Me Time

Tri Hartati 11 Agustus 2013

Bagaimana caramu menikmati pagi...???

Hemmm... sepertinya ada banyak jawaban dari pertanyaan singkat itu. Caraku menikmati pagi ditempat baru keluarga baru dan “cinta” yang baru adalah duduk di balhon pucuk* sayap kanan, sambil melihat tetangga berlalulalang, mendengar suara gerandong* yang begitu khas, suara air dari saluran irigasi depan rumah yang bermuara disuangai musi, dan melihat bangunan-bangunan tinggi rumah walet diantara kerumunan pohon kelapa.

Pagi ini langit biru terlihat pucat, benar sekali pagi ini mendung. Pagi dan mendung membuatku mengingat masa-masa dicamp jatiluhur satu bulan yang lalu. Hari minggu pagi duduk sendiri di tempat makan menghadap ke arah waduk jatiluhur yang begutu indah, ditemani alunan lagu menye dan segelas coffemix. Pagi itu mendung, disaat semua orang berharap jangan hujan agar cucian tidak menumpuk, aku malah sangat menikmati nuansa mendung itu. Sejuk tenang dan damai, perasaan itulah yang muncul. Bukan kesedihan atau hati yang ikut mendung, tapi hatiku mendapat spirit dan ide untuk menikmati hidup ditengah kebosanan hidup homogenitas dan rutinitas sama setiap harinya. Ya, bagiku pagi yang mendung itu menyejukan hati yang tengah kepanasan.

Pagi ini berada dibelahan lain tanah indonesia, pulau sumatra. Tinggal dan melebur dengan masyarakat baru disebuah desa transmigran terpencil di pedalaman sungai musi dan hutan sumatra. Mungkin sebelumnya tidak pernah terbersit oleh otak ku untuk hidup di desa terpencil jauh dari peradaban kota dengan jalur transportasi yang sulit dan begitu mahal ini. Harus melakukan perjalanan air menyusuri luasnya sungai musi selama 4 jam, melewati luasnya muara sungai musi yang bertemu langsung dengan selat bangka, menikmati air yang asin dan menikmati listrik hanya saat malam hari. Memang tidak pernah terbayangkan, jadi janganlah dibayangkan, sekarang aku sudah disini dan ku nikmati saja kehidupan baru dan rutinitas baru ini.

Suara burung walet disiang hari dan suara ngaungan anjing saat malam tiba, lama-lama telingaku mampu beradaptasi dengan suara-suara yang menurutku menakutkan itu. Entahlah aku menikmati hidup ditempat ini dengan semua hal baru yang ada meski dalam semua keterbatasan. Disini aku belajar, belajar memahami betapa pentingnya listrik dan air, pentingnya hidup gotong royong, betapa pentingnya sayur segar yang sangat jarang dijumpai disini, belajar banyak hal simple yang dulu sering ku abaikan.

Aku bersyukur, pagi ini aku dapat menikmati hidup ku yang sederhana, bahagiaku yang sederhana, dan mendung yang ku artikan sederhana. Alhamdulillah, ditengah kesederhanaan ini, yang pengajar muda lain pernah bilang sangat susah untuk menikmati waktu sendiri setelah sampai di desa, ternyata aku masih dapat nikmatinya. Me time berkualitas dengan refleksi diri yang mendalam di balhon rumah yang begitu mendamaikan, semoga dapat menjadi pijakan semangat untuk langkah panjang selanjutnya.

 

*pucuk : atas

*gerandong : mesin pembajak padi yang dijadikan alat transportasi


Cerita Lainnya

Lihat Semua