Kejutan Spesial

Wildan Mahendra 15 Mei 2011
Saya benar-benar tidak menyangka akan mendapat kejutan spesial di ulang tahun saya kali ini. Bagi saya ketika sanak keluarga dan para sahabat ingat dengan hari ulang tahun saya, rasanya itu sudah lebih dari cukup untuk dikatakan spesial. Apalagi hingga mereka mau mendoakan saya. Sangat spesial. Dan itu sebenarnya yang sudah terjadi di hari ulang tahun saya. Mulai dini hari hingga H+1, 100 lebih ucapan (dan tentunya doa) saya terima baik secara langsung, sms,  telpon, maupun facebook. Saya tidak menghitung berapa jumlah pastinya, yang jelas ucapan tersebut datang dari berbagai penjuru manusia. Bahkan, ada yang tidak saya kenal. Terlepas dari itu semua, ini sangat spesial dan membahagiakan. Namun ternyata Tuhan masih punya rencana baru untuk membuat ulang tahun saya menjadi semakin spesial. Berawal dari syukuran kecil yang saya adakan di sekolah bersama para guru. Sebenarnya terlalu berlebihan juga jika acara saat itu disebut sebagai syukuran, karena memang tidak ada tumpeng atau makanan berbagai macam warna seperti lazimnya. Saat itu hanya ada bakso dan kue-kue. Mengapa bakso? Ini juga ada cerita tersendiri. Jadi setiap ketika ngumpul dan ngobrol bareng ketika istirahat, ada beberapa guru yang sering bilang, “wah kalau makan bakso enak ni”. Kalimat itu diulang-ulang entah berapa kali. Anehnya, kami selalu mengamininya, “iya ya enak tu”. Tentunya sambil membayangkan bagaimana lezatnya bakso. Yang jelas fenomena “ngidam bakso” tersebut yang akhirnya berinisiatif untuk mentraktir mereka bakso. Untung, jumlah guru di SD saya tak begitu banyak jadi bisa dikatakan “nikmat di lidah, hemat di saku”. Ini adalah momen kesekian kali kami bisa makan besar bersama. Seperti biasa jika sudah makan, suasana menjadi hening tidak ada suara. Satu sama lain berkonsentrasi pada hidangan yang ada di depannya. Beda jauh ketika tidak ada makanan, bercandaan sedikit saja sudah bisa membuat pipi capek karena tertawa terbahak-bahak. Satu demi satu kami mulai mengelap keringat. Tak terkecuali kepala sekolah yang bercucuran keringat hingga membuka dua kancing atas kemejanya sambil kipas-kipas mirip juragan jengkol. Ya, saya memang memesankan mereka bakso khusus yang cukup pedas. Mengingat kebanyakan guru di SD kami perempuan, maka saya pikir ibu-ibu paling suka sama yang pedas. Selain juga karena saya penggemar pedas, itulah pertimbangannya. Meskipun ada satu guru agama Budha yang ternyata tidak makan daging karena vegetarian tapi saya bersyukur kepuasan terlihat dari wajah mereka. Termasuk guru agama Budha tadi yang akhirnya hanya makan beberapa kue dan memilih membawa pulang baksonya untuk anak di rumah. Sebenarnya saya sudah tahu sebelumnya bahwa dia memang tidak makan daging, terkait dengan kepercayaannya. Jujur, saat itu saya benar-benar lupa kalau bakso itu juga terbuat dari daging. Tapi untung saat itu saya juga membeli beberapa kue, jadi meski tidak makan bakso dia masih bisa menikmati hidangan lain. Acara makanpun telah usai, kini saatnya kami kembali ke kelas masing-masing untuk melanjutkan kegiatan belajar-mengajar. Tapi saat mereka kembali mengucapkan selamat, ada satu guru yang tiba-tiba dari belakang melempar telor di kepala saya. dan parahnya, diikuti oleh guru-guru lain. Penderitaan belum berhenti. Habis telor terbitlah tepung. Kini, rasanya saya seperti ayam tepung yang siap digoreng. Kericuhan pun tak terelakkan. Layaknya anak-anak, kami pun saling kejar-mengejar. Saya sudah tidak peduli bentuk penampilan saya yang mirip orang gila, saya kejar mereka satu demi satu. Anak-anak yang tadinya tenang di kelaspun, berhamburan keluar dan dengan ‘bahagia’ mereka melihat polah tingkah para gurunya. Agar tidak menjadi penonton sekaligus penikmat saja. Saya juga mengejar mereka. Siapa yang dapat akan akan menjadi ‘teman’ penderitaan saya karena olesan tepung dan telor. Saya akhirnya capek sendiri, anak-anak pun membersihkan badannya di masjid sekolah kami dan saya membantu beberapa guru dan kepala sekolah yang dari tadi sibuk menyapu dan mengepel lantai teras kantor yang amis karena pecahan telor. Sebagian guru lain yang menjadi “tersangka” awal sudah berkaburan satu-satu, bahkan ada yang kabur hingga naik honda (motor). Saya heran, di pulau-pulau kecil seperti rupat ini ternyata juga mengenal tradisi ceplok telor dan tabur tepung saat ulang tahun. Bukannya telor mahal? Tepung pun juga? Terlepas dari itu, saya bahagia, momen itu menjadi sebuah penanda yang kesekian kali tentang kedekatan kami sebagai keluarga besar SD 8 Titi Akar. Kejutan spesial ini tidak akan pernah saya lupakan dan akan menjadi bagian dari jejak sejarah hidup saya. Terima kasih atas segala perhatian dan kasih sayang para guru dan anak-anak semuanya. Semoga kebahagiaan dan kebaikan selalu menyertai kita semua.Aamiin *malam harinya saya juga mendapat kejutan yang spesial dari D’Bengkelz yaitu “papa tomean” secara bergantian via telepon. Meski sepertinya kurang koordinasi (maaf), tapi bangga pada kalian semua. I love you all so much J

Cerita Lainnya

Lihat Semua