Kemah Kami, Karakter Pejuang Kami

Trista Yudhitia Bintoro 9 Juni 2014

Ujian Sekolah Utama telah usai.  Guru-guru di Gugus IV Lalan sepakat untuk mengadakan Perjusami (Perkemahan Jumat Sabtu Minggu).  Setelah berkutat dengan pelajaran dan les-les yang mengutamakan kemampuan kognitif, para guru menginginkan anak-anak --kelas VI pada khususnya-- untuk melepas penat dan berekreasi dalam hal yang positif.  Hal itu yang membuat mereka sepakat mengadakan perjusami skala kecil, yaitu tingkat gugus.  Perjusami mengangkat SDN Bandar Agung --tempat saya mengajar-- sebagai tuan rumah dengan SDN Mandala Sari, SDN Sri Karang Rejo, SDN Mulya Jaya dan SDN Sri Gading sebagai sekolah lainnya yang juga ikut bergabung.

 

Persiapan Perkemahan

Bagi anak-anak SDN Bandar Agung, kegiatan pramuka adalah sesuatu yang sangat mereka persiapkan lebih dari segalanya. Biasanya acaranya yang sangat dipersiapkan selalu sama: Pentas Seni.  Alhasil, mereka bisa saja mempersiapkannya selama 1 bulan penuh untuk dapat tampil prima di depan juri. Pernah suatu kali, ketika beberapa anak didik yang  akan menghadapi Olimpiade seminggu lagi, memilih untuk berlatih tari yang akan dipentaskan sebulan lagi untuk acara perkemahan.  Padahal, dapat dikatakan anak-anak yang mengikuti Olimpiade adalah anak-anak yang paling antusias belajar dan tanpa paksaan untuk ikut. Bisa terbayang betapa antusiasnya mereka mendengar kata kemah, kan?

Pagi-pagi sekali, biasanya para penggalang ini berdatangan diantar orangtuanya dengan dengan membawa terpal, bambu-bambu untuk pagar dan pasak, tempat topi, ceret, beberapa kantong berisi beras dan sayuran.  Tak jarang juga mereka mengangkat-angkat tabung gas sehingga sang anak tidak perlu lagi repot membakar arang di tungku. Tidak lupa beberapa membawa taplak meja dan bunga-bunga untuk mempercantik kemah mereka.

 

Kompetisi dan Kebersamaan

Seperti acara kemah Perjusami lainnya, acara dibuka upacara pembukaan oleh Pratama.  Delegasi Pratama kali ini berasal dari SDN Bandar Agung, yang bernama Riyan.  Ia sudah terbiasa menjadi Pratama di lingkup sekolah maupun kecamatan.  Seusai upacara pembukaan, masing-masing regu dengan sigap membangun tenda mereka masing-masing. 

Adu mulut biasanya sering terdengar karena beberapa anggota mereka ada yang malas berkontribusi.  Bisa juga dikarenakan mereka berdiskusi (sambil berteriak) untuk menentukan jenis tenda apa yang mereka ingin bangun.  Jika memperhatikan, walaupun saling beradu mulut, mereka saling bahu membahu.  Ada yang bersusah payah untuk naik ke pasak besar untuk mengikatkan tali,  ada juga yang sibuk menancapkan bambu untuk menjadi pagar mereka.  Berberapa malah menggali parit di sekitaran area tenda untuk mencegah genangan dan banjir.  Pramuka kami sebenarnya sudah terbiasa dengan kemah, karena itu tidak heran kali ini mereka terlihat terlatih dalam membangun tenda mereka.  Simpul topi dan simpul lainnya dengan mudah mereka buat untuk mengokohkan tenda.

Perkemahan yang berlangsung selama 3 hari 2 malam ini mempunyai beberapa perlombaan. Sebelum menghadapi PBB, tidak heran melihat banyak penggalang yang berlatih terlebih dahulu agar dapat tampil dengan baik.  Perlombaan kerapian tenda juga dinilai oleh kakak Pembina secara diam-diam selama 3 hari tersebut. 

Selain itu, lomba Tata Boga mempunyai aturan untuk memasak makanan dengan bahan non-beras.  Karena hasil alam di Musi Banyuasin kebanyakan singkong dan ubi, umbi inilah yang menjadi primadona.  Ada juga beberapa yang bosan dengan umbi-umbian memilih memasak pudding warna warni.  Siapa yang dapat memasak dengan lezat dan tampilannya cantik, dialah yang menang.

Lomba mencari jejak tidak lupa diadakan dalam Perjusami ini.  Penggalang akan bertualang ke pos yang sudah ditentukan dalam peta buta, menjawab pertanyaan dan kode-kode semaphore untuk mengetahui letak pos berikutnya.  Mereka kerap berbekalkan minuman dan berjalan dengan membawa tongkat bamboo mereka.  Untuk mengundang tawa, diadakan lomba merias wajah yang merupakan cetusan ide baru dalam perkemahan penggalang ini.  Masing-masing tim mendelegasikan satu orang yang pandai merias wajah.

Selain itu, lomba pioneering juga diujicobakan dengan menggunakan skala yang lebih mini.  Penggalang-penggalang ini diajak untuk membangun menara bendera atau sejenisnya dengan menggunakan tongkat bambu tipis dan benang tukang.  Seharusnya, pioneering dilakukan dengan menggunakan tongkat pramuka mereka, namun kali ini mereka cukup membuat miniaturnya saja.  Yang utama dinilai disini adalah kreativitas dan benar tidaknya jenis simpul pada pioneer mereka.

Peran kakak pembina juga tidak luput dari ingatan mereka.  Usai perlombaan pioneering, mereka berkumpul untuk permainan menarik.   Permainan-permainan ini membutuhkan kerjasama tim yang kompak, seperti permainan ular menangkap ekor, permainan berjalan sambil duduk di pangkuan teman, permainan membentuk lingkaran tercepat, dan permainan seru lainnya.

Puncak acaranya adalah pesta api unggun dan pentas seni.  Para Penggalang akan membuat lingkaran besar layaknya upacara.  Dalam pesta Api Unggun, terdapat 10 penggalang yang membawa obor.  Prosesinya adalah mereka akan berlari beriringan menuju ke area api unggun.  Setelah melakukan putaran sebanyak dua kali, masing-masing akan berdiri membentuk lingkaran sambil memegang obornya masing-masing.  Orang pertama akan menjunjungkan obornya sedikit jauh dari atas kepala sambil mengucapkan dasa dharma pertama.  Selanjutnya, orang pertama akan mengestafetkan nyala obor kepada orang kedua.  Prosesi berulang ketika orang kedua tersebut selesai mengucapkan dasa dharma yang kedua, dan seterusnya. Selepas pengucapan ke 10 Dasa Dharma, mereka akan serentak menyulutkan obor mereka ke api unggun.  Begitu api sudah terlihat berkobar merah, para penggalang pun bernyanyi “Api Kita Sudah Menyala”.  Beberapa yang lain terlihat melemparkan garam ke api untuk membuatnya semakin berkobar tinggi ke atas.

Usai penyalaan api unggun, para penggalang ramu sampai terap ini berbondong-bondong mempersiapkan acara yang sangat ditunggu-tunggu sebagai penghiburan.  Pentas Seni ini diadakan selepas isya.  Berbagai penggalang putri mulai merias wajahnya cantik-cantik, membedaki wajahnya dan memulaskan pemerah bibir karena mereka akan menari.  Beberapa terlihat dengan topi-topi ala hiphop, dan beberapa yang lain yang menggunakan gaun panjang.  Lagu yang mengiringi tarian terkadang membuat saya tersenyum, karena terkesan dewasa sekali.  Beberapa menarikan tari india atau melayu, berbusana muslim dengan kerudung lebar.  Regu laki-laki banyak memilih untuk menyanyi secara akustik.  Semua itu menjadi momen kebersamaan baik sesame regu tim ataupun teman barunya yang lain.

 

Medali Apresiasi Untuk Semua Juara

Hari terakhir, Hari Minggu, tibalah saat yang ditunggu-tunggu oleh penggalang ini.  Pengumuman Juara. Namun sebelum itu, terdapat satu lembar karton putih dengan beberapa potret 3 penggalang dengan judul “Nominasi Penggalang Tergiat”.

Ternyata, Nominasi Penggalang Tergiat ini adalah bentuk apresiasi dari kakak-kakak Pembina kepada adik-adiknya di bidang non-perlombaan.  Terlihat satu potret dimana ada seorang anak dengan tubuh yang rela naik keatas dengan memanjat tiang tenda untuk memasangkan simpul topi, Sandy Agung namanya.  Potret lainnya adalah seorang anak laki-laki yang menggendong teman di bahunya supaya teman satu regu tersebut dapat dengan mudah memasangkan nama di gapura mereka.  Penggalang putri tidak ketinggalan giatnya.  Potret Devi terlihat menyapu halaman dan memperbaiki tenda-tenda yang rusak pada saat teman-teman lainnya acuh bermain-main saat istirahat siang.  Bukan main senangnya mereka, karena sikap baik mereka yang tanpa pamrih ternyata diperhatikan.

Pemenang perlombaan diumumkan, setelah sebelumnya berjoget bersama.  Juara-juara ini diumumkan oleh Kepala Mabigus, dari yang menjadi juara umum dan juara per kategori perlombaan.  Hampir semua regu tim memenangkan kejuaraan tersebut, karena disediakan ‘medali’ apresiasi sampai juara harapan sekalipun.

Uniknya, medali itu bukan sembarang medali.  Medali ini bukan emas dan perak buatan, bukan juga hadiah berbentuk balok yang biasanya berisi buku.  Rupanya, sudah menjadi kebiasaan bagi Pramuka ditempat saya untuk mengalungkan medali bagi sang pemenang, dalam rupa beberapa rentengan jajanan.  Jajanan-jajanan ini dirangkai sedemikian rupa menjadi kalung.  Wafer-wafer stroberi, kacang polong yang gurih, mie kering rasa ayam, coklat-coklat dan beberapa biskuit juga terlihat dalam kalungan medali tersebut.  Satu-persatu perwakilan masuk ke barisan pemenang dan menunggu pengalungan medali apresiasi mereka.

Kegiatan Pramuka kemudian ditutup dengan upacara penutupan yang dipimpin oleh Pratami.  Pratami ini –lagi-lagi—berasal dari SDN Bandar Agung.  Acara berlangsung khidmat walaupun terlihat beberapa sudah menahan lelah ketika Kakak Pembina membagikan sedikit wejangan.

 

Ruang Interaksi di Perjusami

Kegiatan Kemah Pramuka memang sederhana namun rumit dalam pelaksanaannya.  Dikatakan rumit karena membutuhkan komitmen kakak Pembina yang menjadi kunci dalam keberhasilan pelaksanaan.  Mengatur banyak regu tim dan memantau jalannya kegiatan adalah sesuatu yang dapat mengundang lelah dan kantuk bagi para kakak Pembina ini.  Berjaga tiap malam, siap siaga terhadap anak biasanya terluka karena aktif bermain, serta mengisi acara dengan permainan yang mengundang tawa dan tenaga.   Semua tentu berasal dari keikhlasan, kerelaan dan pengabdian, yang juga menjadi tujuan dari Gerakan Pramuka.

Namun demikian, kegiatan pramuka ini tetap diadakan oleh kakak-kaka pembina, hanya karena alasan sederhana: membuka interaksi bagi seluruh adik-adik pramuka untuk dapat berkenalan dengan regu dari sekolah lain.  Meningkatkan daya kompetisi, memperluas pertemanan, dan menebar jaring pengetahuan, adalah tujuan yang ingin terbentuk dari acara ini. 

Perkemahan selalu menjadi kegiatan positif untuk berkumpul dalam kerumunan yang positif pula.  Kegiatan ekstrakulikuler Pramuka merupakan kegiatan menarik bagi anak-anak.  Kakak-kakak Pembina Gugus IV Lalan mengerti, dengan menyediakan wadah kegiatan menarik ini, diharapkan dapat meningkatkan kemandirian mereka dalam hidup, menjadi sehat dan bersemangat, serta membantu pembentukan karakter sang pejuang sejak dini. 

Pejuang yang terbiasa berkompetisi secara bersih, selalu bersemangat dan berjiwa penolong, serta giat walau tanpa awasan.  Karakter yang terbentuk pada usia sekolah dasar yang semoga terus terbawa sampai besar nanti.


Cerita Lainnya

Lihat Semua