info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Upacara Pertama

Tika Listriani 23 Januari 2011
17 Januari 2011 Pagi ini ada yang berbeda di hari senin sekolah kami. Lapangan dan area kelas memang selalu lebih cepat “hidup” jika dibandingkan kantor guru. Maka pagi ini, setelah kantor guru mulai hidup dan meja penerimaan tamu itu mulai dipenuhi dengan obrolan antar guru dan snack sarapan, beberapa dari mereka tampak menatap lapangan rumput yang tidak basah sama sekali. “Upacara tak?” Ada yang menanggapi dengan “Upacara ayo, tak ya...”. Belum selesai aku mendengarnya, lebih tertarik untuk berjalan ke luar kantor guru, ada petugas administrasi sekolah di sana. “Upacara pak?” tanyaku. Belum mendapatkan jawaban pasti, aku lanjutkan dengan “apa yang bisa dibantu disiapkan pak?”. Beliau menjawab “ya kalau mau upacara benderanya diturunkan”. “Baiklah” sambil menuju pada tiang bendera itu. Anak-anak mengerumuni tiang bendera pula dan bertanya “Upacara bu?”. Kujawab dengan anggukan dan senyuman. Dan dalam waktu yang cepat, beberapa guru berhambur keluar, menyiapkan ini itu untuk upacara. Salah satu guru muda membawa pengeras suara dan menyiapkan murid-murid sekaligus menunjuk kelas V sebagai petugas upacara. Tanpa keraguan, siswa kelas V yang ditunjuk namanya langsung mengambil perannya masing-masing: pemimpin barisan kelas, pemimpin upacara, pengibar bendera, pembaca UUD 1945, pembaca doa, pembaca tata tertib (susunan acara), petugas pancasila dan pembaca tiga janji pelajar. Lalu lihatlah, betapa upacara ini berjalan dengan cukup hikmad walau mendadak dalam persiapan, lihatlah bagaimana setiap petugas upacara menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Lihatlah, anak-anak tampak berbaris rapi di setiap pasukan kelasnya, baju mereka terlihat jauh lebih rapi dari pada hari biasanya. Maka, cukuplah diketahui betapa anak-anak ini sangat mau menjemput setiap kebaikan, tinggal bagaimana membuatnya terbiasa dengan kebaikan-kebaikan itu. Lihatlah, cara mereka mendengarkan amanat pembina upacara, anak-anak yang seringkali sangat aktif dengan kinestetiknya, sangat vokal dengan suara kerasnya, menjadi begitu menyimak apa yang disampaikan pembina upacara. Lihatlah Rima, Dimas dan satu anak lagi pengibar bendera itu. Rima menerima sang merah putih yang telah ku lipat dengan cekatan. Kemudian membenarkan posisi bendera di pangkuan kedua tangannya, bahkan Rima sudah sangat hafal, dimanakah posisi tali dan ke arah mana lipatan bendera itu menghadap, walau sudah lama mereka tidak bersama. Seakan Rima merindukan bendera merah putihnya. Dengan hafalan aba-aba gerak, maka setelah petugas tertib acara membacakan “pengibaran bendera merah putih” Rima membawa peleton mininya ke depan tiang bendera. Ketiga anak itu bergerak menuju tiang bendera dengan cukup kompak, dalam aba-aba Rima. Rima dan peletonnya menaikkan bendera diiringi lagu Indonesia Raya, yang dinyanyikan dengan beberapa kesalahan nada oleh siswa kelas VI. Satu hal yang tersirat dari wajah anak-anak pagi itu, tidak ada keterpaksaan, mereka tampak bahagia di upacara pertama sejak saya berada di sekolah ini (entah sejak kapan mereka tidak upacara). Mereka masuk lokal sekitar pukul 08.00, di dua jam pelajaran terakhir aku masuk kelas ajaib (sebutan untuk kelas IV). Jatah belajar hari itu adalah SK (standar kompetensi): menjumlahkan dan mengunrangkan bilangan bulat, dengan kompetensi dasar: menjumlahkan bilangan bulat, dan indikator: menjumlahkan dua bilangan bulat positif. Ah, kelas ini bukan kelas biasa... iya kelas ajaib..(semoga nanti ada kesempatan untuk bercerita lebih jauh tentangnya)..sebelum dan setelahnya penyusunan soal olimpiade tingkat gugus yang akan dilaksanakan kamis 20 Januari mendatang.. seleksi olimpiade di gugus, merupakan salah satu hal yang akhirnya disepakati saat KKG (Kelompok Kerja Guru) Sabtu 15 Januari kemarin.. *Beberapa hari kemudian, aku buka refleksi harian siswa kelas IV, itu refleksi harian yang ditulis untuk pelajaran hari senin. Pawit, sang ketua kelas dengan kinestetik luar biasa itu, menuliskan: “hari ini aku senang, pagi tadi upacara”  (siswaku sedang belajar mengekspresikan perasaannya melalui tulisan, selepas pelajaran aku sering membiasakan mereka menuliskan refleksi harian)..
Cerita Lainnya

Lihat Semua