Gara-gara Supermi

Wildan Mahendra 30 Januari 2011
Seperti biasa siang itu ditengah kosong jam pelajaran, saya dan beberapa guru mengobrol. Entah mengobrolkan apa saat itu, yang jelas dan masih saya ingat sampai sekarang adalah kisah tentang bubarnya KKG (Kelompok Kerja Guru)—di beberapa daerah sering disebut dengan MGMP--di SD kami. Cerita itu sebenarnya sudah lama ditutup rapat-rapat oleh semua guru di SD ini, entah karena apa siang itu semuanya kembali terkuak tanpa sengaja. Ya mungkin memang sudah waktunya saya tahu tentang rahasia di balik tidak adanya KKG di SD ini. Yang ternyata hanya karena alasan kecil: gara-gara Supermi. Semuanya bermula dari sebuah pertemuan KKG rutin dua tahun yang lalu di SD kami (SDN 8). Seperti biasa, setiap pertemuan selalu diakhiri dengan makan bersama, entah itu makan ringan atau makan berat. Saat itu yang mengurus konsumsi untuk KKG kali ini adalah ibu A dari SD 1. O ya, anggota KKG biasanya terdiri dari 3 atau lebih SD yang tergabung dalam suatu gugus. Sebagai penanggung jawab konsumsi KKG, ibu A ingin memberikan yang makanan yang terbaik. Maka dipesannya supermi dengan resep khusus yang dibuat ibu A kepada ibu B yang sudah terkenal jago di bidangnya. Ketika makanan datang, ternyata makanan yang datang tidak sesuai dengan harapan ibu A yang notabene bertanggung jawab terhadap konsumsi saat itu. Maka pecahlah pertengkaran yang hebat antara ibu A sebagai pemesan dan ibu B sebagai pemasak. Bisa dibayangkan bagaimana suasana yang terjadi saat itu kan?  Menurut guru yang tadi bercerita, di luar KKG pun ternyata mereka sudah sering bercek-cok. Tidak ada yang tahu apa persis masalahnya. Yang jelas sejak itu forum KKG dibubarkan hingga sekarang. Mendengar cerita itu perasaan saya bercampur aduk, dari tidak percaya, malu hingga ingin ketawa. Bayangkan hanya gara-gara supermi, KKG bubar. Padahal forum KKG adalah forum yang sangat efektif untuk menunjang kinerja guru, tempat dimana mereka berbagi dan mencari solusi. Namun kini, bagi kami KKG tinggal memori. Sejak itu saya semakin mantap mengamini bahwa tua itu pasti, namun dewasa itu pilihan.

Cerita Lainnya

Lihat Semua