Mimpi yang tertunda

Wildan Mahendra 15 Mei 2011
Kerja keras kami selama ini untuk menyulap ruangan yang semula gudang menjadi sebuah perpustakaan lengkap dengan UKS (Unit Kesehatan Sekolah) sepertinya tinggal mimpi. Padahal kami sudah bekerja keras selama berbulan-bulan untuk mewujudkan mimpi yang tertunda. Ya, mimpi untuk memiliki perpustakaan mini dan UKS. Selama ini SD kami belum pernah memiliki perpustakaan dan UKS. Dua unsur yang sebenarnya penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah khususnya untuk pengembangan karakter dan kecerdasan siswa. Kami benar-benar tidak menduga bahwa akhirnya perpustakaan dan UKS yang kami rencanakan harus terpaksa ditukar. Ya ditukar dengan rumah dinas guru PNS baru. Kami sebenarnya tidak ada hak untuk menuntut ruangan itu kembali dijadikan perpustakaan dan UKS. Mengingat pada dasarnya ruangan itu memang rumah dinas, hanya saja karena lama tidak dihuni maka oleh pihak sekolah dijadikan gudang tempat menyimpan meja, kursi, buku, dan lemari yang sudah lapuk. Kini, guru PNS baru sudah datang dan punya hak penuh untuk menempati rumah itu sebagai bagian dari fasilitas pegawai negeri sipil. Dan kami hanya bisa sabar, mengelus dada, dan tetap bersemangat mencari cara lain untuk mewujudkan mimpi yang tertunda: membangun perpustakaan mini dan UKS. Jujur sebenarnya saya sedih menghadapi realita ini. Apalagi jika mengingat bagaimana pengorbanan mereka setiap hari sabtu. Selesai jam pelajaran pertama, sebenarnya ada materi pengembangan diri. Tapi sepengamatan saya, pada kenyataannya jam pengembangan diri tersebut hanya dipakai anak-anak untuk bermain bersama di halaman sekolah. Semenjak ada rencana pembangunan perpustakaan dan UKS ini, anak-anak semakin antusias untuk melakukan kerja bakti tiap minggunya. Tahap pertama diawali dengan pembersihan ruangan. Pembersihan ini dilakukan secara serentak antara guru dengan seluruh siswa dengan memilah buku yang masih bisa digunakan dan yang sudah tidak layak pakai. Di samping itu juga, pemindahan meja, kursi bekas ke kelas agama budha. Mengingat lemarinya masih bagus meskipun bekas, maka lemari tersebut dipertahankan untuk tempat rak calon buku-buku perpustakaan. Bagian kamar juga diusahakan bersih tanpa barang. Kamar tersebut menurut rencana akan kami gunakan untuk ruang UKS. Momen ini tidak akan pernah saya lupakan, mengingat ini kali pertama saya dan seluruh warga sekolah membaur jadi satu untuk membangun sebuah sarana dan prasarana bersama. Setahu saya selama ini jika ada kerja bakti atau pembersihan ada spesialisasi peran, siswa hanya berperan sebagai pihak yang disuruh dan guru bertindak sebagai pihak yang menyuruh. Jika dalam sebuah perusahaan, mungkin inilah yang disebut dengan istilah relasi industrial yang timpang. Tapi kali ini, saya bisa melihat bahwa relasi antara seluruh warga sekolah berjalan imbang. Guru dan siswa sama-sama menyingsingkan tangan bekerja untuk sebuah impian yang tertunda. Tahap kedua juga tidak kalah seru. Tahap pengecetan. Meski cat yang kami gunakan tidak sesuai rencana. Dari hijau dan oranye berubah menjadi kuning, kegiatan pengecatan tetap berjalan lancar. Saya sudah tidak peduli bagaimana cara dan pola mereka mengecat. Saya tidak ingin membatasi semangat dan gairah mereka untuk andil mengecat calon perpustakaannya. Awalnya banyak yang berminat mencoba mengecat tapi lama kelamaan seiring meluncurnya matahari di atas ubun-ubun, para siswa mengalami seleksi alam. Dan akhirnya tersisa dua orang yang semuanya siswa kelas 6. Untuk apresiasi atas kesetiaan mereka menemani saya mengecat samapi selesai, maka saya mentraktir mereka semangkuk bakso spesial. Tahap ketiga, adalah pengecatan teras. Sebenarnya ini di luar rencana besar kami. Keterbatasan cat membuat kami sudah cukup puas untuk mengecat bagian dalam saja. Namun karena SD kami akan dijadikan tuan rumah MTQ sekecamatan Rupat Utara, maka kepala sekolah menginstruksikan untuk memperindah semua sarana prasarana yang ada, termasuk calon perpustakaan kami yang masih sangat kumal jika dilihat dari luar. Terpaksa kami melaksanakan program dadakan yaitu pengecatan teras, kamar UKS,  dan tembok samping serta belakang. Mengingat pengalaman seleksi alam tadi, maka untuk tahap ini saya hanya mengundang partisipasi siswa kelas 6 saja. Dan dilakukan pada sore hari. Di tengah proses pengecatan, ternyata kami harus berbagai cat dengan panitia MTQ yang saat itu juga sedang mengecat calon panggung MTQ. Alasannya cat mereka kurang. Oke, kembali saya harus rela berbagi. Untungnya cat hasil pembagian itu cukup untuk membuat calon perpustakaan kami makin sempurna. Tahap berikutnya adalah pengumpulan buku dan aktivasi ruangan. Namun, kini itu semua berakhir sebagai penggalan kenangan indah perjalanan perpustakaan dan UKS kami. Saya tidak mau tantangan tersebut membuat mimpi perpustakaan dan UKS menjadi tertunda untuk kesekian kali. Perpustakaan harus tetap ada, begitu juga UKS. Bagaimana caranya? Itulah yang saya pikirkan beberapa hari lamanya. Setelah memeras otak maka perpustakaan dan UKS akan tetap ada. Perpustakaan akan saya awali dengan sebuah lapak berupa meja dan taplaknya serta kertas karton bertulisklan perpustakaan “Jendela Dunia”. Nama jendela dunia ini sebenarnya terinspirasi dari kalimat dari seorang bijak yang menyatakan “buku adalah jendela dunia”. Saya berharap melalui lapak perpustakaan ini, para siswa dapat melihat dan belajar tentang segala hal yang ada di dunia melalui buku-buku yang tersedia. Mekanismenya sangat sederhana. Layaknya penjual buku, dia atas meja ini akan ditata buku-buku yang “menarik” dengan seindah mungkin yang pastinya harus mengundang perhatian. Untuk menjaga keutuhan buku, maka si calon peminjam buku akan hanya diperbolehkan membaca di tempat. Saya akan menunjuk beberapa siswa untuk menjadi petugasnya. Jadi singkat cerita , lapak ini akan dibuka hanya tiap istirahat. Sedangkan untuk UKS, untuk sementara saya yang akan menjadi UKS keliling. Dengan perbekalan kotak obat yang sederhana tapi cukup lengkap, hasil pembekalan Yayasan Indonesia Mengajar, saya berharap bisa mengatasi segala kecelakaan kecil yang terjadi (yang tentunya tidak akan pernah saya harapkan terjadi).Sambil mencari link dengan puskesmas untuk bisa membina program dokter kecil yang sudah masuk agenda mimpi yang tertunda. Semua ini saya lakukan sebenarnya sebagai rasa pertanggung jawaban kepada seluruh warga sekolah karena telah mengajak bermimpi untuk mendirikan perpustakaan dan UKS. Saya tidak ingin memupuskan harapan mereka. saya juga tidak ingin menyerah pada keterbatasan. Ini tentang memperjuangkan dan mewujudkan mimpi yang tertunda. Semoga lapak perpustakaan “Jendela Dunia” dan UKS keliling dapat menjadi awal yang baik bagi sekolah kami kedepan. Saya bersyukur, perjalanan untuk mewujudkan mimpi yang tertunda tidak berjalan mulus. Saya percaya ini jalan terbaik dari Tuhan untuk memberi ruang bagi saya berpikir bahwa setiap mimpi itu perlu diperjuangkan. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika kita mau berusaha. Yakin dan yakin. Selamat datang di lapak perpustakaan “jendela Dunia”

Cerita Lainnya

Lihat Semua