Rukun Iman Kelima

Widhi Wulandari 19 Agustus 2013

Saat itu aku tengah mengajar anak-anak mengaji di Mesjid. Anak-anakku sangat antusias setiap kali mengaji. Mungkin karena materi yang aku ajarkan, aku buat dalam potongan kertas warna-warni dan dalam berbagai bentuk permainan, anak-anak jadi semangat. Hari ini adalah jadwalku mengajari mereka fiqih islam, dan untuk tema minggu ini aku pilih tema tentang Rukun Islam dan Rukun Iman.

Sebelum mengajar, aku tanya dulu murid-muridku, apa saja yang mereka tahu tentang Rukun Islam dan Rukun Iman. Dan ternyata jawaban mereka sangat mengagumkan dan juga lucu. Saat aku tanya, “Siapa yang tahu Rukun Islam ada berapa?” Dengan kompak dan bersemangat, mereka jawab “Ada 5, Nci!” lalu aku tanya lagi “Kalau Rukun Iman ada berapa?” lagi-lagi dengan bersemangat dan kompak mereka jawab “enaaaaaaaaaaaaaam Nci!” “Pintar anak-anak enci!” pujiku pada mereka.

Selanjutnya giliran masing-masing anak yang aku tanyai, “Coba Enci mau tanya Jubilin, Rukun Islam itu apa saja?” Dengan ragu-ragu namun tetap semangat Jubilin menjawab, “ Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, Naik Haji khusus bagi yang Mampu, Nci!”. Kemudian aku bertanya pada muridku yang lain, “Bagus sekali Jubi, sekarang Enci tanya Julina, Rukun Iman yang pertama, Iman kepada siapa?”. Ia pun menjawab dengan tegas “Iman Kepada Allah SWT, Nci!”.  “Benar, kalau yang kedua?” aku melanjutkan pertanyaanku pada Julina, “Iman kepada Malaikat, Nci. Malaikat itu diciptakan dari nur atau cahaya dan jumlah yang harus diketahui ada 10 Malaikat!” tuturnya dengan lancar dan berapi-api. “Wah, hebat sekali Julina, kamu dapat mejelaskan itu semua, seratus untuk Julina” , pujiku pada Julina. Sekarang anak-anak laki-laki yang belum aku tanyai mendapat giliran, “Jusmin, Rukun Iman yang ketiga dan keempat apa?” Lalu ia menjawab, “Ah, cemen!Ketiga Iman kepada Kitab Allah, Keempat Iman kepada Rasul Allah dong Nci!”. “Wow, anak Enci memang pintar!Nah sekarang Yayong, Rukun Iman yang kelima Iman kepada Hari apa?” Sambil memuji Jusmin, aku pun melanjutkan pertanyaan kepada Yayong, muridku yang paling kecil sekaligus paling lincah di Mesjid, sengaja aku memberi pertanyaan berpertunjuk padanya, karena aku cukup khawatir ia tidak bisa menjawabnya. Dengan wajah agak gugup dan kalimat yang agak terbata-bata, Yayong memberanikan diri menjawab pertanyaanku, “I-man ke-pa-da Ha-ri Jum-at Nci!” . Tiba-tiba seisi Mesjid tertawa mendengar jawaban Yayong saat itu. Sungguh aku pun ingin tertawa, namun aku harus menjaga perasaan Yayong. Aku tahan tawaku, lalu dengan lembut aku memegang kepala Yayong dan membetulkan jawabannya, “Anak Nci yang paling ganteng, paling baik, Rukun Iman yang kelima itu Iman kepada Hari Akhir atau Hari Kiamat yah, ingat-ingat jawaban itu.“

Begitulah anak-anak, mereka lugu, polos dan apa adanya. Ketidaktahuan mereka adalah daya tarik tersendiri. Keluguan mereka adalah hiburan yang menggemaskan. Kepolosan mereka adalah lambang kesucian yang akan sangat jarang kita temukan di dalam diri manusia dewasa di dunia yang fana. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua