info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Hisam : Pemimpin Kharismatik Kelas 5 A

Veni Ari Jayanti 3 Agustus 2012

Sudah tiga bulan aku berada di desa Ketam Putih dan mengajar di SDN 57 Ketam Putih. SD Negeri yang  sederhana ini. Hari ini sudah selesai semua proses pembagian rapot dan semua guru serta Kepala Sekolah mengajakku untuk ikut rapat akhir semester. Dalam rapat ini diputuskan bahwa aku akan menjadi wali kelas 5 A dan guru mata pelajaran matematika untuk anak kelas empat.

Pada hari pertama masuk ke kelas 5 A, aku mengadakan pemilihan ketua kelas, seorang anak langsung menunjuk tangan ingin menjadi ketua kelas. Semua siswa dikelas pun langsung menerimanya sebagai ketua kelas. Hal ini cukup membuatku heran. Namanya Hisam. Singkat memang. Selama dua bulan aku mengajar di SDN 57 Ketam Putih, bisa dibilang aku hampir tidak mengenalnya. Baru saat memasuki kelas 5 A inilah aku mengenalnya.

Aku jatuh cinta, begitu mengenalnya aku langsung jatuh cinta. Banyak teman – temanku di Jakarta yang berpesan supaya aku tidak jatuh cinta diperantauanku. Pada saat itu aku hanya tertawa menanggapi ucapan kawan – kawanku itu. Namun setelah tiga bulan aku berada di Ketam Putih aku jatuh cinta dengan Hisam.

Hisam menarik perhatianku karena kesabarannya dalam menghadapi kawan – kawannya. Sudah biasa disini saat berbaris sebelum memasuki kelas, jika ada siswa yang tidak rapi berbaris maka tugas ketua kelaslah untuk menendang kaki anak tersebut. Namun Hisam berbeda dia tidak menendang kawannya, dia mengingatkan kawannya, temannya pun menaruh hormat padanya karena hal ini. Untuk ukuran anak kelas lima SD, Hisam memiliki kesabaran, kharisma, dan pengertian yang sangat luar biasa. Aku sering melihat Hisam dikejar – kejar oleh sekitar sepuluh anak perempuan kelas dua, aku pun menanyakan pada anak kelas dua apakah Hisam menganggu mereka, ternyata jawaban mereka tidak, mereka bilang cuma Hisam anak kelas lima yang masih mau bermain dengan mereka.

Sejak menjadi ketua kelas, Hisam juga selalu menjadi anak yang pertama kali mencium tanganku saat tiba di sekolah dan terakhir kali disaat pulang sekolah. Dia pun rela menjadi anak terakhir yang meninggalkan sekolah untuk memastikan semua kelas terkunci. Diapun pernah bersepeda 4 kilometer menempuh hujan hanya untuk memberikan belankas untukku, sejenis crustacea yang sangat enak dimakan. Hanya karena aku pernah bilang suatu saat ingin merasakan belankas setelah mendengar cerita lezatnya belankas darinya. Bagaimana mungkin aku tidak jatuh cinta dengan anak semanis ini?. Dia juga atlet kebanggaan sekolah. Kiper adalah posisi utamanya namun sering juga dia menjadi penyerang. Tidak hanya sepak bola, panjat tebing adalah olahraga lain yang dikuasainya. Perkenalan Hisam dengan olahraga panjat tebing dimulai saat ada kejuaraan panjat tebing di kota kabupaten Bengkalis. Aku sering melihat dia memanjat pohon kelapa, dengan penuh kenekatan aku ikutkan anak desa yang tak pernah tau dan tak pernah melihat dinding panjat tebing ini ke kejuaraan yang diikuti bahkan oleh atlet yang sudah pernah menang di kejuaraan nasional. Hasilnya tidak mengecewakan, Hisam bisa meraih peringkat lima diantara banyaknya pesaing yang lainnya. Ketua FPTI Bengkalis (Federasi Panjat Tebing Indonesia - Bengkalis) pun langsung menawari Hisam untuk ikut latihan persiapan kejuaraan nasional tahun ini di Bali. Walhasil dua kali seminggu aku mengantarkan Hisam berlatih panjat tebing ke kota kabupaten.

Namun sama seperti anak lainnya, adakalanya Hisam menguji kesabaranku. Hobi Hisam selain olahraga adalah menyanyi dan kadang dia suka menyanyi di dalam kelas. Pernah satu kali aku mengingatkannya untuk berhenti menyanyi sampai tiga kali namun dia terus menyanyi. Aku pun langsung menyuruhnya keluar kelas, “kalau Hisam sudah berhenti menyanyi, kamu boleh masuk kelas ibu lagi.” Dan dia pun keluar, setelah 15 menit aku mau menyuruhnya masuk lagi. Namun apa yang terjadi dia tidak ada di depan kelas. Setelah dicari – cari, dia malah berada di kebun belakang sekolah sedang memanjat pohon manggis. Saat turun dia memberikan manggis – manggis itu untukku dan berkata, “bu, saya janji tak menyanyi dikelas lagi, saya boleh masuk kelas ya bu”. Siapa yang bisa bilang tidak saat melihat kedua mata itu. Hisam adalah pemimpi yang luar biasa, suatu sore dia pernah bilang padaku “Bu kalau udah besar, Hisam mau masuk UI kaya ibu, terus jadi atlet yang bisa main di luar negeri, bawa garuda didadaku”. Setitik air mata keluar dari mata kananku.  Ibu Percaya kamu pasti bisa.

 

PS : Tulisan ini aku tulis pada bulan Januari tapi baru sempat aku post-kan sekarang.. :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua