Dari Ovir Saya Belajar Untuk Lebih Bersyukur

UUN TSANI YUDANTI 22 Agustus 2012

Siang itu sama sekali tak kusangka, seorang anak laki-laki tiba-tiba menubruk dan memelukku sambil tersenyum. Saya mencoba melihat siapa ini, ternyata Ovir, seorang anak kelas 2 yang mungkin kurang beruntung karena Tuhan tidak menganugerahkan kemampuan berbicara dan mendengar. Melihatnya, saya pun berjongkok dan berbicara pelan berharap dia melihat bibirku sambil sedikit memperagakan dengan gerak tangan. Tiba-tiba dia menarik tanganku, sambil menunjuk sekumpulan anak yang sedang bermain bola. Kemudian kakinya menendang-nendang ke udara sambil tanganya menyentuh dada. Saya mencoba mengulangi apa yang diisyaratkan “ Ovir ingin main bola kah?” Ovir pun mengangguk. “Tunggu sebentar ya nak, nanti kalau ada pergantian pemain Ovir boleh masuk”.

Lama juga menunggu pergantian pemain. Hampir semua anak menyukai permainan bola kaki (sepak bola) entah perempuan atau laki-laki. Tidak ada yang mau bergantian dengan teman yang lain. Ovir terus saja mendesakku. Dia sangat ingin bermain bola. Saya berteriak “Anak-anak, nanti kalau ada pergantian pemain tolong kasih kesempatan sama Ovir bermain bola” Anak-anak itu melirik ke arah Ovir, dari pandangan mereka seolah tidak mau untuk bermain dengannya.

Di halaman sekolah yang lain, saya melihat sekelompok anak-anak lain yang bermain voli. Saya melihat ke arah Ovir, “Ovir main bola tangan dulu bagaimana?” Dia pun mengangguk dengan bersemangat. “Nency mari ajak Ovir main Voli, kasihan dia pengen main juga tho” kataku padanya. “Baik bu” lantas dia menyuruh Ovir berdiri sejajar dengan teman-teman yang lain untuk menerima oper bola dari Nency. Beberapa kali Ovir tidak berhasil memukul bola tersebut sehingga membuat yang lain tertawa. Saya pun tertawa melihat tingkahnya. Dia begitu senang hari ini. Bermain bola voli bersama kakak-kakak kelasnya. Ketika dia berhasil memukul bola dengan tepat dia melihatku sambil tersenyum. Saya pun mengangguk dan mengacungkan jempol.

Ketika saya sedang bercanda dengan anak-anak yang lain, tiba-tiba saya melihat Ovir dengan wajah yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Matanya memerah sambil melotot, dia mendorong seorang anak laki-laki. Saya mendekat dan melerainya. “Ovir kenapa dorong kakak Gery?” Ovir diam saja sambil terus memandang ke arah Gery. Kemudian, salah seorang anak menceritakan kepadaku bahwa Gery telah menghina Ovir, dia menirukan cara berbicara Ovir sehingga Ovir marah. Mengetahui itu, lantas saya gandeng Ovir sambil menenangkannya. Kasihan sekali anak ini. Tuhan tidak memberikan kemampuan berbicara dan mendengar dan sekarang teman-temannya tidak mau bermain bersamanya dan malah menghina anak ini.

“Gery, kemari nak” dengan sedikit takut dia menatapku tapi tak beranjak dari tempatnya.

“Mari sini, ibu hanya ingin berbicara, tidak akan marah padamu”. Mendengar itu, dia pun mendekat. Anak-anak yang lain ikut berkumpul mengelilingi kami berdua, ahk kebetulan sekali ini. Lantas saya mulai menjelaskan kepada Gery tentang Ovir.

“Gery, coba banyangkan kalau Gery seperti Ovir, tidak bisa bicara dan mendengar, sedih tidak?” dia diam saja, lantas saya melanjutkan. “Ovir tidak bisa bicara itu bukan keinginan dia, tapi karena Tuhan sayang padanya. Mungkin karena Tuhan tidak ingin Ovir berbicara buruk-buruk. Nah sekarang bagaimana kalau Gery yang tidak bisa bicara lantas dihina sama temannya?” Dia menunduk dan sepertinya menyesal.

“Sekarang tidak hanya untuk Gery, tetapi juga teman-teman yang lain, kita tidak boleh menghina orang lain. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan, Ovir tidak pernah meminta diciptakan seperti itu. Mulai sekarang jangan hina dia lagi” Mereka semua mengangguk dan mengiyakan.

Setelah kejadian itu, saya tahu bahwa Ovir memiliki kepekaan perasaan yang tinggi, terutama jika ada teman yang menghina tentang kekurangannya. Dia yang begitu manis dan tenang, bisa menjadi sangat marah ketika sakit hati. Syukur, sekarang sudah banyak anak yang mau mengajakknya bermain. Makin hari saya melihat dia makin mahir bermain voli. Dan hampir setiap hari saya selalu mendapat senyum dan pelukan darinya. Tuhan, saya bersyukur atas semua nikmat yang Kau berikan padaku. Semoga siapa saja yang membaca tulisan ini pun, mulai mensyukuri segala nikmat yang Tuhan berikan, karena tidak semua orang punya kesempatan dan nikmat yang Tuhan berikan pada kita. Dan apapun itu, segalanya adalah ciptaan Tuhan, kita tidak berhak menghina karena Tuhan pasti punya tujuan lain tentang apa yang Dia kehendaki.


Cerita Lainnya

Lihat Semua