Kisah Sang Mutiara dari Pulau Nusa Lontar

Anies Wahyu Nurmayanti 2 November 2012

Hari itu adalah hari dimana muridku pergi keluar  Desa Kuli, 02 November 2012. Semenjak adanya pengumuman dari Panitia Majalah Bobo, bahwa siswa dari Rote lolos karya tulis mengenai keselamatan di jalan dan sebagai bentuk penghargaannya siswa tersebut diundang ke Jakarta sebagai delegasi Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengikuti Konferensi Anak Indonesia. Guru dan PM terus membimbing dan membina mentalnya agar tumbuh rasa percaya diri untuk mengikuti kegiatan tersebut. Disini PM bukanlah dewa pembawa berkah atau rezeki melainkan sebagai aktor yang menjembatani tersampainya informasi  kepada masyarakat (sekolah). Inilah awal menemukan benih-benih mutiara dari Rote untuk bisa berkarya dan bersaing di tingkat nasional. Idealisme untuk memperhatikan pendidikan di kabupaten ini seakan mulai terseok-seok. Stakeholders kurang peduli terhadap prestasi yang diraih siswa selain bidang sains ataupun olahraga. Sangat minim apresisasi. Kami akan terus berjuang untuk menyuarakan bahwa setiap anak adalah juara. Teringat kata Pak Munif Catib, ada delapan kecerdasan manusia. Ini adalah salah satu dari kecerdasan tersebut, yang patut kita pupuk dan tularkan kepada sekolah-sekolah lain.

Hampir selama 12 tahun, dia hanya sesekali saja pergi ke kota kabupaten. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi anak ini saat mendengar dia akan pergi ke Jakarta naik pesawat. Dia terdiam sesaat dan memelukku sambil berkata, "Ibu saya akan pi Jawa naik pesawat?" iya Deri, kamu akan bertemu dengan teman-teman dari seluruh provinsi di Indonesia. Di sekolah guru termotivasi untuk mengajar dan berlomba-lomba muridnya bisa berhasil dan bisa pergi ke luar Kupang. Keberangkatan Deri ke Jakarta yang didampingi kepala sekolah sempat menimbulkan sifat iri antar guru, mereka ingin mengantar Deri. Guru turut serta membimbing Deri dalam hal seni budaya, misalnya saja Foti. Foti ini adalah salah satu adat di Rote seni menabuh gong, sasando, melantunkan syair dengan menari mengikuti irama gong. Kaki yang bergerak cepat seirama tabuhan gong dengan memakai selendang dan ti'ilangga. Berbicara Ti'ilangga, ini adalah salah satu ciri khas Rote Ndao sebuah topi yang terbuat dari anyaman lontar sebagai mahkota laki-laki.

****

Deri pertama kalinya naik kapal cepat, sebelum kapal jalan Deri minum antimo. Sepanjang perjalanan tidur sesekali bangun mendengar  suara ombak. Perasaan takut diselimuti dengan gembira terpancar pada muka Deri. Dia menikmati perjalanan naik kapal cepat menuju Kupang. Selama 2,5 jam kita berada di atas kapal sampailah di pelabuhan Tenau. Dering handphone Anggun telah menghubungi  taksi untuk mengantar ke  kantor Gubernur NTT. Flashback dua hari yang lalu, akhir Oktober PM berusaha mencari surat pengantar ke kantor PPO untuk bertemu dengan Gubernur dan Kadis PPO Provinsi. Dengan adanya surat pengantar tersebut kita menemui kepala PRT Provinsi kemudian dipertemukan dengan Asisten 1 karena Gubernur, Wagub keluar kota. Sekda sedang ada rapat dan Kadis PPO Provinsi ada asistensi. Sampailah kami di ruang Asisten 1, dengan bangga memberikan apresiasi kepada Deri dan memberikan semangat untuknya. Selesai menghadap asisten 1 kita disuruh ke kantor kesra, disini kami bertemu dengan staf kesra yang kebetulan mengetahui banyak tentang Indonesia Mengajar. Beliau sering melihat IM di Metro TV, dan beliaulah yang menjelaskan ke staf di provinsi. Disinilah, peran fasilitator mulai kami terapkan, dimana orang lokal sudah bisa menggambarkan IM di tempat mereka sendiri kita memberikan umpan. Ya mungkin lebih tepatnya kita memancing mereka untuk  tahu dan mengetahui keberadaan IM.

Perjuangan akan berlanjut, hampir 3 jam kami di kantor Gubernur dan sudah hopless belum bisa bertemu Gubernur. Pepatah bilang, niat baik akan ada jalan untuk mencapai tujuan. Puji syukur alkhamdulilah pukul 18.05 wita kami bisa bertemu dengan Gubernur.  Gubernur baru saja pulang kunjungan kerja dari Soe, namun beliau masih meluangkan waktu untuk bertemu dengan Deri. Bapak, kami memberikan hadiah untuk Bapa, ada siswa Rote yang berprestasi mewakili NTT untuk mengikuti Konferensi Anak di Jakarta. Bapa Gubernur tersenyum dan berkata, terima kasih banyak kepada Indonesia Mengajar sudah memajukan pendidikan di NTT, khususnya di Rote Ndao. Deri, apa cita-citamu? Dengan tegas, Deri menjawab mau jadi dokter. Deri, kita sama-sama anak petani tetapi nasib kita berbeda. Bapa sudah menjadi Gubernur, Deri tetap rajin belajar supaya pintar dan semoga kelak tercapai cita-citamu. Deri, ini hadiah untukmu bisa dibelikan buku untuk belajar ya. Terima kasih banyak bapa, seru Deri. Deri sangat senang mendapat apresiasi dan motivasi dari Gubernur. Ini adalah kali pertamanya Deri bertemu Gubernur. Begitu pula dengan Bapa Buan baru pertama mengunjungi kantor Gubernur.  Kesempatan ini tidaklah disia-siakan kami segera mendokumentasikan foto bersama Gubernur.

Selesai bertemu dengan Gubernur masih ada sedikkit diskusi dengan kepala Kesra NTT membahas tentang pendidikan dan kesiapan mental Deri. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 20.00 wita kami segera pamit pulang. Ternyata kami telah menahan lapar dari siang belum makan. Deri sudah terlihat lemas dan pusing telat makan. Setiba di pelabuhan kami langsung menuju kantor Gubernur dilanjutkan menunggu dan menunggu hingga akhirnya lupa makan. Inilah perjuangan yang benar-benar totalitas. Rasa lapar tergantikan dengan senyum dan kebahagiaan tiada tara bisa bertemu dengan Gubernur yang notabene susah ditemui dengan berbagai hal atau kesibukan kerja. Sesampai di wisma LPMP tempat kami menginap, kita bernapas lega hari ini adalah hari bersejerah. Di kabupaten belum ada perhatian, makanya kami siasati mengomunikasikan ke provinsi. Alhasil mendapat respon positif dan paresiasi untuk Deri. Secara tidak langsung kehadiran Indonesia Mengajar disini  menjembatani Deri sebagai delegasi Konfa.


Cerita Lainnya

Lihat Semua