Wirid

Tika Listriani 23 Januari 2011
Minggu malam Senin adalah jadwal rutin wirid ibu-ibu di RT tempatku tinggal. Jadi, di Pulau Bengkalis ini ada 4 orang pengajar muda. Nanda di Ulu Pulau Bantan Tengah, Fatia di Terubuk Bantan Air, Intan di Brancah Selat Baru sementara aku di Belas Bantan Tengah. Kami sama-sama di Kecamatan Bantan, Bengkalis. Sedangkan 6 pengajar muda yang lain: Wildan, Roy, Rangga, Agus, Nesia dan Pipit bertugas di Pulau Rupat, pulau yang katanya memiliki pantai indah itu. Dari Pulau Bengkalis untuk sampai ke Rupat, kata fasilitator kabupaten kami, dengan perahu barang dari Pulau Bengkalis sekitar lima jam untuk menuju salah satu pelabuhan, tepatnya di Kadur (tempat Pipit). Maka jika dengan perahu ini akan bertarung dengan ombak yang tidak menentu selama lima jam, ada pilihan lain, dan ini lebih sering digunakan, yaitu dari Pulau Bengkalis melalui Pelabuhan Roro menuju Pakning (daratan Sumatera) lalu ke Dumai (empat jam), baru kemudian naik speedboat menuju Titi Akar untuk Wildan dan Agus sekitar 1  jam, untuk menuju rumahnya di Hutan Samak, Agus perlu naik pompong (perahu kayu kecil) dari tempat Wildan. Dari Dumai menuju pelabuhan Kadur untuk Pipit dan Nesia, lalu Nesia melanjutkan perjalanan ke Teluk Rhu, total 2 jam sampai rumah. Dan ke Selat Morong untuk Roy dan Rangga, untuk Roy ke Pangkalan Nyirih dan Rangga ke Sungai Cingam. Sementara kalau dari arah Pekanbaru ke Dumai sekitar 5 jam, selanjutnya sama seperti jalur di atas. Banyak katanya, karena memang belum pernah ke sana, hehe.. Untuk mencapai Pulau Bengkalis, perlu sekitar 6 jam dari Pekanbaru, dengan perjalanan darat dari Pekanbaru ke Pakning sekitar empat sampai lima jam jalan darat, lalu nyebrang dengan kapal sekitar 15-30 menit ditambah waktu menunggu kapal untuk mencapai pulau ini, tepatnya di Pelabuhan Roro. Selanjutnya sekitar 1-1   jam barulah sampai rumah di Bantan Tengah. Sampai di rumah Intan sepuluh menit lebih cepat dari pada ke Bantan Tengah. Untuk ke tempat Fatia di tambah setengah jam dari Bantan Tengah. Baiklah, kembali pada wirid ibu-ibu. Di tempat Fatia, Intan dan Nanda, wirid dilakukan pada Jumat siang selepas Jumatan, ditempatku pada Ahad malam. Wirid merupakan kegiatan membaca surat Yasin bersama, selain sebagai kegiatan keagamaan, kegiatan ini juga sebagai sarana bersosialisasi ibu-ibu satu RT. Jumlahnya sekitar 50 orang. Tempat wirid bergantian dari rumah satu ke rumah yang lain. Bagi yang mendapatkan jadwal rumahnya ditempati wirid, maka tuan rumah menyediakan snack, makan besar dan minuman. Semua jenis suguhan ini dimasak sendiri, hampir tidak ada yang beli makan atau snack matang. Sejak Sabtu siang bahkan rumah tersebut sudah ramai menyiapkan makanan dibantu 2-3 tetangga samping rumah. Dimana tetangga itu di minggu sebelum atau setelahnya rumah mereka menjadi tempat untuk wirid. Jadi salah seorang ibu-ibu di RT ini seakan memiliki 3-4 kali momen masak-masak untuk menyiapkan wirid. Wirid dimulai selepas maghrib, menjelang pukul 19.00 WIB. Acara dibuka, arisan dan langsung membaca Yasin sampai sekitar pukul 20.00. Dilanjutkan sholat isya berjamaah dan wirid (lagi) setelah sholat. Setelah itu makan, membawa piring ke belakang (tempat cuci piring) dan pulang atau masih berbincang dengan ibu-ibu yang lain. Suatu malam wirid Yasin yang berkesan, 9 Januari 2011. Aku datang bersama mbah putri, sesampainya di sana sudah ada beberapa ibu-ibu. Tak lama kemudian, wirid dimulai, dan berakhir dengan makan menjelang jam 21.00 WIB. Aku meminta sedikit waktu kepada ibu pembawa acara untuk diperkenankan berbicara sebentar dan diberikan waktu sebelum makan. Kemudian ku sampaikan mengenai mengajarku di sekolah, di kelas berapa saja aku mengajar, rencana kegiatan ekstrakurikuler dan mengenai les di rumah. Bercerita tentang kegiatan mengajar, ekstra serta les, mencoba menjadikan ibu-ibu yang sebagian menjadi orang tua muridku ini berpartner dalam memberikan pendidikan yang lebih baik untuk anak. Agar ada intervensi-intervensi positif dari orang tua untuk mendukung anak-anaknya menikmati pola pendidikan yang lebih baik. Hal ini dimaksudkan untuk mensinergikan peran aktor penting dalam pendidikan yaitu murid, sekolah dan orang tua. Setelah selesai menyampaikan, disambung oleh ibu pengurus keuangan, beliau membahas tentang ketidakberesan keuangan yang aku tidak mengerti. Tampak mulai ada kesepakatan solusi, dilanjut  makan. Setelah masing-masing membawa pireing ke belakang, ruangan rumah itu berangsur sepi. Aku berkemas untuk pulang, tidak menyangka ada dua ibu-ibu yang menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi. Anak gadis yang tertutup dan merasa kurang dimengerti oleh sang ibu, sementara sang ibu sangat mengupayakan untuk dapat mengerti dan menjaga anaknya. Lalu salah satu ibu muda mengeluhkan kerja keras  anaknya kurang dalam belajar,  anak tersebut masih belajar di TK, sering bilang sudah penat walaupun baru sebentar belajar menulis. Tiba-tiba teringat aktivitas-aktivitas sebelum menjadi pengajar muda, kegiatan yang sangat dekat dengan konsultasi psikologi. Melakukan supervisi kepada asisten psikolog. Maka dengan segenap rasa yang tetap melekat itu, aku coba dengarkan baik-baik cerita sang ibu, berdiskusi, bertukar pendapat dan seraya menyepakati alternatif tindakan untuk anak mereka masing-masing. Malam itu, menjelang pukul 22.00 kami berpisah dan menuju rumah masing-masing. Mbah masih di sana, membantu membereskan banyak hal, aku pamit pulang dahulu, esok mengajar. Selain RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), ada sebuah gambar besar satu semester yang sekarang ini aku kenal sebagai bagian dari perangkat pembelajaran: program semester, masih membuatku resah malam itu. Malam dimana tepat pembelajaran siswa di semester dua berjalan satu minggu. Setelah berpamitan, aku berjalan pulang ke rumah mbah, sangat tidak jauh dari tempat wirid. Gelap memang, bintang tidak banyak tampak malam itu, menyusuri jalan menuju rumah mbah... satu rasa di perjalanan pulang sendiri: bahagia...


Cerita Lainnya

Lihat Semua