bertemu guru dan mengumumkan berita spektakuler ini. Sampai tulisan ini dibuat, saya masih tidak habis pikir apa yang rencana Tuhan dibalik keberuntungan ini. Benar-benar durian jatuh bagi sekolah kami. Saya pribadi sama sekali tidak pernah membayangkan hal ini. Ketika anak-anak sudah mau masuk dan datang untuk berkompetisi saja, jujur saya benar-benar sudah bangga dan bahagia. Mengingat acara itu diadakan tepat hari sabtu dimana masyarakat desa Titi Akar masih dalam euforia pesta cap go meh yang diadakan setahun sekali dan selalu berlangsung semarak. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya jika ada acara besar di desa anak-anak lebih memilih untuk tidak masuk sekolah, entah apa yang dilakukannya di rumah yang jelas mereka gemar sekali memerahkan tanggal. Antusiasme mereka tidak pernah saya prediksi. Hal itu pula yang membuat kami para guru terpaksa “pontang-panting” ketika hari H untuk mengcopy soal dan lembar jawab. saya mengakui bahwa ini murni kesalahan saya. Kekhawatiran saya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah lalu terkait absensi siswa, membuat saya berani untuk hanya memesan soal dan lembar jawab ¾ dari total siswa. Pertimbangan ini tentu sudah saya komunikasikan sebelumnya dengan para guru. Oke, ternyata mereka hadir semua. Untungnya para guru di sekolah saya sangat kooperatif. Dengan penuh semangat mereka membantu saya untuk mengcopykan lembar soal, lembar jawab, dan administrasi yang kurang. Meski laammaaa sekali saya menunggu, akhirnya copyan itu datang juga. Guru itu meminta maaf karena si pemilik mesin foto copy (yang saya tahu sebenarnya itu printer yang dilengkapi fasilitas foto copy) harus terpaksa memutar genset dulu. O ya saya baru sadar, di desa kami tidak ada listrik di siang hari. Jadi setiap kegiatan yang membuat listrik terpaksa mengandalkan genset. Ketika saya tanya berapa ongkosnya dia menjawab perlembar Rp.1.000,00, padahal saat itu saya meminta dokumen yang harus dicopy sekitar 200 lembar. Bisa dibayangkan kan berapa ongkos yang harus kami tebus dari kesalahan prediksi ini? Keributan pertama terselesaikan. Keributan kedua hadir ketika anak-anak akan mengisi lembar jawab. jujur, ini adalah pengalaman pertama mereka mengisi lembar jawab dengan model mengisi penuh lingkarannya. Selama ini mereka diajarkan untuk menyilang saja, bahkan untuk UASBN. Oke, semuanya mulai ribut karena kesulitan apalagi untuk level 1 yang terdiri dari kelas 1 dan 2. Terpaksa para pengawas yang terdiri dari para guru harus menuntun mereka satu persatu. Keributan berlanjut lagi, ketika beberapa dari anak-anak tersebut belum mendapat nomer peserta. Saat itu saya menenangkan mereka, sembari menelpon Rangga sebagai koordinator olimpiade kuark area Rupat untuk minta tambahan nomer peserta. Alhamdulillah, masih tersedia. Saya semakin yakin, setiap kesulitan pasti selalu dibarengi dengan kemudahan. Terima kasih Tuhan. Ternyata keributan belum berhenti, ketika mereka membuka soal tidak sedikit yang langsung mengeluh. Apalagi untuk anak-anak level 1 yang baru lancar membaca. Mampu membaca soal saja sudah untung, apalagi untuk bisa memahami. Ketika saya melihat sendiri soalnya dan mengkonsultasikannya dengan para guru, kami sepakat soal-soal itu memang sulit apalagi untuk sekelas SD kami yang baru pertama kali mengikuti ajang seperti ini. Melihat berbagai peristiwa yang terjadi pada saat babak penyisihan lalu, membuat saya untuk tidak banyak berharap. Target saya bukan lolos semifinal atau tidak, tapi biarlah anak-anak itu belajar bagaimana rasanya berkompetisi dalam skala yang jauh lebih besar:nasional. Biarlah ini menjadi lompatan sejarah dan kebanggan bagi mereka bahwa pernah bersaing dengan anak-anak hebat lain di seluruh Indonesia. Yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.        

Cerita Lainnya

Lihat Semua