"Perpus kami sudah jadiiii"
Trista Yudhitia Bintoro 20 Mei 2014"Ibu... perpustakaannya sudah jadi looh", begitu laporan beberapa murid ketika saya baru saja kembali dari kota untuk membantu panitia lokal Kelas Inspirasi Palembang.
Perpustakaan adalah hal yang paling ditunggu-tunggu oleh murid-murid SDN Bandar Agung. Perpustakaan lama memang tidak layak guna. Gelap, lembab, tidak pernah digunakan. Rak bukunya diisi dengan buku-buku yang berjamur karena termakan cuaca dari luar. Pernah saya hampir berjengit ketika masuk ke perpustakaan lama karena ternyata sampai ada bangkai kucing yang tersisa kulitnya disana.
Tahun 2013 lalu, karena memang susah menggunakan bangunan perpustakaan lama, saya memutuskan untuk meletakkan buku-buku di dekat pintu kantor. Hasilnya, anak-anak sering sekali datang untuk membaca buku-buku menarik sambil duduk di teras. Agak mengganggu memang, karena ketika terlalu ramai, anak-anak ini akan duduk di berbagai area sehingga menyulitkan guru-guru untuk keluar masuk. Tetapi namanya anak-anak, semua guru tentu saja memakluminya.
Kala istirahat, ini adalah pemandangan yang saya sukai karena anak-anak tersebut belajar membaca buku atau terkadang bermain catur ketika jenuh dengan huruf. Saya mensyukuri itu sebagai tanda mereka mempunyai minat baca. Paling tidak, berminat melihat gambar di buku cerita adalah awal yang baik untuk anak kelas bawah, bukan?
Pemerintah Kabupaten telah menyetujui anggaran dana rehabilitasi sekolah untuk pembangunan perpustakaan. Seharusnya hal tersebut telah terealisasikan sejak tahun 2013 yang lalu, namun pada kenyataannya, semua baru terlaksana pada tahun 2014. Ketika dana telah turun ke sekolah, proyek diadakan secara cukup cepat. Pengadaan rak-rak serta meja-meja kecil telah terpenuhi tanpa suatu kendala. Memang harus diakui, kepala sekolah yang baik dan cekatan akan membawa sekolah menjadi lebih baik.
Akhirnya perpustakaan kami telah terbangun juga. Cukup luas dengan meja-meja kecil yang tertata rapi, ditambah karpet empuk yang nyaman, dan tentu saja dengan buku-buku hasil bantuan dari Festival Gerakan Indonesia Mengajar dan satu CSR perusahaan swasta. Memang sebagian rak masih kosong, tetapi ini memang menjadi agenda bersama sekolah SDN Bandar Agung untuk memenuhinya.
Tak butuh waktu lama, perpustakaan telah menjadi tempat favorit siswa-siswa. Mas Imam, begitu sebutan yang biasa kerap disapa di sekolah, adalah pustakawan di sekolah kami. Ia sudah terbilang lama bergabung di sekolah. Sembari menjadi staff sekolah, ia juga menjalani kuliah di jurusan kepustakaan dan baru saja lulus wisuda tahun ini. Momentum yang sangat tepat sekali dengan adanya perpustakaan baru!
Menjadi tempat favorit, berarti banyak juga peristiwa atau aktivitas yang cukup mengundang senyum geli, gelengan kepala, atau juga kagum, kala saya berkunjung ke perpustakaan. Contohnya seperti dibawah ini:
1. “Ayo baris… ayo baris… “
Mas Imam nampaknya membuat tata tertib masuk ke perpustakaan, dan merupakan satu dari orang yang terlalu sabar untuk menerapkannya ke siswa-siswa. Salah satunya adalah berbaris rapi di dekat pintu masuk untuk menerima kartu masuk perpustakaan.
Ketika saya sedang membaca buku di perpustakaan karena tidak ada jam mengajar, siswa-siswa kelas 1 baru saja pulang sekolah. Murid-murid perempuan yang mungil dan manis ini lewat di depan perpustakaan karena berdekatan dengan kantin sekolah dimana ibu-ibu mereka sudah menunggu. Tadinya, mereka ingin langsung pulang, namun melihat perpustakaan yang ramai, mereka berbelok tujuan.
“Wah… ada bu Trista. Baca dulu yuk! Eh kita mesti baris kan.. ayo baris… ayo baris…”.Mereka pun dengan langkah kecil-kecil, satu persatu berbaris, rapi dan tertib.
Beda sekali dengan keadaan di kelas formal, dimana mereka akan berebutan datang ke meja guru untuk di-biji (dinilai) tugasnya. Biasanya juga, mereka akan patuh untuk antri jika diingatkan. Namun di perpustakaan, mereka dengan pintarnya ingat untuk berbaris dengan kehendak sendiri.
(Ingin rasanya memperlihatkan kebiasaan ini kepada bapak-bapak yang sering sekali menyerobot antrian jika saya ke kantor pos di kota.)
2. “Cah lanang, ayo pulang!”
Anak kelas 1 memang audiens yang paling jujur. Jika dirasa menarik, ia akan tetap berada disana dan menikmatinya. Mungkin bagi mereka, perpustakaan adalah taman bermain baru. Padahal, jumlah buku hanya sekitar 100-200 exemplar. Namun itu sudah cukup membuat beberapa anak laki-laki kelas 1 memilih untuk terus membaca buku cerita dengan temannya sampai-sampai ibunya menjemput untuk segera pulang.
Saya sampai tertawa ketika melihat satu anak berkali-kali menolak untuk pulang. Anak ini memang kritis jika berada di kelas 1. Dia juga kerap kali membantu temannya yang memang lebih lambat menerima pelajaran. Sang ibu akhirnya diam dan hanya duduk di teras perpustakaan menunggui anaknya yang harap-harap akan bosan membaca buku.
Gemas rasanya melihat ekspresi anak-anak kecil ini ketika membaca buku. Mata membulat, jari-jari tidak sabar untuk membuka halaman berikutnya, berpeluh mengeja kata demi kata. Buku pelajaran bahasa Indonesia atau SBK seperti peta harta karun di mata mereka. Priceless!
3. Action! “Burung kutilang bernyanyi….~”
Saya ingat kuesioner perpustakaan yang diberikan oleh kantor Indonesia Mengajar. Perpustakaan dimanfaatkan untuk kegiatan apa?
Nampaknya, perpustakaan ini dijadikan area aktivitas bernyanyi dan menari oleh siswa-siswa kelas 2 yang bosan menunggu kelas 1 pulang. Maklum, kelas 1 dan kelas 2 berbagi kelas. Kelas 2 seharusnya masuk jam 10, namun karena mereka takut terlambat (kata mereka), mereka berangkat pagi-pagi seperti layaknya kelas 1. Apa yang mereka lakukan? Biasanya ya, bermain.
Dengan adanya perpustakaan, kegiatan menunggu mereka menjadi lebih bermanfaat. Membaca buku pelajaran (yang menurut mereka menarik sekali), belajar menyanyi (lagi-lagi Mas Imam memang baik sekali mengajarkan nyanyian anak-anak kepada mereka), pentas seni menari, atau mengaji (iya, ada bad boy kelas 2 favorit saya yang belajar mengaji dari buku pelajaran agama. Luar biasa, biar penampilan bad boy, hati tetap sholeh).
4. “Ayo tebak ini artinya apa?”
Kelas 6 tak kalah dalam memanfaatkan perpustakaan. Mereka mempunyai misi lain. Biasanya anak kelas atas ditugaskan menjadi pustakawan cilik lengkap dengan kartu tanda pengenal mereka. Tugas mereka adalah menjaga ketertiban perpustakaan, mengatur kartu tanda masuk peserta, dan lain sebagainya.
Yang lain, akhir-akhir ini selalu terlihat sibuk membaca satu halaman dari Tulkif Inklusi UNESCO, sebuah buku dari NGO yang pernah mengadakan pelatihan sekolah inklusi bebrapa tahun yang lalu di kecamatan kami. Yang mereka pelajari adalah huruf isyarat dengan menggunakan tangan. Mereka setiap harinya mencoba menghapal gesture isyarat A-Z. Huruf isyarat ini menggantikan tren bahasa rahasia mereka setelah demam semaphore dan “bahasa huruf G”. Tahu bahasa huruf G? dimana "agakugu" itu artinya adalah "aku".
Sayangnya, kadang huruf isyarat ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan cinta monyet mereka. Positifnya, mereka akhirnya bersemangat mempelajari sesuatu yang baru.
---
Masih banyak lagi cerita menarik yang sudah terjadi dan akan terjadi di perpustakaan Bandar Agung. Salah satu milestone menarik nanti adalahpada akhir bulan Mei ini, jika tidak ada halangan, Sriwijaya Menyala, satu bentuk derivasi Indonesia Menyala di daerah Palembang, akan datang berkunjung ke perpustakaan kami untuk menyerahkan beberapa buku.
Perpustakaan kami akhirnya jadi juga. Akan ada banyak kegiatan-kegiatan dan manfaat positif yang akan dipetik di perpustakaan ini. Kami bersyukur dengan adanya fasilitas ini, murid-murid pun dapat memahami arti buku adalah jendela dunia. Tidak lagi secara teori, tetapi mereka benar-benar merasakan manfaat buku-buku ini melalui membaca.
Berkah yang mereka dulu katakan dengan lantang, “Perpus kami sudah jadiiii!”
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda