Inspeksi Malam MTQ #1
Wildan Mahendra 21 April 2011
Ini adalah malam kedua Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat kecamatan Rupat Utara berlangsung di desa saya. Untuk satu hari ini sudah ada dua lomba yang berlangsung yaitu murotal dan tilawah Qur’an untuk kategori anak-anak dan dewasa. Meski penontonnya terbilang sedikit, namun suasana tetap meriah. Dari pagi hingga malam hari, motor tidak henti-hentinya hilir mudik. Banyak wajah-wajah asing yang tidak saya kenal berkeliaran. Mungkin mereka adalah rekan-rekan dari desa lain yang sedang mendukung wakilnya satu kafilah (kontingen).
Malam ini saya kembali menyempatkan diri untuk mengunjungi acara ini. Bersama keluarga besar hostfam kami berbondong-bondong memadati kursi yang telah disediakan panitia. Acara berlangsung normal, tapi tak senormal pemandangan yang saya lihat. Di tengah acara, saya mengamati beberapa anak murid saya yang kelas 6 hilir mudik tak jelas arah tujuan di sekitar lokasi acara. Jika tidak bermain, mereka akan duduk santai dan mengobrol. Saya menganggap ini tidak normal karena besok pagi tepat pukul 08.00 WIB mereka akan melaksanakan Ujian Akhir Sekolah untuk hari pertama. Saya mencoba berpikir positif, mungkin mereka sudah belajar tadi siang. Tapi jelas ini tidak mungkin, dengan mata kepala sendiri saya lihat tadi siang mereka bermain lempar kasut (baca tulisan saya yang berjudul lempar kasut). Oke, ini sudah tidak beres dan hipotesa terakhir saya: mereka belum belajar.
Dengan segala kecemasan, saya hampiri mereka. Layaknya petugas satpol PP, saya menginspeksi mereka sekaligus menginstruksikan kepada mereka untuk pulang dan belajar. Ada beberapa anak kelas 6 yang sudah beberapa tinggal di kompleks guru yang letaknya persis di samping panggung tempat acara MTQ berlangsung. Dengan gaya satpol PP (tentu tanpa tongkat dan teriakan) saya menyuruh mereka kembali ke rumah guru yang ternyata dijadikan tempat untuk menempatkan peralatan keperluan MTQ. Setelah mereka mengambil buku, saya ajak mereka untuk belajar bersama. Jujur, saya baru benar-benar merasakan apa yang para pengajar muda di kabupaten lain sering ceritakan yaitu memanggil anak-anak muridnya dari rumah ke rumah untuk pergi ke sekolah. Butuh kerja ekstra dan muka tembok untuk melakukannya.
Kami belajar di ruang tengah, dengan posisi melingkar. Jika saat itu ada orang yang mengatakan belajar adalah perjuangan, saya orang pertama yang akan mengamini. Setidaknya berjuang untuk menguatkan suara menyaingi suara acara MTQ yang juga makin keras. Sebenarnya dalam hati ada niatan untuk mengajak mereka pindah ke rumah saya yang letaknya juga tak jauh dari lokasi MTQ, tapi saya rasa “feel”nya pasti akan beda. Dan bisa jadi mereka akan malas untuk bolak balik. Di tengah kebingungan saya, ada satu anak yang mengusulkan untuk pindah ke dapur. Setelah saya cek, tempatnya cukup tenang meski dekat dengan kamar mandi. Belajar berlangsung lancar. Untuk membuat mereka lebih bersemangat dan konsentrasi, saya mengajak mereka untuk kuis. Siapa yang berhasil mengumpulkan poin menjawab pertanyaan, dialah yang akan mendapat pop ice gratis dari saya. Ternyata benar mereka makin bersemangat hingga tak terasa jam menunjukkan pukul 10.00 WIB. Janji harus ditepati. Melihat kemauan belajar mereka yang tinggi dan ketidak tegaan melihat wajah mereka, akhirnya saya membelikan mereka satu Pop Ice lagi. Selamat menikmati dan beristirahat, semoga besok berjalan lancar :)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda