info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Rasyidi dan Atika Menembus Ka'bah

Tidar Rachmadi 26 November 2011

Umat Islam mana yang tidak ingin menunaikan ibadah haji? Rukun Islam kelima yang merupakan puncak keparipurnaan bakti umat muslim kepada Allah SWT. Setiap mata insan yang beriman pastilah merindukan untuk melihat Ka’bah, tidak terkecuali murid-muridku di SDN 2 Kebun Teluk Dalam, Pulau Bawean. Pulau Bawean bisa dikatakan memiliki penduduk 100% Islam dan mempunyai nuansa Islami yang begitu kental. Di gelapnya malam-malam tanpa listrik, Masjid dan Langgar di pulau ini selalu dipenuhi anak-anak yang mengaji dan memuji nama-Nya. Les malam hari di rumah saya pun dilaksanakan setelah anak-anak kembali dari langgar, yang meskipun sudah larut namun selalu semarak oleh semangat mereka.

Kembali kepada perihal naik haji, beberapa minggu yang lalu kita sama-sama merayakan Hari Raya Idul Adha. Melewatkan momen hari besar jauh dari keluarga tentu berbeda rasanya. Tapi sungguh, hari-hari besar keagamaan yang dilalui di tanah perjuangan ini terasa begitu nikmat. Meski tanpa daging kurban, tapi makanan-makanan terasa lebih sedap. Kue-kue lebih legit. Dan takbir yang membahana gaungnya lebih syahdu didengar.

Sore hari pada Hari Idul Adha saya turun gunung untuk bersilaturahmi dengan handai taulan. Turun gunung artinya sinyal. Sinyal artinya masuklah SMS yang selama saya di gunung mungkin hanya melayang-layang di udara. Sebuah pesan singkat masuk dari Paman Rusli Efendi, seseorang yang amat saya hormati sekaligus ayah dari teman dekat membuat saya melebarkan senyuman. Isinya begini:

“Tidar, Rasyidi, Atika, dan anak-anak Bawean semua... Titipan doanya sudah dibacakan di depan pintu ka’bah, semoga menjadi anak cerdas dan sehat-sehat selalu.... dari Mekkah.”

Subhanallah. Namaku, nama dua muridku, dan semua anak-anak Bawean didoakan secara khusus di depan pintu Ka’bah. Isi do’anya sendiri merupakan do’aku sehari-hari sebagai pengajar muda, yaitu semoga anak-anakku tercerdaskan dan kami semua diberikan kesehatan.

Lantas, kenapa dua muridku, Rasyidi dan Atika namanya bisa dido’akan sampai ke Mekkah? Kenapa nama mereka dapat terbang ribuan mil dan akhirnya menembus pintu Ka’bah?

Dua murid saya tersebut memang secara khusus mengirimkan surat kepada Paman Rusli dan istrinya Bibi Susi. Rasyidi dan Atika rupanya begitu terkesan ketika saya bercerita bahwasanya paman dan bibi saya akan melaksanakan ibadah haji. Saya bercerita sembari menunjukkan beberapa foto Ka’bah yang tersimpan di komputer tablet. Rasyidi sendiri merupakan anak seorang guru ngaji dan Atika ialah anak seorang TKI. Ayahnya sudah sekian tahun tidak kembali. Kedua anak ini bercerita sangat ingin naik haji. Mereka dan anak-anak Bawean lain dengan pemahaman agama yang cukup baik sangat merindukan untuk dapat berdiri di depan Ka’bah. Namun, seperti kita semua ketahui, naik haji tidak semudah itu. Dibutuhkan mental, fisik serta materi yang tidak sedikit. Anak-anak ini mungkin memiliki mental dan kapabilitas fisik yang kuat, namun hambatan materi penghalangnya.

Kedua anak ini menyatakan ingin mengirim surat kepada paman dan bibi saya itu. Tentu hal tersebut saya sambut dengan baik dan dengan segera kedua anak ini menuliskan surat yang masing-masing ditujukan untuk paman dan satu untuk bibi. Dalam suratnya, mereka menyapa paman dan bibi, memperkenalkan diri, bercerita sedikit tentang Dusun Serambah Pulau Bawean, meminta do’a, bahkan mereka juga mendo’akan agar perjalanan haji paman dan bibi saya diberi kelancaran. Begitu polos, tulus, dan benar-benar menggetarkan. Setelah surat ditulis, keesokan harinya saya menitipkan kepada rekan guru yang hendak ke kecamatan untuk dikrim dengan pos super kilat. Supaya cepat sampai, sebelum yang bersangkutan bertolak ke Arab Saudi.

Sekilat-kilatnya kiriman dari Bawean, surat baru sampai seminggu kemudian. Untunglah paman dan bibi saya belum berangkat. Merekapun kelihatannya begitu senang dan terharu menerima surat tersebut. Bahkan, mereka menyatakan akan mencatat nama muridku dan mendo’akan langsung ketika berhaji.

Di pikiran saya, melaksanakan ibadah haji pastilah sangat menyenangkan. Sebuah pengalaman spiritual yang tiada duanya, dimana umat Islam dari seluruh dunia bersujud menyembah-Nya dan dengan kerendahan hati berdo’a sesuai dengan pengharapannya masing-masing. Paman dan Bibi saya, dengan pengharapan dalam do’anya, benar-benar menyempatkan diri untuk menyebut namaku, Rasyidi, dan Atika di depan pintu Ka’bah. Hal itulah yang membuatku terharu. Paman dan Bibi saya pasti punya urusan pribadi, punya pengharapan baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, namun hebatnya mereka tidak lupa mendo’akan supaya anak Bawean tercerdaskan dan senantiasa sehat.

Ketika keesokan harinya saya memberi kabar perihal SMS tersebut secara pribadi kepada Rasyidi dan Atika. Reaksi mereka betul-betul luar biasa. Antara bersyukur dan tidak percaya bahwa nama mereka betul-betul terucap dalam do’a dari orang yang sama sekali tidak mereka kenal nun jauh di tanah suci sana. Suatu hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa nama mereka bisa menembus Ka’bah.

Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, nak. Ketika keterbatasan ekonomi belum mampu membawa kita ke tanah suci, yakinlah bahwa masih ada cara-cara yang dikehendaki-Nya supaya do’a kita tetap mampu terucap di pintu Ka’bah.

 

*teruntuk Paman Rusli, Bibi Susi, Rasyidi, Atika Ayudia, dan semua anak-anak Bawean*


Cerita Lainnya

Lihat Semua