"Sarina, Muridku, Terimakasih"

Veronica Turnip 1 November 2016

Hari Kamis tanggal 27 Oktober 2016, aku teringat akan pesan yang disampaikan oleh teman - temanku dua hari sebelumnya melalui seorang petugas pelabuhan Ansus, Bapak Mesak Mambrasar. Beliau berkata, "Ibu Vero, ibu pu teman - teman bilang ke sa kalo ibu hari Kamis sore ditunggu di pelabuhan". Pesan itu membawa diriku memutuskan untuk pergi ke pelabuhan dengan bapak piaraku yang juga sebagai bapak kepala sekolahku. Beliau, istri, dan kedua anaknya hendak pergi ke kota. Tepat jam 12 siang selesai mengajar, aku bergegas mendayung perahu dari sekolah ke rumahku. Siang itu, bapak dan mama piaraku sudah sangat kerepotan menyiapkan barang bawaan dan kedua adik angkatku (Frics Yan Mambrasar dan Keyla Mambrasar). Aku melihat mama begitu keropatan, spontan saja aku bergerak membantu memandikan kedua adik angkatku. Sepanjang siang sampai sore itu, kami sibuk dan sabar menunggu masuknya Kapal Papua Baru. Jam menunjukkan angka 3, kapal belum masuk juga. Begitulah jadwal kapal selalu berubah. Bapak akhirnya memerintahkan kakak ipar angkatku untuk melihat kapal ke pelabuhan.

 

Kami menunggu berita datangnya kapal sambil duduk di berandan rumah berlabuh sampai 2 jam dari jam 3 tadi, kapal belum juga sandar. Mama akhirnya mengomel, "Kapal ini jadikah tidak datang? Tong su lama tunggu sampe". Bapak menjawab mama dengan santai, "Sudah toh, kalo kapal tra jadi masuk, tong pigi besok dengan Yakim toh". Aku hanya bisa diam mendengarkan percakapan mereka. Kami terus menunggu suara strom kapal dari depan rumah. Tiba - tiba keheningan menjadi pecah, bunyi kapal! Iya tidak salah lagi itu adalah Kapal Papua Baru. Tepat jam setengah enam sore, kami melihat dari jembatan pasar, orang - orang sedang sibuk mendayung perahu ke pelabuhan. Hingar bingar wajah orang mengayuh dayung. Mereka adalah para pedagang yang akan berjualan di pelabuhan. Bapak melihat itu dan berteriak, "Oii kapal su datangkah?". Orang - orang tersebut membalas teriakan bapak, "Iyo, kapal su putar tanjung". Di tengah percakapan nan tergesa- gesa itu, datang kakak ipar angkatku dengan perahu motornya untuk menjemput kami. Kami semakin bergegas.

 

Hari semakin sore, perahu motor 15PK mulai dinyalakan, baling - baling mendorong perahu yang mengangkutku dan keluarga angkatku. Hatiku tak sabar lagi bertemu dengan kelima teman - teman satu perjuanganku, adalah Namira, Novandi, Amel, De Rizky, dan Agung yang akan singgah ke pelabuhan kampungku. Perjalanan menuju pelabuhan memakan waktu 10 menit. Dari kejauhan, pelabuhan terlihat sangat sibuk, mace - mace menata barang dagangngannya, pace nelayan membawa ikan, calon penumpang yang sudah siap berdiri, dan anak - anak yang berlarian memeriahkan kedatangan kapal. Kami turun dari perahu dan berjalan melewati batu - batu besar menuju jembatan pelabuhan. Hmm....sedikit menanjak tapi tidak masalah bagiku, batinku.

 

Di pelabuhan, kamipun harus menunggu lagi selama 15 menit karena kapal masih memutar tanjung. Selama waktu penantian itu, aku bertemu dengan orangtua salah satu muridku. Ibu Korina Rerei, nama ibu itu, dia menyapaku, "Sore, ibu". "Sore juga", balasku. "Ibu mau ke Seruikah?", tanya ibu itu. "Ah tidak ada, ibu. Sa sedang tunggu teman - teman saja yang singgah disini", jawabku. "Oh sa kira ibu mau ke kota jadi", ucap ibu Korina lagi. "Ibu, sa ini mau cerita kalo Sarina itu semangat sekali belajar sekarang. Waktu tong ke Jayapura cari uang, di su sibuk tanya - tanya sa kapan tong pulang, di bilang mau pigi sekolah. Sa bilang ke di kalo tong cari uang dulu untuk pulang. Dia pikir sekolah terus sampe di menangis dan sakit demam. Sa akhirnya bilang kalo sa cari ikan dulu untuk dapat uang. Sa selama satu minggu pigi menjaring dan tong dapat dua juta rupiah. Sa bilang ke Sarina kalo tong akan pulang ke Ansus lai karna uang su cukup. Dia dengar itu jadi senang sekali. Tong pulang naik Kapal Papua Baru. Tong sampe turun di Serui, Sarina bilang ke sa, "Ah mama, kenapa tong tra turun di Ansus? Kapan tong ke Ansus, mama?". Sa bilang ke di, "Sarina, tong sehari dulu di sini. Ko harus tau kota Serui, jangan nanti ko tra tau kota lagi". Besok sorenya, tong kembali ke Ansus dengan perahu ojek penumpang. Hari itu, Sarina tuh tanya - tanya sa, "Mama, hari ini sa masih bisa pigi ke sekolahkah?". "Ah, hari Kamis baru ko sekolah lai", jawab sa. Sarina menangis dan bilang, "kenapa tra besok saja mama?". "Besok Rabu itu libur karna tong semua sembayang", jawab sa. Hari Kamis pagi kemarin, Sarina bangun pagi - pagi dan membangunkan saya, "Mama bangun!, su pagi ini, sa mau ke sekolah!". "Iyo - iyo mama su bangun ini". Sa suruh dia mandi dan sa siapkan makan pagi untuk dia. Dia sangat ceria sekali dan sakitnya sembuh. Sa tanya sama dia, "Sarina kalo ibu guru pigi bagaimana? Ibu guru cuma 1 tahun toh disini?, ibu guru lanjutkah tidak e?". Sarina bingung dan berkata, "Semoga ibu guru lanjut lai, mama. Ibu guru baik jadi". Inilah sepenggal cerita dari mama muridku.

 

Aku yang mendengarkan perkataan beliau hanya bisa tersenyum. Dalam hatiku, aku hanya bersyukur kepada Tuhan bahwa Tuhan telah membuat hidupku menjadi semangat bagi orang lain, setidaknya bagi muridku, Sarina Pitornela Aronggear, muridku kelas 1 SD YPK Sion Ansus 2. Dia adalah muridku yang paling rajin datang ke sekolah dan les sore, meskipun dia sedang sakit dan agak sulit mengingat huruf. Sarina, muridku yang seorang anak broken home dan diantara saudara - saudaranya, hanya dialah yang bersekolah. Sarina, muridku, walaupun tahun depan ibu tidak ada bersamamu dan teman - teman lagi, ibu berharap kau semakin rajin dan bertambah pintar. Tuhan itu sangat baik memberikanmu mama yang sangat baik dan kuat bekerja. Dari cerita ini, aku teringat sebuah lirik lagu yang mengatakan "Percayalah lelah ini hanya sebentar saja. Jangan meyerah walaupun tak mudah meraihnya". Ya benar di saat kita lelah akan perubahan yang tak kunjung datang. Tuhan mulai menunjukkan bahwa kita tak boleh patah semangat karena masih ada anak - anak  yang masih semangat di tengah keterbatasan dan masih ada orangtua yang mempunyai mimpi yang besar bagi anak - anak mereka, walaupun tak pernah tahu apakah takdir akan mengubah nasib lebih baik lagi. Pertanyaannya bagiku, "Akankah kita menyianyiakan semangat mereka?". Sarina muridku dan murid - muridku yang lain, terimakasih semangat kalian untuk ibu gurumu ini.

 

Percakapan kami terhenti dengan diturunkannya tangga kapal. Orangtua muridku izin pamit, "Ibu, sa mau pigi liat sa pu saudara dulu di kapal e". "Iyo, ibu sa juga", jawabku. Aku letakkan tas mama di pundakku dan bergegas menaiki tangga kapal sembari mencari teman - temanku. Aku dan keluargaku menuju kamar bawah dan meletakkan barang - barang. Ketika itu kakak iparku mengajak segera pulang karena langit sudah terlalu gelap, dan akupun bergegas dengan cepat hingga akhirnya aku tidak menemukan kelima temanku di kapal. " Ya sudahlah mungkin mereka sedang tertidur di sisi lain dari kapal ini, toh besok Jumat, aku juga akan ke kota, tapi aku bersyukur karena kedatanganku ke pelabuhan saat itu memberikanku semangat dan memperat jalinan komunikasi dengan orangtua muridku", batinku. Sarina, muridku, terimakasih.

 

FYI :

1. Tong : kita

2. Su : sudah

3. Tra : tidak

4. Pigi : pergi

5. Yakim : salah satu pemiliki perahu motor ojek di Ansus

6. Ansus : salah satu kelurahan dan pusat distrik Yapen Barat

7. Di : dia

8. Menjaring : kegiatan mata pencaharian utama masyarakat Ansus dalam

                       mencari ikan di laut

9. Lai : lagi

10. Ko : kamu

11. Sa : saya

12. Sembayang : tanggal 26 Oktober selalu diperingati sebagai hari GKI

                            masuk tanah Papua (setiap tanggal tersebut, sekolah akan

                            libur karena akan ada ibadah syukur)

13. Sarina : salah satu muridku yang perempuan yang memakai baju

                   olahraga di foto


Cerita Lainnya

Lihat Semua