Kontemplasi Lilin
Trista Yudhitia Bintoro 7 Juli 2013Malam ini desa Bandar Agung gelap. Listrik pasokan dari Muba Elektrik Power sepertinya mengalami gangguan. Biasanya rumah selalu diterangi dengan cahaya lampu pijar di kala malam, namun kali ini satu persatu rumah menampakkan cahaya kekuningan dari sumbu lilin yang terbakar. Bulan bersinar terang, tetapi tetap tidak sanggup menerangi jalanan di depan rumah-rumah yang sudah tertutup rapat walaupun waktu masih menunjukkan pukul 7 malam.
Sayup-sayup terdengar suara cengkrama dari arah ruang tamu, tanda sedang ada tamu yang bertandang ke rumah ini, tepat ketika pemadaman dilakukan. Suara, pada akhirnya, membuatku mengingat rumah di Balikpapan, Kalimantan Timur. Sebuah kota yang selalu berkembang, di rumah yang diapit oleh perusahaan-perusahaan industri oil service raksasa. Aku terlalu terbiasa dengan suasana perkotaan, ramai akan suara-suara derung mobil dan para pelanggan yang datang ke toko. Ya, aku mempunyai toko di depan rumah, dan kami terbiasa berjaga sampai larut malam. Waktu adalah uang, dan kegigihan adalah suatu bentuk apresiasi terhadap prinsip hidup, sesuatu yang aku hargai dari pelajaran yang diberikan oleh orang tua yang hebat. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, yang ada hanyalah mempercayai.
Disana, di Balikpapan, kebisingan adalah teman. Gelap di kala malam adalah satu hal yang hampir saya lupakan. Bukan karena pasokan listrik yang mengalir tanpa batas di pulau Kalimantan itu. Tidak. Tanyakan saja berapa kali dalam sehari daerah kami bisa mati lampu. Coba tanyakan juga berapa lama kami –di kota yang kaya ini—baru dapat menikmati terangnya lampu. Namun, hampir semua toko mempunyai genset pribadi agar bisnis mereka tidak rugi karena harus menutup tokoatau tidak berjualan es krim pelepas dahaga di udara yang lengket minyak ini, kala pemadaman listrik.
Sekarang aku berada disini, di tempat dimana aku selalu melihat matahari terbenam setiap harinya dari balik pintu depan rumah. Mega jingga yang mulai menutupi warna kebiruan langit selalu cantik, tetapi tetap saja aku takut senja. Dan gelap serta permintaan orang-orang di host fam membuatku menyalakan lilin. Aku melihat sekejap cahaya yang dibuat oleh molekul-molekul yang membuatku takjub terhadap proses perubahan energi. Cahayanya mirip dengan senja, selalu menarik bagiku, entah kenapa. Cahayanya, selalu mengingatkanku ketika aku belajar untuk ulangan kenaikan kelas ketika aku SD, ataupun ketika melakukan refleksi diri di hutansewaktu pelatihan Calon Pengajar Muda.
Hari ini, apakah harus kucatat setiap tanggal ketika aku menulis? Mungkin kali ini tidak. Hari ini hanya mirip dengan perpaduan suasana di Balikpapan dan di hutan, karena itulah aku menulis, atau mengetik tepatnya. Gelap, tetapi ramai akan suara ramah tamah para tamu-tamu yang datang. Disertainya juga suara serangga-serangga yang kusukai, dan burung-burung yang berkicau tanpa henti. Itu suara burung-burung walet. Waktu yang pas sekali untuk menulis sebuah jurnal refleksi, berimajinasi diiringi suara meditasi tidaknya buruk. Ini juga waktu yang bagus untuk menikmati me-time sembari berpikir tentang apa saja yang ingin aku capai dan pelajari, mengangan-angankan hari esok.
Baru saja aku ingin merumuskan apa yang ingin aku pelajari selama setahun di bumi Serasan Sekate ini, dan kemudian menempelkannya di vision board dinding kamar dengan tulisan besar-besar, aku menerima sebuah SMS. Temanku, bisa kubilang cukup dekat ketika masa SMA, dikabarkan meninggal dunia. Baru saja aku teringat rumah dan teman-teman, pesan itu sampai. Aku tidak tahu penyebabnya, tetapi setahuku sebelum aku diberangkatkan ke sini, almarhum sudah sakit. TemankuSMAku, si ahli geologi, meninggal di usia yang cukup muda. Aku agaknya yakin dia baru saja berulang tahun, karena aku ingat kami sama-sama lahir di bulan Juni, dan beberapa orang mempunyai tanggal lahir yang berurutan. Temanku ini, tidak dapat menemui Ramadhan tahun ini, hanya tinggal 4 hari saja, e-m-p-a-t hari.
Aku yang baru saja mengangankan dan merumuskan beberapa strategi-strategi masa depan, dihadapkan dengan masa kini. Luar biasa, apa saja bisa terjadi. Kemudian pikiranku bergerak kebelakang, menengok rak-rak memori masa lalu yang membuat aku seperti sekarang. Temanku, dulu dengan bahagianya mengabarkan lulus Teknik Geologi.
Temanku, mungkin dahulunya seperti halnya warga Balikpapan –termasuk diriku– dapat berkerja sebagai engineer dan menggunakan coverall dari pihak HSE di salah satu perusahaan-perusahaan prestise, minyak, gas alam, tambang,hal-hal yang sering kami lihat di pemandangan kilang minyak Balikpapan. Akupun bangga melihat teman-temanku menggapai mimpi. Tapi aku yakin dia, seperti yang sudah mendahuluinya, tentram dan nyaman di sisi-Nya.
A-k-u yang sekarang, dengan segala masa laluku, yang menghantui serta yang mendorongku menjadi aku yang kini, membuatku berada disini. Bukan dengan alasan yang hampa, bukan juga dengan harapan kosong. Mungkin aku belum berdamai dengan masa lalu, mungkin juga aku sudah lama meninggalkannya. Tetapi aku tahu sesuatu di masa lalu selalu membuatku jatuh dikala aku rapuh. Tetapi aku berusaha untuk jatuh kedepan. Aku, dengan cahaya lilin ini, berusaha mengumpulkan fakta-fakta untuk kemudian dapat menyapa masa laluku, Hai, apakah kamu sudah melihatnya dari mata yang berbeda?
Manusia itu kompleks. Hidup, apalagi, lebih rumit dengan segala statistika pilihan-pilihan. Dapat kamu pilih, dan beberapa hal yang tidak tertolakkan untuk diterima. Adakah kamu pernah berpikir bahwa masa lalumu mewarnai masa kinimu? Apakah kamu dihantui oleh imaji-imaji yang bahkan telah ditambahi bumbu-bumbu ketakutan oleh otakmu? Atau apakah masa lalu itu begitu memberimu nilai positif yang mendorongmu menjadi kamu yang kekinian? Apakah kamu tidak lelah membawa masa lalu sememntara kami menghadapi apa yang orang di Barat sebut the present – kehadiran –masa kini?
Apapun itu, ingatlah. Apapun dapat terjadi. Aku tidaklah menganggap masa lalu sebagai sebuah hal yang mudah dilupakan, atau ditinggalkan. Apa yang terjadi di masa lalu memang sulit, tetapi apakah membawa rasa penyesalan, rasa sakit dan rasa tidak percaya dari kehilangan itu sendiri membawamu ke masa kini? Yang bukan kelabu, tetapi menyenangkan? Begitu sering kita dikendalikan berdasarkan reaksi dari kita sendiri, yang sebenarnya dapat kita tinggalkan.
Live life fully, act it wisely. Mari kita bersama mengingat untuk tidak selalu memusatkan dunia dengan ke-aku-an dan masa lalu. Ingatlah untuk melakukan sesuatu hal yang dapat kamu ceritakan, bagikan, dan menolongmu ketika kamu menghadapi sebuah kematian. Bukan kelabu, tetapi menyenangkan.
Malam ini, dari segala akibat yang terjadi di masa lalu, sekarang aku disini. Embel-embel Pengajar Muda melekat di diriku. Siapa yang sangka? Tetapi ini akhirnya adalah dunia dimana akhirnya aku melakukan sesuatu. Berharap kedewasaan dapat tumbuh karena aku berusaha meninggalkan keluhan, dan mencoba melakukan perubahan. Sedikit saja. Aku mencobanya sekarang.
Ini adalah kejutan yang luar biasa. Mengajar puluhan anak, mencoba belajar menjadi guru yang dapat ditiru dan digugu. Menjalani penghidupan dengan manfaat yang dapat aku bawa ketika kematian menjemput. Skenario Sang Sutradara memang luar biasa.
Selamat menjalani sekolah kepemimpinan, diriku. Jalanilah setahun dengan kepekaan.
Dan temanku, Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Sampai jumpa, di sebuah kejutan yang benar-benar kejutan.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda