Mimpi yang Ditangguhkan
Trisa Melati 25 Mei 2013
Pengumuman finalis untuk Olimpiade Sains Kuark (OSK) sudah ada. Sebetulnya “membawa murid lomba hingga ke Jakarta” adalah salah satu resolusiku tahun 2013 ini. Dan dalam masa jabatanku sebagai Pengajar Muda ini, sepertinya OSK adalah kesempatan terakhir. Namun dewi fortuna belum tersenyum pada anak-anakku. Ya aku sudah bisa menduga sebenarnya, karena sejak babak semifinal pun aku sudah bisa melihat peringkat anak-anakku. Namun sebagai Pengajar Muda, aku cukup berbangga ada anak PM yang menjadi finalis. Ya, muridnya Adhi, Pengajar Muda yang jadi “tetangga”ku yang sama-sama mengabdi di kecamatan Rambang ini, berhasil masuk menjadi finalis OSK. Memang sih, peringkatnya sejak semifinal pun adalah yang tertinggi.
Namun ini bukan soal aku, bangga atau tidaknya aku tidaklah penting. Yang jelas ada kekecewaan terpampang pada anak-anakku, dan guru-gurunya. Tentu saja. Yang berjuang sekuat tenaga kan mereka. Yang setiap hari bertandang ke rumah Pak Ep untuk les kan mereka.
Lucu. Bagi kami di sini, “ke Jakarta” sepertinya sebuah mimpi yang tinggi. Tentu bukan karena masalah pergi ke Jakartanya. “ke Jakarta” artinya suatu kebanggaan bagi anak kebun untuk mewakili daerahnya menghadapi delegasi daerah lain.
Dengan segala alasan-Nya, mungkin Tuhan menyengajakan ini yang mesti kami terima . (Kuharap ini bukan hukuman bagiku karena kurang getol berdoa?) Jika mereka langsung berhasil dalam satu kesempatan, mereka akan menyangka mimpi begitu mudah untuk dicapai. Tahun ini memang kali pertama mereka diberikan kepercayaan untuk mengikuti suatu kompetisi. Memang tidak mungkin semudah ini, tidak se-instan ini, begitu ikut langung menang. Meskipun predikat “from zero to hero” sangatlah menggoda, karena kedengarannya keren sekali. Setidaknya, kejadian ini menghindari mereka berpikiran “menang karena ada Bu Trisa” yang kalau dibalik, akan menjadi “kalau tidak ada Bu Trisa, pasti tidak akan menang”. Biarlah semua terjadi secara bertahap, biar mereka merasakan menang karena perjuangan mereka sendiri.
Di sini mimpi-mimpi akan diuji. Apakah ia akan bermental tempe, atau dia akan tetap maju mengadu tembok. Mimpi adalah sesuatu yang harus kau perjuangkan untuk bisa diraih. Dan aku bersyukur aku dikelilingi orang-orang yang optimis dan pantang menyerah.
Sewaktu pertama melihat soal latihan untuk OSK, dengan khawatir aku menunjukkan soal tersebut sambil berkata apakah anak-anak akan sanggup mengerjakannya. Dengan wajah tetap ceria, Pak Ep menjawab, “pantas lah Buk kalau susah. Kalau mudah bukan olimpiade namanya.”
Aku ingat beberapa bulan lalu, ketika pertama kali anak-anak kebun ini pergi ke Palembang untuk ikut lomba tingkat provinsi (dan kalah telak), Pak Ep berkata, “Ya sekarang kan memang yang ikut masih kelas 4 dan kelas 5, sementara lawannya kelas 6 gale Buk. Mungkin tahun depan atau 2 tahun lagi kalau terus seperti ini bisa ada kesempatan Buk. Sepuluh besar jadilah” Pak Ep berkata dengan optimis.
Memang benar.
Kami masih muda. Pendidikan anak-anak kami masih muda. Anak-anak muridku belum setahun belakangan saja bisa membaca dengan lancar. Keabsenan guru di tahun-tahun sebelumnya membuat mereka harus mengejar banyak dari ketertinggalan mereka terhadap SD-SD lain. Semua anak adalah juara, adalah cerdas, adalah bibit-bibit unggul. Namun masih memerlukan tangan hijau untuk membuat mereka berbuah subur. Di SDN 10 Rambang kelas jauh ini aku telah menyaksikan bibit-bibit unggul ini tersedia. Begitu pula dengan tangan-tangan hijau yang dengan tekun dan rendah hati memfasilitasi pertumbuhan mereka.
Ya, kita akan berjalan bersama-sama menapaki jalur mendaki mimpi ini. Mungkin kita akan mencapai puncak itu setahun lagi, dua tahun lagi, lima tahun lagi, atau mungkin lebih cepat dari yang kita kira. Selama optimisme itu masih ada. Ternyata “resolusi” yang aku tulis terlalu egois, karena seolah-olah itu pencapaianku yang terpusat pada aku. Tidak, ini adalah sebuah proyek besar, jangka panjang, dan mesti dibangun dengan hati-hati. Meskipun tahun ajaran berikutnya secara fisik aku (dan Dimas) tidak lagi mendampingi mereka, namun penerusku, Adhim, akan kembali mendukung perjuangan anak-anak kami. Karena ini adalah mimpi kita bersama: para Pengajar Muda SDN 10 Rambang, anak-anaknya, guru-guru, dan seluruh masyarakatnya.
Mimpi yang, untuk sementara, kita tangguhkan.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda