info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Jamuan Makan Siang

Wildan Mahendra 15 Mei 2011
Siang ini saya mendapat undangan jamuan makan siang. Bukan dari kerabat apalagi pejabat. Undangan ini datang dari para siswa kelas 6 SDN 8 Titi Akar tempat saya mengajar. Ya, hari ini mereka melaksanakan ujian praktek yang terakhir untuk mata pelajaran ketrampilan dan kesenian (kertakes). Pagi-pagi dengan menggunakan baju bebas rapi, mereka berangkat ke sekolah dengan atribut yang cukup berbeda. Ada yang membawa ember, jerigen, hingga vas lengkap dengan bunganya. Sesuai rencana hari ini mereka akan membuat Rujak Tahu Palembang dan Sirup Selasih. Anak-anak yang berjumlah 13 orang dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok yang diketuai Aini bernama Anggur, sedangkan kelompok yang diketuai Lekyan bernama Strawberry. Entah dari mana mereka dapat inspirasi nama itu. Setahu saya kedua buah itu belum pernah saya temui ada di desa saya. Bagi saya itu unik dan membuat penasaran. Mengapa mereka tidak memilih nama buah yang ada di sekitar mereka ya? Jengkol atau Idan misalnya. Apakah mungkin anggur dan strawberry nama yang keren, berbeda jauh dengan jengkol atau idan? Apapun alasannya, mereka telah memilih itu dan saya berusaha menghormatinya. Kurang lebih jam 8 tepat acara masak memasak dimulai. Sayang saya tidak mengikuti proses memasak mereka dari awal hingga akhir. Tumpukan LKS (Lembar Kerja Siswa) IPS kelas 4 telah menunggu untuk dikoreksi. Disamping juga sibuk membuat surat permohonan untuk guru honorer. Memang sedikit ada penyesalan, karena saya sudah melewatkan momenbagaimana  anak-anak bekerja sama membuat makanan spesial di akhir “eksistensinya” sebagai murid SD. Saya teringat masa-masa ketika SD dimana saya dan teman-teman berusaha keras memasak nasi goreng spesial. Saat itu saya kebagian untuk menata meja makan. Itu adalah pengalaman pertama berkenalan dengan “table manner”. Dengan pengetahuan singkat dari rumah, saya menata gelas kaki, garpu, piring, tisu, serta vas bunga seistimewa mungkin mirip dengan yang ada di restoran. Yang paling saya ingat dan ingin tertawa jika mengingatnya adalah ketika masakan sudah jadi dan kami siap untuk menikmatinya. Satu per satu dari kami langsung berubah ekspresi. Nasi gorengnya pedas dan sedikit asin. Secara bergiliran kami berkomentar, suasana menjadi tidak terkendali. Air dalam gelas tumpah membasahi taplak, nasi berceceran, suasana kelas menjadi gaduh. Dan yang paling parah, teman perempuan saya yang tadinya bertindak menjadi koki langsung menangis di tempat. Kami tidak tahu apa alasannya, merasa bersalah atau tersinggung atas ekspresi dan komentar kami tentang masakannya? Yang jelas pengalaman itu tidak akan saya lupakan. Setelah kesibukan saya selesai, saya iseng-iseng mengunjungi anak-anak  kelas 6 yang sedari tadi sibuk hilir mudik. Ternyata masakan mereka sudah siap dan susana kelas pun telah berubah seperti ruang makan. Mereka telah duduk manis dengan masakan yang telah siap tersaji. Ini kali pertama saya melihat mereka makan di meja menggunakan sendok, garpu, dan yang paling spesial tisu. Jauh dari kebudayaan di desa kami yang selalu makan di bawah (lantai) dengan tangan dan tentunya tanpa tisu. Setelah guru-guru dipanggil untuk berkumpul dalam jamuan makan siang spesial ini, saya mengajarkan mereka tentang “table manner” sederhana. Meskipun sangat tidak aplikatif dalam keseharian mereka, tapi saya yakin kelak ilmu ini akan berguna di masa depan mereka. Setelah semuanya siap, kini saatnya saya mewakili kepala sekolah yang saat itu tidak hadir tanpa alasan untuk memberikan sedikit sambutan. Saya mengajak mereka semua untuk berdoa untuk kesuksesan UASBN yang tinggal seminggu lagi. Saya amati ada beberapa yang tidak berkonsentrasi dalam berdoa, mungkin mereka sudah benar-benar sangat lapar dan menikmati hidangan spesial ini. saya pun sebenarnya juga. Tampilan rujak tahu palembang benar-benar menggoda, apalagi es sirup selasih yang siap menawarkan sensasi tersendiri. Jujur, ini adalah perkenalan pertama saya dengan rujak tahu palembang. Mie kuning, tauge, daun seledri, tahu, dan taburan kacang tanah yang ditumbuk halus disiram dengan kuah gula merah yang panas dan pedas. Tidak lupa juga diatburi bawang goreng yang renyah. Coba saja ada krupuk merah pasti tambah sempurna, sayangnya tidak ada. Tapi ada atau tidak adanya krupuk, rasanya tetap segar dan benar-benar nendang di lidah. Untuk yang satu ini saya tidak yakin mereka yang meracik bumbunya, dan ketika saya tanya ternyata memang benar. Di balik ini semua ini ada bu Ju guru kertakes yang bertindak sebagai koki. Terlepas dari fakta itu, saya mengapresiasi semua anak-anak kelas 6 yang telah rela membantu terhidangnya masakan ini. Untuk membanggakan mereka, maka rujak tahu palembang ini kami ganti namanya rujak tahu titi akar. O ya, sampai terlupa masih ada es sirup selasih yang perlu diperkenalkan. Es ini terdiri dari agar-agar yang diserut halus yang dicampur dengan selasih. Mereka menyebut selasih dengan tai cecak. Apapun namanya es sirup selasih benar-benar membuat jamuan makan siang menjadi tambah spesial. Jika sudah makan, tidak ada yang peduli siapa akit, siapa minang, siapa cina, dan siapa Jawa. Makan menyatukan segalanya. Di akhir penutupan jamuan makan siang ini kami para guru sangat merekomendasikan kepada para siswa jika kelak mereka membuka usaha warung, rujak tahu titi akar bisa dijadikan menu andalan. Singkat cerita, ini bisa menjadi peluang usaha yang prospektif. Di samping itu kami juga tidak lupa untuk selalu mengingatkan mereka tentang nilai-nilai kejujuran yang harus dipegang. Mengingat  98%  anak-anak kelas 6 berasal dari suku akit yang beragama Budha, saya juga mengingatkan mereka jika kelak mereka serius membuka usaha makan, jangan pernah mengabaikan soal halal dan haram meskipun itu bukan budaya mereka. ini tentang profesionalitas dan kepercayaan konsumen. Untuk yang satu ini saya terinspirasi dari film terbaru Hanung Bramantyo yang penuh kontroversial “?”. Jamuan makan siang kali ini benar-benar membawa pelajaran baru bagi saya. Asyik juga jika bisa mengajarkan nilai-nilai kehidupan seperti toleransi, kesehatan, wirausaha melalui kegiatan masak-memasak. Dari makanan kita bisa banyak belajar dan belajar banyak. Saya baru teringat mungkin inilah bagian dari pelajaran sosiologi kuliner yang sempat saya dengar saat duduk di bangku kuliah tapi belum sempat saya pelajari. Saya berharap dan berencana agar kegiatan masak-memasak ini bisa juga dilaksanakan untuk siswa kelas 3.4.dan 5. Semoga J

Cerita Lainnya

Lihat Semua