Kebanggaan yang Berlebihan

Wildan Mahendra 2 April 2011
Anda masih ingat tulisan saya yang berjudul Reog di Perbatasan? Jika masih, anda pasti akan benar-benar nyambung dengan cerita saya kali ini. Tapi jika belum, ada baiknya jika disempatkan membacanya terlebih dahulu. Oke, bagi yang sudah membaca anda tentu masih ingat pada cerita sebelumnya, saya sempat menggambarkan bagaimana ketakjuban anak-anak murid saya melihat pertunjukkan reog untuk pertama kalinya. Banyak yang takut, namun tidak sedikit yang terlihat antusias menikmati setiap aksinya. Seru dan Atraktif. Sekarang saya ingin melanjutkan cerita tersebut, namun tidak lagi tentang reog melainkan tentang efek paska pertunjukkan. Atraksi reog memang telah usai. Tapi tidak dengan obrolan tentang reog tersebut. Hal ini terlihat dari keseharian para murid di sekolah. Tidak henti-hentinya mereka membicarakan tentang reog dan segala atraksinya. Jika tidak waktu istirahat, ya waktu jam pelajaran. Reog, reog, dan reog. Bahkan kini, obrolan tersebut meningkat menjadi sebuah ajang permainan. Jadi jika waktu istirahat atau sebelum masuk, mereka berkumpul di lapangan untuk saling menunjukkan aksinya. Mulai dari jungkir balik, saling menggendong, hingga kayang, mereka praktekkan satu per satu. Kadang ada juga yang berperan sebagai penyanyi pengiringnya. Ning nang ning gong ea e ea e. Ning nang ning gong ea e ea e. Saya tahu mereka sedang dalam fase euforia berkelanjutan. Saya juga tahu mereka pasti bangga bisa menirukan atraksi-atraksi tersebut. Jujur saya pun sebenarnya juga bangga, mereka bisa mengenal bahkan mencintai budaya Indonesia. Tapi ada satu kekhawatiran saya: keselamatan. Untung rumput di halaman sekolah cukup tebal, jadi tumpuan yang sangat empuk untuk menahan tubuh mereka ketika jatuh. Tapi tetap saja mereka belum paham bahwa atraksi ekstrem yang dilakukan para penari reog sebenarnya sudah melalui latihan serius dalam waktu yang cukup lama. Bahkan mungkin ada tahapannya. Dan mereka tidak tahu tentang itu. Apa mau dikata kebanggaan sudah mengaburkan segalanya. Benar-benar kebanggaan yang berlebihan. Saya berharap kedepan mereka dapat belajar dan paham, bahwa kebanggaan pada sesuatu dapat divisualisasikan dalam bentuk lain tanpa harus mempraktekkannya secara langsung apalagi tanpa prosedur yang kurang tepat. Tulisan ini saya buat 2 minggu paska pertunjukkan reog di pernikahan kak Mawar. Dan mereka masih melakukannya, entah sampai kapan.

Cerita Lainnya

Lihat Semua