Meskipun Tak Berdasi dan Bertopi Kami Tetap Pramuka

UUN TSANI YUDANTI 13 November 2012

Kami ini tak berseragam lengkap, topi tak ada, dasi tak punya apalagi badge kepramukaan lain. Mau beli tak mampu, kalau mampu pun tak tersedia di kampung kami. Tapi point utamanya kami ini tetap pramuka, terutama dalam jiwa kami sudah tertanam semangat pramuka “Satyaku Kudharmakan, Dharmaku Kubaktikan Agar Jaya Indonesia.

 

***

Katong jaga ingat perkemahan terus, Ibu!”, kata-kata itu yang selalu keluar dari anak-anak ketika melihat lapangan rumput luas di depannya. Memang area itulah yang beberapa hari kemarin kami gunakan untuk membuat sebuah perkemahan kecil, hanya sekitar 15 tenda saja, tetapi itu cukup memenuhi rasa rindu mereka akan suasana pramuka di desa Wunlah. Mereka begitu senang dengan kegiatan perkemahan yang baru saja dilaksanakan. Entah sudah berapa tahun, kegiatan pramuka tidak berjalan lagi, menurut beberapa orang, terakhir ada kegiatan perkemahan sekitar tahun 2006. Artinya sudah sekitar 6 tahun kegiatan pramuka mengalami tidur panjang di desa ini.

Sore itu dalam perbincangan kecil kami dengan Kak Riri, yang kebetulan masih terhitung saudara dengan mama piara saya. Ternyata beliau ini dulunya adalah aktivis pramuka, tidak hanya itu saja beliau pernah menjadi ketua DKC (Dewan Kerja Cabang) Pramuka Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Beliau bercerita tentang minatnya di dunia pramuka. Dengan bangga beliau mengatakan karena Pramuka beliau bisa berangkat ke Jawa beberapa kali untuk mengikuti kegiatan nasional. Kebetulan saya juga pecinta pramuka dulunya, sehingga kami pun nyambung dalam percakapan ini.

Perbincangan kecil itu pun menghasilkan sebuah ide untuk membuat sebuah perkemahan sederhana dengan tujuan untuk kembali mengaktifkan kembali pramuka di desa ini, serta memperingati Sumpah Pemuda

            Akhirnya, sore ini tepat tanggal 27 Oktober 2012 kegiatan perkemahan resmi dibuka oleh Camat Wuarlabobar selaku Kamabiran. Peserta tidak hanya dari usia SD saja tetapi juga diikuti oleh siswa SMP hingga SMA. Artinya perkemahan ini diikuti oleh usia siaga, penggalang dan penegak. Banyak yang terlibat dalam kegiatan ini seperti puskesmas, polsek, guru-guru bahkan orang tua murid yang juga turut membantu membangun tenda bagi anak-anak mereka. Awalnya aneh juga dengan campur tangan para orang tua ini, apalagi pramuka itu untuk mengajarkan tentang kemandirian. Tetapi begitu melihat ternyata yang dibantu orang tua hanya usia siaga, anak-anak yang masih sangat kecil sekitar kelas 3-4, akhirnya kami maklum juga.

***

Malam ini, tepat malam kedua di perkemahan kecil kami. Sebuah perkemahan yang juga memang sengaja dibuat untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda bagi putra-putri Indonesia yang tinggal jauh di bagian timur Indonesia, Maluku Tenggara Barat, tepatnya di sebuah desa pesisir kecil bernama Wunlah. Dengan suara lantang dan penuh tekad, mereka kembali mengucapkan ikrar itu siapapun yang mendengar ikrar kami pasti akan tergetar hatinya.

Anak-anak nampak bersemangat sekali malam ini, meskipun rasa kantuk yang tadinya sudah mulai mengganggu, tetapi upacara sederhana ini membuat mereka kembali bersemangat. Mereka tahu, bahwa mereka merupakan bagian dari Indonesia. Mereka pun bangga menjadi anak-anak Indonesia. Meskipun menurut mereka segalanya tidak seindah dan semudah kehidupan di Jawa, tetapi mereka tetap bangga hidup di desa Wunlah yang merupakan bagian dari Indonesia. Bagi mereka sumpah pemuda tidak hanya diucapkan saja tetapi juga harus dibawa ke hati untuk dimaknai dengan baik.

 

***

Empat hari tiga malam, kegiatan perkemahan ini dilaksanakan. Mengingat kegiatan ini dilakukan bukan di hari libur, maka pagi hari anak-anak tetap sekolah, dan siang hari setelah sekolah mereka kembali ke area perkemahan. Heran, anak-anak seolah tidak ada rasa capek sama sekali. Pagi sekolah, sore dan malam hari kembali ke perkemahann, tetapi mereka tidak pernah mengeluh sama sekali, justru sebalikanya mereka sangat senang dan bersemangat.

Mungkin bagi beberapa orang di sini agak aneh melihat kegiatan perkemahan ini. “Pramuka apa ini, pramuka kok pulang dan sekolah. Kemah itu ya tetap di kemah, jangan pulang dan sekolah”, begitu kata Papa Asferos salah seorang orang tua murid. Saya pun hanya tersenyum sambil menjelaskan alasan kenapa dibuat demikian. Alasan utama jelas kami tidak ingin kegiatan perkemahan mengganggu kegiatan sekolah. Karena kegiatan ini tidak dilaksanakan di hari libur, maka sekolah tetap jalan dan kemah pun tetap berlangsung.

Apapun itu, kegiatan ini hanya merupakan langkah awal yang mungkin masih perlu disempurnakan untuk kegiatan selanjutnya. Jayalah Pramuka Wuarlabobar! Karena bagaimanapun, pramuka itu satu kegiatan yang cukup bermanfaat bagi anak-anak. Selain melatih mental dan spiritual, pramuka juga dapat melatih kemandirian anak untuk dapat bertahan dan beradaptasi dalam kondisi apapun. “Satyaku kudarmakan, Dharmaku Kubaktikkan Agar Jaya Indonesia.”


Cerita Lainnya

Lihat Semua